Liora tak pernah menyangka jika pertemuannya dengan Marvin akan membawanya pada sesuatu yang menggila. Marvin, pria itu begitu menginginkannya meskipun tahu jika Liora adalah adik iparnya.
Tidak adanya cinta dari suaminya membuat Liora dengan mudah menerima perlakuan hangat dari kakak iparnya. Bukan hanya cinta yang Marvin berikan, tapi juga kepuasan diatas ranjang.
"Adikku tidak mencintaimu, jadi biar aku saja yang mencintaimu, Liora." ~ Marvin Leonardo.
📍Membaca novel ini mampu meningkatkan imun dan menggoyahkan iman 😁 bukan area bocil, bijak-bijaklah dalam membaca 🫣
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red_Purple, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 ~ CTDKI
Sejak hari itu, hubungan Marvin dan Haikal tak lagi hangat, keduanya tidak lagi bertegur sapa dan hanya saling menatap dingin saat bertatap muka. Keinginan Liora untuk bercerai bahkan tidak bisa langsung Haikal iyakan, karena dia masih ingin mempertahankan hubungan rumah tangga mereka berdua.
"Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi, jika kamu tidak sanggup berbicara dengan keluargamu, maka aku yang akan bicara dengan mereka." selesai menyisir rambutnya, Liora segera bangun dan menatap suaminya yang sudah rapi dengan setelah jas berwarna hitam.
"Tidak," Haikal menggeleng tidak setuju. "Biar aku saja yang bicara, tapi nanti menunggu waktu yang tepat."
"Jangan terus mengulur waktu Haikal Leonardo, aku tidak punya waktu untuk menunggu waktu yang kamu bilang tepat itu. Hari ini juga aku akan bicara dengan orang tuamu tentang keputusanku untuk bercerai. Dan soal mamamu yang akan menghentikan donasi untuk panti asuhan, aku sudah tidak perduli lagi."
Sebelumnya Marvin sudah menjanjikan pada Liora jika dia-lah yang akan menjadi donatur di panti asuhan, hingga Liora tidak perlu berat sebelah untuk mengambil keputusan bercerai dengan Haikal.
"Sepertinya kamu ingin sekali cepat-cepat bercerai dariku. Apa ini karena kak Marvin? Sudah sejauh apa hubunganmu dengannya sebenarnya?" tanya Haikal menuduh, napasnya mulai berat.
"Seperti yang kamu lihat, kak Marvin jauh lebih pengertian," jawab Liora acuh, "Bukankah bagus kalau kita cepat bercerai, kamu bisa menikah dengan wanita yang kamu cintai itu, Mas."
Haikal mulai geram, ditariknya lengan Liora dengan kasar. "Bukankah sudah aku bilang jika aku akan mengakhiri hubunganku dengan Casandra. Aku hanya minta kamu untuk bersabar, karena sampai kapanpun aku tidak akan pernah mau untuk menceraikan kamu!"
Sama sekali dia tidak tersentuh dengan ucapan suaminya yang ingin mempertahankan hubungan rumah tangga mereka. Liora menurunkan tangan Haikal dari lengannya.
"Aku sudah pernah bersabar menunggu sampai kamu mau membuka hati untukku, tapi kamu malah memilih mengkhianati aku. Dan sekarang aku sudah tidak sabar untuk bercerai denganmu, karena aku sudah tidak mau mengharapkan cinta darimu lagi." ucap Liora penuh penekanan.
"Malam ini. Setelah kamu pulang kerja, kita akan bicara dengan orang tuamu tentang rencana perceraian kita." Liora memutar badan, melangkah pergi meninggalkan kamar dan turun ke lantai bawah untuk sarapan.
Beberapa menit setelah berperang dengan pikirannya sendiri, Haikal menyusul turun ke bawah. Bagaimana Marvin menatap Liora, membuatnya menyadari sesuatu yang selama ini selalu dia abaikan. Jika kakaknya itu memiliki perasaan pada istrinya.
✳️
✳️
✳️
"Itu tadi siapa yang mengantarmu?"
Suara Bu Randu mengangetkan Liora. Wanita tua itu baru saja keluar dan sempat melihat Liora diantarkan oleh seorang pria berjas dengan menggunakan mobil mewah.
"Dia kak Marvin, kakaknya mas Haikal." jawab Liora, berusaha menutupi kegugupannya.
"Sepertinya hubungan kalian sangat akrab." tebak Bu Randu. "Kenapa bukan Haikal saja yang mengantarkan kamu kemari?" tanyanya kemudian seakan merasa ada yang janggal.
"Hanya kebetulan saja, Bu. Mas Haikal sudah berangkat, jadi aku sekalian diantar sama kak Marvin kesininya." jawab Liora jujur. Awalnya Liora akan datang kesana dengan supir, tapi Marvin menawarkan untuk mengantar dan juga disetujui oleh Tuan Arthur yang meminta Liora untuk pergi dengan diantar oleh kakak iparnya itu.
"Ikut Ibu ke ruangan." ajak Bu Randu dengan suara pelan namun tegas, wanita itu melangkahkan kakinya masuk.
Liora hanya mengangguk patuh, mengikuti Bu Randu masuk ke dalam ruangan kerja wanita itu. Membiarkan suasana hening untuk beberapa saat setelah mereka saling duduk di sofa yang berbeda.
"Kamu mencintai kakak iparmu itu?"
Liora terkejut, wajahnya terangkat cepat. "Ma-maksud Ibu?"
"Liora." Bu Randu menghela napas panjang. "Mungkin kamu bisa membohongi semua orang, tapi tidak dengan Ibu. Ibu memang bukan Ibu yang melahirkan kamu, tapi Ibu tahu seperti apa kamu, Nak."
"Mulutmu bisa saja berkata tidak, tapi tatapan mata kalian saat saling menatap tidak bisa berbohong. Katakan, apa yang terjadi dalam rumah tanggamu sebenarnya?" suaranya tetap lembut seperti biasanya, tidak mengintimidasi. Bu Randu hanya ingin mendengar kejujuran dari Liora.
Sejenak Liora terdiam dengan wajah tertunduk sebelum akhirnya dia menceritakan semuanya pada Bu Randu. Wanita itu mendengarkan dengan bijak dan tidak langsung menghakimi meskipun dia tahu Liora sudah melakukan kesalahan dengan mencintai kakak iparnya sendiri.
"Awalnya aku pikir aku bisa menjalani hubungan rumah tangga yang tidak harmonis ini bersama dengan mas Haikal. Tapi kedatangan kak Marvin merubah segalanya. Cinta yang kak Marvin berikan mampu meruntuhkan pertahananku. Aku tidak bisa untuk menyangkal perasaanku sendiri," ungkap Liora dengan mata berkaca-kaca.
Bu Randu berdiri, berpindah duduk di samping Liora dan mengusap lembut pundaknya. "Tidak ada yang salah dengan cinta, Liora. Yang salah adalah status kamu yang sudah menikah dan bersuami. Apalagi yang kamu cintai adalah kakak ipar kamu sendiri, kakaknya Haikal."
Liora menunduk semakin dalam, membiarkan air matanya menetes begitu saja. "Maafkan aku, Bu. Tapi kali ini aku ingin egois, aku mencintainya meskipun aku tahu ini salah."
Bu Randu memeluk tubuh Liora, mengusap-usap punggungnya dengan lembut untuk memberikan ketenangan. "Ibu tidak akan menghakimi siapa yang salah disini. Tapi Ibu ingin bertanya sesuatu, tolong jawab Ibu dengan jujur."
Mereka saling mengurai pelukannya, membiarkan keheningan menguasai udara untuk beberapa saat.
"Sudah sejauh mana hubungan kamu dengan kakak ipar kamu, Liora?"
✳️
✳️
✳️
"Masuk."
Pintu ruangan itu terbuka bersamaan dengan Haikal yang masuk ke ruangan kerja kakaknya dengan wajah menahan amarah. Pandangannya beralih dari layar laptopnya dan menatap sang adik, Marvin pun segera berdiri untuk menyambut.
"Ada apa?" tanya Marvin dengan langkah keluar dari meja kerjanya. Dia bisa melihat amarah tertahan diwajah adiknya, namun Marvin berusaha tetap bersikap santai.
Kedua tangan Haikal mengepal kuat dengan napas memburu hebat. Tadi pagi dia sengaja menepikan mobilnya tidak jauh dari rumah setelah berpamitan berangkat. Dia mengikuti mobil Marvin yang mengantarkan Liora pergi ke panti asuhan. Bisa saja selama ini Liora dan kakaknya sering pergi diam-diam dibelakangnya. Meskipun Marvin hanya mengantarkan Liora ke panti asuhan, Haikal tetap tidak suka. Padahal jika Liora memintanya untuk mengantar, dia pun tidak akan menolak. Tapi kenapa istrinya lebih memilih pergi dengan diantarkan oleh Marvin yang statusnya hanya kakak ipar.
"Katakan dengan jujur," suaranya rendah, sorot matanya menatap tajam pada Marvin yang sudah berdiri tidak jauh di hadapannya dengan wajah tenang dan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam kantong celana.
Haikal mencoba mengatur napasnya sebelum lanjut berbicara. "Malam itu saat menginap di hotel yang sama, apakah kalian tidur di kamar yang sama atau tidak?!"
❄️
❄️
❄️
Bersambung.....
kaget gak.. tegang gak anuu muu