Di sekolah. Saat semua sudah kembali ke asrama. Sekarang, di ruangan rapat Guru ada beberapa orang yang berkumpul.
Ini adalah rapat para Guru.
Rapat ini dihadiri oleh semua wali kelas tahun pertama. Termasuk tiga kelas yang belum menunjukkan diri. Tapi, mereka hanya hadir melalui panggilan telpon saja, mereka tidak berada disana. Bahkan, suara mereka disamarkan seperti suara yang tidak pernah dikenal dimana-mana.
"Lagi-lagi masih tidak mau menampakkan diri ya. Wahai lara wali kelas unggulan." Berikut adalah keluh-kesah dari Bu Sawamura.
"Pasti enak ya, jadi kalian." Tambahan dari Pak Katagiri.
"Sudah cukup. Memang begitu sistemnya kan, disekolah ini. Kalian hanya iri dengan posisi kalian. Tolong sadari itu."
Suara itu keluar dari salah satu telpon dengan suara yang disamarkan yang ada disana.
Rapat ini tidak hanyak dihadiri oleh para wali kelas, Pak Kepala sekokah juga hadir disini, begitu juga dengan ketua osis, gang didampingi oleh wakil ketua osis.
Pak Kepala sekolah, juga hanya hadir melalui telpon panggilan. Hanya saja, suaranya tidak disamarkan.
"Maafkan saya karena tidak bisa datang. Saya benar-benar sibuk hari ini." Begitulah katanya di telpon. Dan para Guru lainnya pun memakluminya.
Ada meja yang berbentuk persegi panjang disini, dengan kursi yang dihadapkan saling berseberangan dan saling lihat. Dari deretan kursi pertama sampai deretan ke empat, adalah wali kelas dari....
Kelas 1-1, Sawaragi Masako.
Kelas 1-2, Sawamura Hinata.
Kelas 1-3, Katagiri
Kelas 1-4, Kudo Yasushi.
"Apakah sudah bisa tenang? Kalau sudah, rapat akan segera saya mulai!" Kata Pak Kepala Sekolah melalui telpon.
"Sudah bisa Pak." Kata ketujuh wali kelas dengan serentak.
"Baiklah kalau begitu, sampai mana persiapan kalian?" Pak kepala sekolah bertanya pada mereka.
"Pak, sebelum itu saya ingin bertanya."
"Apa itu, Bu Sawamura?"
"Kenapa mata pelajarannya tidak diberitahu. Ujian secara mendadak saja sudah menyulitkan bagi mereka."
Keluh-kesah Bu Sawamura, yang mewakili seluruh perasaan tahun pertama.
"Begitu ya. Kau sepertinya tidak mengerti ya, Sawamura. Biarkan mereka belajar. Jawaban saya hanya sampai disana?"
Jawab Pak Kepala Sekolah secara acuh tak acuh.
"......."
Bu Sawamura terdiam karena hal itu.
"Baik, kembali ke topik. Sudah sejauh mana perkembangannya? Dan bagaimana persiapan kelas kalian?"
"Untuk proses sepertinya lancar, dan persiapan kelas. Saya sendiri tidak tahu. Itu tergantung para siswa, bagaimana mereka akan memanfaatkan waktu dengan baik disini."
Jawaban dari Bu Sawaragi.
"Kelas 1-4 jangan ditanya. Tentu, kelas kami sudah siap dan akan mendapatkan nilai bagus." Jawaban dari Pak Kudo Yasushi.
"Kepercayaan diri yang bagus, Pak Kudo."
"Dan kelas 1-3 sedang berposes Pak."
"Lalu kelas 1-2, sepertinya sudah siap. Semuanya mengikuti instruksi pemimpin kami."
Jawaban dari berbagai kelas sudah dipaparkan.
"Baiklah kalau begitu."
Dan..... tiga kelas spesial hanya diam menyimak diskusi empat kelas itu.
