NovelToon NovelToon
ACADEMY ANIMERS I : The Silence After The Pen Drops

ACADEMY ANIMERS I : The Silence After The Pen Drops

Status: tamat
Genre:Romansa Fantasi / Fantasi Isekai / Persahabatan / Fantasi / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Konflik etika / Tamat
Popularitas:35
Nilai: 5
Nama Author: IΠD

Semesta Animers yang damai, dikelola oleh lima kerajaan berdaulat yang dipimpin oleh sahabat karib, kini terancam oleh serangkaian insiden sepele di perbatasan yang memicu krisis sosial. Para pemimpin harus bertemu dalam pertemuan puncak penuh ketegangan untuk menyelesaikan konflik politik dan membuktikan apakah ikatan persahabatan mereka masih cukup kuat untuk menyelamatkan Semesta Animers dari kehancuran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IΠD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kingdom of Hamel : Todoroki Shin

Perjalanan panjang dan melelahkan melintasi hamparan salju akhirnya berakhir.

​Setibanya mereka di Kerajaan Hamel City, Lyra, Indra, dan Sabre disambut oleh pemandangan yang tak terduga. Meskipun wilayah ini diselimuti salju tebal dan berada di jalur yang sulit, Hamel City memancarkan ketenangan yang mendalam. Suasana kota sangat damai; warganya bergerak dengan tertib, dan infrastrukturnya terlihat terawat sempurna di bawah lapisan es. Tidak ada tanda-tanda kepanikan atau keretakan sosial yang mereka saksikan di rute lain.

​Indra dan Sabre saling pandang dengan keheranan. Mengingat betapa perfeksionis dan mudah paniknya sahabat mereka yang menjadi Ratu di sini, mereka membayangkan akan menghadapi benteng yang terlalu defensif atau, lebih buruk, kekacauan akibat overthinking.

​"Aku tidak percaya," gumam Sabre, terkesima. "Dia benar-benar berhasil menjaga ketenangan ini di tengah salju dan kekacauan di luar sana?"

​Lyra terkekeh pelan. "Tentu saja. Kalian melupakan satu hal: dia adalah yang paling terorganisir di antara kita."

​Mereka tidak membuang banyak waktu untuk mengagumi kota. Dari ibu kota, mereka bisa melihat Istana yang megah dan elegan, berdiri tegak di tengah salju. Mereka segera memacu kuda mereka menuju istana tersebut.

​Sesampainya di gerbang utama, mereka turun dari kuda dan melangkah masuk ke dalam kompleks istana. Indra, Sabre, dan Lyra menyusuri lorong dan halaman istana sambil mengamati sekeliling. Semuanya sunyi, bersih, dan sempurna, mencerminkan ketelitian sang Ratu yang memerintah.

.

.

.

.

Setelah melintasi lorong-lorong istana yang dipanaskan secara efisien, mereka akhirnya tiba di ruang tahta. Ruangan itu terasa hangat dan nyaman, sebuah kontras yang menyenangkan dari cuaca di luar.

Di atas singgasana utama, duduklah seorang pria. Pria itu menyambut mereka dengan ekspresi tenang dan senyum tipis.

"Aku sudah menunggu kedatangan kalian, Indra, Lyra, dan Sabre," ucap pria itu, suaranya terdengar ramah namun berwibawa.

Namun, alih-alih membalas sapaan itu, Lyra, Sabre, dan Indra justru terdiam dan saling bertukar pandang penuh keheranan. Mereka memandang pria di singgasana itu, lalu kembali melihat satu sama lain.

Indra berbisik pelan, nyaris tak terdengar. "Bukannya Ratu Hamel City itu Gumi?"

Sabre membalas dengan bisikan bingung, "Aku juga ingatnya Gumi. Apakah kita salah istana?"

Lyra hanya mengangkat bahu, kebingungannya tertutup oleh analisis cepat.

Pria yang duduk di singgasana itu, yang bernama Shin, memandang datar ke arah tiga sahabatnya yang sedang berbisik.

"Jahat sekali," ujar Shin dengan nada yang dibuat-buat terluka. "Setelah sekian lama tidak berjumpa, kalian melupakan bahwa akulah yang memimpin Hamel City? Apakah persahabatan kita sebegitu mudahnya dilupakan?"

Mendengar sindiran itu, Lyra tidak bisa menahan diri. Ia terkekeh, disusul oleh tawa lega dari Indra dan Sabre. Keheranan mereka seketika hilang, digantikan oleh tawa persahabatan yang menanggapi drama kecil Shin.

Mereka menyadari bahwa, terlepas dari siapa pun yang memimpin, dinamika persahabatan mereka tetap sama.

Lyra tersenyum tipis, menanggapi drama yang dimainkan Shin. "Terima kasih sudah menunggu, Shin. Setidaknya kau tidak bersembunyi di dalam lemari seperti saat kita dikejar guru konseling dulu."

Mereka bertiga akhirnya berjalan mendekati singgasana, kini dengan suasana yang sudah kembali akrab.

Indra memulai pembicaraan, langsung ke intinya. "Jadi, sepertinya kamu sudah tahu aku ingin mengajakmu ke Kota Ranox, bukan?"

Shin (Pemimpin Hamel City) bersandar di kursinya, dengan ekspresi dibuat-buat malas. "Bagaimana, ya? Aku juga sedang sibuk di sini. Hamel City ini butuh pengawasan 24 jam. Salju tidak akan berhenti membersihkan dirinya sendiri, kau tahu."

Sabre mendengus, lalu tanpa ragu, ia melangkah maju dan menjitak dahi Shin dengan pelan namun tegas. "Seriuslah, Shin! Ini masalah penting, bukan sekadar urusan inventaris salju."

Shin terkekeh, mengusap dahinya. Sikap pura-puranya segera hilang. "Baiklah, baiklah. Aku ikut."

Indra menatap Shin dengan keheranan. "Tunggu dulu. Kau tidak bertanya alasannya apa? Kenapa Ranox? Kenapa kami semua harus pergi?"

Shin menggelengkan kepala, lalu terkekeh pelan. Matanya memancarkan kehangatan persahabatan sejati. "Kenapa harus tanya? Jika kita sahabat, kita pasti tahu. Aku tahu kau tidak akan datang sejauh ini ke Hamel hanya untuk snack salju. Ada yang salah, dan karena kita terikat, aku adalah bagian dari solusinya."

Lyra mengangguk, menyetujui kata-kata Shin. "Itu benar. Untuk sekali ini, aku bangga dengan pemikiran logismu, Shin."

Dengan demikian, pilar ketiga dari lima pemimpin telah setuju untuk bergabung dalam misi.

Lyra menimpali, menyindir sifat sahabatnya yang kini menjadi Raja. "Ya, kau benar-benar tidak berubah, Todoroki Shin. Kau adalah pria hiperaktif yang paling pemalas yang pernah kukenal. Selalu tidak serius dengan segala hal."

Lyra tersenyum penuh makna. "Tapi ya, aku tahu. Saat kau merasa sudah kelewatan, kau menjadi serius dan berbeda total, seperti orang lain. Walau begitu, kau tetaplah Raja yang humble dan ramah. Sifat inilah yang membuat Hamel City stabil di tanganmu."

Shin membalas sindiran itu dengan segera, tidak ingin kalah.

"Tentu saja aku ramah. Lebih baik ramah daripada menjadi ratu yang mengukur tingkat kecurangan orang dengan senapan," balas Shin dengan nada sarkasme yang tajam. "Setidaknya aku tidak menghabiskan waktu luangku untuk mencari data genetik tentang orang yang membuatku kesal, dasar psikopat yang tidak bisa tidur tanpa jadwal pembunuhan mingguan."

Mendengar pertukaran kata-kata yang begitu jujur dan menusuk antara dua sahabat itu, Indra dan Sabre hanya bisa saling pandang. Mereka berdua menghela napas panjang serempak—sebuah kombinasi dari keheranan atas tingkat kebrutalan verbal Lyra dan keputusasaan karena harus berurusan dengan sifat kekanak-kanakan Shin.

Mereka sadar, petualangan ke Ranox tidak akan pernah membosankan.

.

.

Setelah perbincangan serius yang bercampur candaan, mereka berempat segera menuju penginapan tertutup di sudut kota Hamel City, menghindari perhatian publik istana.

Di dalam penginapan yang tenang dan hangat, Shin akhirnya mendengarkan penjelasan lengkap dari Indra. Indra menceritakan kronologi pesan aneh dari Evelia, kekhawatiran Riana, dan kejanggalan yang ia rasakan sepanjang perjalanan. Sabre menambahkan detail tentang serangan Demon yang semakin sering di jalur Lucius City, dan Lyra menyajikan analisisnya tentang pola kejahatan yang tidak teratur.

Shin mendengarkan dengan serius, sifat hiperaktifnya sejenak lenyap. Ia menopang dagu, memproses informasi yang rumit itu.

"Gumi... batin Shin, memikirkan Ratu Ranox. Dia sangat kompeten dalam pertarungan. Ranox memang rawan Demon, tapi Gumi seharusnya sudah mengatasi serangan Demon skala biasa di kerajaannya."

Ia kemudian menyuarakan kesimpulannya. "Jika benar Evelia meminta bantuan, dan kita tahu Gumi sanggup mengatasi serangan Demon biasa di Kerajaan Ranox, maka masalah yang dihadapi pasti bukan Demon biasa. Pasti ada satu hal yang terlewat, satu detail yang luput dari pengawasan Gumi dan Evelia, yang membuat mereka terpaksa mencari bantuan dari luar."

Lyra mengangguk setuju. "Itu yang kita takutkan. Sesuatu yang lebih halus, atau lebih berbahaya, sedang bermain di sana."

Setelah berdiskusi panjang mengenai logistik perjalanan, kemungkinan ancaman, dan strategi mendekati Ranox—yang dikenal sebagai kota yang sulit diakses—mereka berempat akhirnya sepakat untuk beristirahat. Energi harus dipulihkan sebelum mereka menghadapi babak yang paling tidak terduga dalam misi mereka.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!