Anesha dan Anisha adalah kakak beradik yang terpaut usia tiga tahun. Hidup bersama dan tumbuh bersama dalam keluarga yang sama. Namun mereka berdua dibesarkan dengan kasih sayang yang berbeda. Sebagai kakak, Nesha harus bekerja keras untuk membahagiakan keluarganya. Sedangkan Nisha hidup dalam kemanjaan.
Suatu hari saat mereka sekeluarga mendapat undangan di sebuah gedung, terjadi kesalah pahaman antara Nesha dengan seorang pria yang tak dikenalnya. Hal itu membuat perubahan besar dalam kehidupan Nesha.
Bagaimanakah kehidupan Nesha selanjutnya? Akankah dia bahagia dengan perubahan hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Halu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari Lamaran Nisha
"Nes, cepetan masaknya. Bentar lagi keluarga Fandi mau datang", suruh Bu Rumi sambil menata ruang tamu dengan terburu-buru.
"Iya ini tinggal bikin ayam asam manisnya, Bu", jawab Nesha sambil memotong bawang bombay yang akan dipakai.
"Duh.. Piring di lemari juga belum dikeluarin!" Seru Bu Rumi panik.
"Suruh Nisha aja, Bu. Dari tadi dia nggak ada bantuin. Dikamar terus padahal yang datang kan calon mertuanya", gerutu Nesha.
Klotak!
Bu Rumi melempar sapu ke lantai. Merasa kesal dengan protes yang dilayangkan Nesha. "Nisha itu capek. Kemarin dia lembur sampe jam lima", ucap Bu Rumi dengan nada sewot.
"Orang lembur sejam aja, Bu", protes Nesha. "Ini kan acara lamarannya. Masa dia nggak bantu apa-apa?", lanjutnya sambil menggoreng ayam.
"Kamu kalo ngomong enteng banget ya, Nes. Kamu nggak kasihan sama adikmu?" Bu Rumi semakin kesal dengan ucapan Nesha.
"Bu. Kenapa perlakuan ibu ke aku dan Nisha beda banget?" Nesha pun ikut kesal. Padahal dia pun juga capek kerja seharian. Tapi dia malah harus menyiapkan makanan untuk menyambut calon mertua beserta calon suami Nisha yang datang melamar.
"Sudah Nes, Bu.. Nggak usah ribut. Sini piringnya biar Bapak yang ngelap dan nata di meja", ucap Pak Edi yang selalu melerai perdebatan antara Ibu dan anak itu.
"Tau tuh si Nesha. Suka iri aja sama adiknya", ketus Bu Rumi sambil melirik Pak Edi yang mulai mengeluarkan piring-piring khusus dari lemari penyimpanan.
Nesha yang mendengar ibu yang selalu membela dan memanjakan anak bungsunya itu hanya menggeleng kepala. Pasalnya berdebat dengan Ibunya tak pernah ada habisnya.
Setelah semua masakan siap, Nesha segera membersihkan dapur dan mencuci semua peralatan yang kotor. Pak Edi dan Bu Rumi sudah bergantian keluar masuk kamar mandi.
"Nes, itu di cuci nanti saja kalau tamunya udah pulang. Kamu mandi dan siap-siap juga, gih", titah Pak Edi.
"Udah tinggal beresin ini dikit, Pak. Malu kalau nanti ada tamu lihat-lihat ada yang kotor", ucap Nesha sambil mengelap kompor. Semua peralatan kotor sudah bertengger di rak bersih.
"Ya udah, terserah kamu aja." Suara lembut Pak Edi selalu bisa menenangkan hati Nesha. Lalu beliau masuk ke kamar untuk bersiap.
"Widih.. Udah siap aja nih", seru Nisha yang baru nongol dari kamarnya.
Nesha hanya melirik Nisha yang sedang mengecek menu diatas meja makan. Kayak mandor aja, batin Nesha. Namun ia tak ingin mengungkapkan isi batinnya saat ini karena raganya sudah sangat lelah semenjak pagi berkutat di dapur. Ia memilih pergi mandi lalu bersiap.
Tak lama kemudian, terdengar mobil yang memasuki halaman rumah. Sebuah mobil fortuner hitam dan avanza merah terparkir berdampingan. Sontak membuat warga sekitar berkumpul karena ingin melihat siapa dan seperti apa calon menantu dan calon besan Pak Edi.
Melihat orang-orang yang berkumpul di depan rumah, membuat Bu Rumi semakin besar kepala dan merasa bangga saat menyambut calon besannya itu.
"Pasti mereka semua iri melihat calon besan dan menantuku yang kaya", batin Bu Rumi.
Dari mobil fortuner, keluar seorang pemuda tinggi sekitar 172cm dengan wajah tampan, Fandi, calon suami Nisha. Sedangkan dari avanza keluar seorang pria paruh baya berjas hitam rapi dan seorang wanita anggun menenteng tas yang terlihat mahal.
"Selamat datang, Pak Faris dan Bu Reni", sapa Pak Edi sambil menyalami mereka bergantian. "Silahkan masuk", Pak Edi mempersilahkan.
Bu Reni masuk rumah sambil netranya menyapu seluruh ruangan penuh dengan pemahaman.
Tak lama kemudian Nisha keluar dengan kebaya brokat biru dan rok batik yang senada dengan kemeja batik yang dikenakan Fandi. Wajahnya dirias sendiri dengan riasan yang kalem, karena memang Nisha pandai berias dan memiliki banyak perlengkapan make up. Ia duduk diantara Pak Edi dan Bu Rumi.
Nesha sendiri hanya memakai gamis polos sederhana warna merah muda. Duduk menunduk disamping Pak Edi.
"Wah nggak nyangka Fandi pinter banget pilih calon istri", puji Bu Reni, setelah melihat penampilan Nisha yang anggun dan cantik.
Mendengar pujian itu membuat wajah Nisha semakin merona dan tentunya semakin membuatnya besar kepala. Diliriknya Nesha dengan wajah penuh kemenangan.
Masing-masing keluarga kemudian saling memperkenalkan anggota keluarga lainnya. Dan mulai mengobrol santai perihal kehidupan sehari-hari.
"Nesha sama Nisha ini anak kembar? Kok nggak mirip, ya?" Celetuk Bu Reni.
"Mereka kakak beradik, Bu. Nesha kakak dari Nisha, mereka terpaut usia tiga tahun", jelas Pak Edi.
"Lho berarti Nisha melangkahi Nesha dong, Pak?" Bu Reni kembali melontarkan kejulitannya. "Waduh bisa bahaya, Pak, Bu. Nanti si Nesha takutnya jadi perawan tua", Bu Reni terkekeh.
Entah itu hanya sebuah candaan atau perkataan serius, Bu Reni sudah membuat Nesha geram. Pasalnya sedari masuk rumah tadi mulut Bu Reni dengan entengnya mengatakan hal-hal yang membuat tak enak hati. Seperti mengomentari rumahnya yang kecil dan sempit, sampai menyinggung perihal tentang dirinya yang akan menjadi perawan tua.
"Saya nggak khawatir, Bu. Karena jodoh itu urusan Allah ", jawab Nesha sambil meremas gamisnya.
"Kata Pak Edi kamu kerja di toko perlengkapan bayi, ya?" Tanya Bu Reni.
"Iya, Bu", jawab Nesha datar.
"Pastilah nanti pun kalau dapat jodoh yang nggak jauh beda profesinya sama kamu", celetuk Bu Reni sambil terkekeh kecil.
"Huuss... hentikan, Ma. Kita kesini mau bahas soal Fandi dan Nisha. Bukan ngurusin jodohnya Nesha," Tegur Pak Faris yang merasa tak enak dengan ucapan istrinya. "Maaf ya Pak Edi. Ucapan istri saya jangan dimasukkan ke hati", tutur Pak Faris.
Pak Edi tersenyum kikuk mendengar hinaan Bu Reni. Ingin sekali ia ikut menegur omongan yang menyakiti hati putri sulungnya itu. Namun mengingat bahwa acara hari ini sangat penting, maka ia lebih memilih tersenyum.
Bu Rumi hanya melirik dengan mimik wajah kecewa pada Nesha. Sedangkan Nisha tampak menahan tawa melihat kakaknya dipermalukan.
"Ehm! Kita balik ke pembicaraan awal. Bagaimana kalau pernikahan Nisha dan Fandi diadakan setelah hari raya?", tanya Pak Faris menatap kearah Pak Edi dan Bu Rumi.
"Berarti masih tahun depan, ya, Pak?", Tanya Pak Edi sedikit ragu.
"Iya, Pak. Sambil nunggu bisnis Fandi berkembang juga. Biar nanti kehidupan mereka setelah menikah bisa stabil ekonominya", jawab Bu Reni sambil menatap kearah Nisha dengan senyum. Lalu mengarahkan pandangan mengejek kearah Nesha yang diam menyimak.
"Ya sudah nggak apa-apa, Bu. Yang penting kan mereka sudah terikat. Itu sudah membuat kami lega. Iya, kan, Pak?" Bu Rumi menyenggol lengan Pak Edi. "Iya, Bu." Tampak wajah Pak Edi masih ragu dengan keputusan yang dibuat.
Setelah sepakat dengan ketentuan pernikahan, mereka menikmati makan siang bersama.
Nesha sibuk menjamu kedua orangtua Fandi. Sedangkan Nisha tampak bergurau dan bermesraan di ruang tamu. Dua sejoli itu tampak sangat lekat, padahal baru melaksanakan lamaran.