"Apakah masih ada yang ingin ditanyakan??" Kata kepala sekolah.
Sepertinya tidak ada pertanyaan. Karena sudah tiga puluh detik berlalu, mereka hanya diam.
"Baik. Sepertinya tidak ada ya. Kalau begitu, rapat hari ini kita akhiri saja. Sampai ketemu dalam rapat selanjutnya."
Kemudian telpon Pak Kepala sekolah pun mati.
Bu Sawaragi mulai mengatakan sesuatu, setelah telpon kepala sekolah mati.
"Jadi, apa yang kalian inginkan? Kenapa kalian hanya diam?"
Pertanyaannya itu menuju kepada tiga kelas spesial yang hanya menyimak diskusi ini dari tadi.
"Hei setidaknya jawab aku!!"
Bu Sawaragi pun menghampiri tiga rekaman tersebut. Dan, semuanya sudah mati. Telpon tak lagi tersambung.
"Sudahlah. Jadi, apakah kita sudah boleh bubar?"
"Tunggu dulu. Jadi, apa keputusan kalian semua." Pertanyaan pertama dari ketua osis.
"Oh benar juga. Aku sampai lupa kalau ketua osis juga mengikuti rapat ini." Ucap Pak Katagiri.
"Tenang saja Minami, serahkan saja pada kami dan kau akan tahu nanti. Tugasmu hanyalah duduk saja untuk saat ini."
Penjelasan dari Pak Kudo Yasushi.
.
"Terima kasih sarannya. Kalau begitu, saya permisi keluar."
Ketua osis mulai berjalan meninggalkan ruangan itu.
Beberapa saat setelah itu. Pak Katagiri bertanya kepada tiga wali kelas yang tersisa.
"Apakah ada yang membuat kalian kebingungan?"
Kemudian Bu Sawaragi mengangkat tangan dan berkata..
"Yang membuatku bingung hanya satu. Kenapa, mata pelajarannya tidak diberitahu untuk ujian ini?"
"Benar juga ya. Tapi aku tidak terlalu peduli dengan itu." Balas Pak Kudo.
Lalu Pak Katagiri menyela percakapan mereka berdua.
"Hei. Bukankah kita harusnya bersaing. Kenapa ini malah saling bantu?"
"Ucapanmu ada benarnya Pak Katagiri. Kalau begitu, rapat ini kita akhiri saja?" Kata Bu Sawamura.
"Baiklah, rapat diselesaikan." Balas Pak Kudo.
Semuanya berjalan keluar dari ruang rapat. Termasuk Bu Sawaragi, yang sedang berjalan bersama dengan Bu Sawamura.
"Bu Sawaragi, bagaimana menurutmu ujian kali ini?"
"Bagaimana ya, daripada sulit, menurutku ini lebih condong ke merepotkan. Kita saja repot, apalagi para siswa yang melaksanakannya." Keluh-kesah dari Bu Sawaragi.
"Benar juga ya. Dan seperti yang kau katakan, kenapa mata pelajarannya tidak diberitahu."
"Itu dia." Balas Bu Sawaragi.
"Bukankah sekolah ingin para siswa menguasai nalar mereka secara benar, adalah jawaban yang paling tepat?"
"Awalnya aku juga berpikir begitu. Tapi terlalu umum."
"Lalu apa?"
"Kurasa salah satu siswaku sudah menyadarinya."
Bu Sawamura terkejut dengan kalimat yang dilontarkan oleh Bu Sawaragi.
"Siapa?"
"Entah. Siapa yang tahu."
"Bu Sawaragi, sepertinya kau berniat menyembunyikan kartu as ya?"
"Tidak kok Bu Sawamura. Lagipula aku tidak punya murid yang seperti itu."
"Ehh begitu ya."
Keduanya saling berbicara, tapi dengan niat mencari informasi. Saat ini keduanya, sedang bertatapan tajam sambil berjalan menuju ruang guru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments