Jam istirahat..
"Haaahh jam istirahat akhirnya tiba. Bu Sawaragi tidak main-main dalam memberikan pelajaran matematika."
Cara mengajarkan seperti Guru killer. Bisa dikatakan, dia Guru yang mempunyai aura pemicu ketakutan.
Sudah mirip seperti cerita fantasi, tapi fakta kalau dia adalah Guru killer itu nyata.
Karena sudah istirahat, saatnya aku berjalan ke kantin.
Saat aku baru sampai di pintu kelas, aku melihat, sekumpulan anak kelas 1-4 berkumpul berjalan di koridor kelas.
"Wah ramai sekali. Sepertinya mereka mau demo, sepertinya itu keseluruhan siswa kelas mereka."
Kuhitung jumlahnya lengkap dua puluh lima. Tidak salah lagi, mereka berkumpul secara lengkap tanpa ketinggalan satu orang pun.
Ketua mereka, Watanabe Yumeko sepertinya orang yang memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi.
Kemudian, mereka diberhentikan oleh pemimpin kelas 1-2, Okakushi Kuro.
"Wah-wah ada apa ini, sekumpulan anak kelas 1-4 berjalan bersama, apakah kalian ingin melakukan pesta?" Ucap Okakushi sambil berjalan ke depan mereka.
Dan sekarang, dia saling berhadapan dengan Watanabe Yumeko.
"Wah-wah terima kasuh atas sambutan hangatnya, Pemimpin kelas 1-2 Okakushi Kuro. Kami memang ingin melakukan pesta, tapi apa tujuanmu mempertanyakan itu?"
"Tidak ada. Aku hanya....... memastikan keadaan kalian!!!!!"
Paaakkkk
Sebuah tendangan Taekwondo diarahkan ke kepala Watanabe. Tapi, untungnya ada satu orang yang menangkap tendangan itu.
"Hebat juga ya. Kau punya pengawal yang kuat, Watanabe."
"Pemimpin apa yang dengan mudah melakukan kekerasan, Okakushi."
"Aku tidak melakukan kekerasan. Aku hanya mengetes persiapan Pemimpin kelas 1-4.
Ucap Okakushi, dengan nada yang sepertinya
"Terima kasih untuk perhatiannya. Tapi itu tidak perlu, karena kelas 1-4 akan berada diatas saat ujian ini."
"Jangan bercanda. Akulah yang akan berada diatas."
Keduanya mengeluarkan kalimat pedas mereka. Saling berdebat.
Dan, karena tendangan Okakushi tadi, mereka menjadi dilihat oleh kelas 1-3 yang juga disana.
Pemimpin mereka, Amamiya melas dari kelas.
"Oi ada apa ini, aku juga ingin ikutan."
Keduanya refleks memasang wajah kesal, karena cara memimpin Amamiya tidak disukai oleh banyak orang, termasuk mereka.
Dan, kaki Okakushi masih ditangkap oleh pengawal Watanabe.
"Watanabe, siapa nama pengawalmu ini? Aku akan mengingatnya."
Okakushi bertanya, dengan keadaan kakinya yang masih dipegang setelah melakukan tendangan Taekwondo.
Dan sekarang, dia berdiri dengan satu kaki.
"Silahkan jawab pertanyaan Okakushi." Watanabe menyuruhnya untuk menjawab sendiri.
"Terima kasih Ketua. Nama saya adalah Tataki Omega." Jawabnya.
"Tataki ya, hebat juga sampai sekarang belum melepas kakiku. Sepertinya, cengkramanmu cukup kuat ya."
Tataki segera melepaskan kaki Okakushi yang masih dipegangnya.
"Terima kasih."
"Baiklah, selamat berusaha Watanabe, kali ini aku akhiri."
Okakushi mengatakan itu sambil melambaikan tangannya ke arah siswa kelas 1-4 dan berjalan menjauh, sepertinya dia ingin pergi ke kantin.
"Baik, ayo lanjutkan jalan kita."
Meninggalkan Amamiya yang baru bergabung, mereka melanjutkan jalan mereka.
"Gawat, Amamiya pasti marah dengan ini."
Semuanya sudah terlihat, dinding yang berada didekat pintu masuk tempat dia berdiri tadi, sekarang hancur karena pukulannya. Tapi tidak bolong.
"Tuhkan, sekarang kemana Amamiya itu." Kata Kazami.
"Keributannya sudah berakhir ya."
Aku melewati wakil ketua kelas 1-3 sambil mengatakan itu.
Saat dia menoleh ke belakang, aku sudah berjarak cukup jauh darinya, kisaran 3-4 meter.
"Apa maksudmu, siapa kau, heii!!"
Aku tidak peduli dengan teriakannya dan terus berjalan menuju kantin sekolah.
Pemimpin kelas 1-2, Okakushi Kuro dan, Pemimpin kelas 1-4, Watanabe Yumeko.
Saat aku sudah berjalan menjauh dari tempat perdebatan tadi, sekarang aku melihat ketua osis sedang berdiri di depan ruangan osis.
"Sepertinya ini akan jadi masalah lagi."
Minami Sasahira, ketua osis disekolah ini yang juga orang terkenal karena dia sudah masuk ke ranah jenius.
Aku terus berjalan, dan dia terus menatapku. Saat melewatinya, aku berhenti sebentar dan mengatakan...
"Apa yang kau inginkan?" Aku bertanya kepadanya.
"Tidak ada."
"Jawabanmu terlalu ringan. Apakah kau yang menyuruh seseorang untuk menyerangku beberapa hari yang lalu?"
"Apa maksudmu?"
Pertanyaanku dibalas kembali dengan pertanyaan olehnya.
"Entahlah. Aku juga tidak tahu."
Aku melanjutkan jalanku, mengabaikan sang ketua osis. Karena aku tahu, jika dilanjutkan akan terjadi perang psikologis.
"Lebih baik aku berjalan ke kantin."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments