"Si4l, apa yang wanita itu rencanakan?
Mengapa setelah surat cerai kutandatangani, dia justru ... berubah?”
...
Lyara Elvera, seorang gadis yang tak merasakan keadilan di keluarganya. Kedua orang tuanya hanya memusatkan kasih sayang pada kakaknya, sementara Lyara tumbuh dengan rasa iri dan keinginan untuk di cintai
Namun, takdir berkata lain. Sebelum kebahagiaan menyentuhnya, Lyara meregang nyawa setelah terjatuh dari lantai tiga sebuah gedung.
Ketika ia membuka mata, sosok misterius menawarkan satu hal mustahil, kesempatan kedua untuk hidup. Tiba-tiba, jiwanya terbangun di tubuh Elvera Lydora, seorang istri dari Theodore Lorenzo, sekaligus ibu dari dua anak.
Namun, hidup sebagai Elvera tak seindah yang terlihat. Lyara harus menghadapi masalah yang ditinggalkan pemilik tubuh aslinya.
“Dia meminjamkan raganya untukku agar aku menyelesaikan masalahnya? Benar-benar jiwa yang licik!”
Kini Lyara terjebak di antara masalah yang bukan miliknya dan kehidupan baru yang menuntut penebusan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Raga Yang Berbeda
Waktu seakan berhenti. Lyara terdiam, jantungnya berdentum pelan. Ia mengangkat pandangan, menatap Nero dengan mata yang masih menyimpan kebingungan dan ketakutan.
“Makanya, kenapa aku bisa melihatmu?” tanya Nero perlahan, suaranya rendah tapi penuh rasa ingin tahu. “Siapa nama aslimu?”
“Lyara Elvera,” jawab Lyara, hampir berbisik. Nama itu membuat dahi Nero berkerut dalam.
“Nama belakangmu … mirip seperti Kak Elvera. Kenapa kamu bisa ada di raganya?”
Lyara mengangkat kedua bahunya lemah. “Aku juga nggak tahu. Sampai sekarang aku masih bertanya-tanya. Yang jelas, aku adalah seorang gadis berusia delapan belas tahun, baru lulus sekolah. Tapi … aku sedang dikejar oleh penagih hutang ayahku. Dan …,”
Suaranya bergetar. Lyara kemudian mulai menceritakan kisah hidupnya sebelum kematiannya,bgetir, kacau, dan penuh rasa tak terima. Nero mendengarkan dalam diam. Tatapannya lembut, seolah memahami luka yang tak terlihat di balik kata-kata Lyara.
“Sampai akhirnya aku terbangun,” lanjut Lyara, menatap ke arah langit-langit dengan mata berkaca. “Jiwa Elvera datang padaku dan menawarkan sebuah kesepakatan. Aku belum sempat menjawab apa-apa, tapi dia langsung menggenggam tanganku. Rasanya seperti tersengat listrik, panas dan menvsuk sampai ke d4da. Saat aku sadar … aku sudah berada di raganya.”
Nero mencondongkan tubuhnya ke depan. “Tunggu … apa yang dikatakan jiwa Elvera padamu?”
Lyara menelan lud4hnya kasar, mencoba mengingat. “Ia bilang aku tak bisa kembali ke ragaku. Itu saja. Tapi aku ingin tahu kenapa. Kalau ada cara … aku ingin kembali. Aku ingin menjadi Lyara Elvera, bukan Elvera Lydora.”
Nada suaranya kini berubah lirih, penuh permohonan. “Aku nggak ingin mengambil hidup orang lain.”
Nero terdiam sejenak, lalu berkata pelan, “Ini … sungguh aneh.”
“Aneh?” Lyara mengerutkan kening, bingung.
Nero mengangguk, menegakkan tubuhnya. “Aku seorang pria berusia tiga puluh tahun. Aku meninggal karena kecelakaan pesawat. Ragaku hancur … aku bahkan tak bisa kembali. Seharusnya aku sudah tiada. Tapi saat membuka mata, aku hidup lagi di raga orang lain. Tanpa kesepakatan apa pun dengan jiwa siapa pun.”
Kata-katanya membuat Lyara terdiam. Untuk pertama kalinya, ia menyadari bahwa ia tidak sendirian dalam keganjilan ini. Nero juga mengalami hal yang sama, jiwa yang hidup di raga asing.
“Bertahun-tahun aku mencari tahu,” lanjut Nero. “Tapi aku tak pernah menemukan jawabannya. Sampai akhirnya aku menyadari … mungkin jiwa yang pergi sebelum waktunya meninggalkan ruang kosong, raga tanpa penghuni. Dan jiwa yang tersesat bisa mengisinya. Kita berada di dua dimensi waktu, antara keabadian dan kehidupan. Itu bukan hal yang bisa dijelaskan dengan logika.”
Lyara mengangguk pelan, wajahnya pucat dan cemas. “Aku tidak ingin memanfaatkan keadaan. Aku hanya ingin kembali ke ragaku sendiri. Aku ingin hidupku yang dulu. Hidup Elvera terlalu rumit … aku tak sanggup.”
Nero menatapnya lama. Ia tahu betul perasaan itu, ketidakberdayaan menjadi orang lain, terjebak dalam kehidupan yang bukan milikmu. Tapi waktu telah memaksanya menerima kenyataan itu, dan ia belajar untuk bertahan.
“Mungkin,” ujar Nero akhirnya, “kamu bisa mencoba mencari keluargamu. Kalau ragamu masih ada … barangkali masih koma, mungkin masih hidup di dunia ini. Kalau begitu, kamu bisa kembali. Tapi kalau tidak …,”
Ia menarik napas dalam. “Kamu harus belajar menerima apa yang semesta tentukan.”
Lyara menunduk. Air matanya jatuh tanpa ia sadari. Ia mengusap wajahnya kasar, lalu menj4mbak rambutnya dengan frustrasi. “Bisakah kamu membantuku?”
Nero menatap ke arah cangkir teh di meja, lalu menggeleng perlahan. “Membantu diriku sendiri saja aku belum bisa, Lyara.”
Lyara mengembuskan napas berat. Ia menutup mata, mencoba berpikir keras. Sementara itu, Nero menyesap teh hangat di depannya, aroma melati samar mengisi ruangan, menenangkan sedikit ketegangan di antara mereka.
“Menjadi sosok Elvera tidak mudah,” lanjut Nero lirih. “Rumah tangganya dengan Theo sedang di ambang kehancuran. Elvera wanita yang keras, begitu juga Theo. Mereka menikah karena wasiat ayah Elvera, padahal keduanya sudah punya kekasih masing-masing.”
Lyara memejamkan mata lagi, wajahnya penuh tekanan. “Sekarang aku harus apa? Semalam Theo menuduhku berselingkuh dengan adik tirinya. Aku bahkan nggak tahu apa pun tentang kehidupan Elvera. Aku nggak punya ingatan apa pun! Tapi aku harus menanggung akibatnya. Aku … takut, Nero.”
Nero menatapnya lekat-lekat. Ia bisa melihat ketakutan Lyara begitu nyata, ketakutan menjadi orang lain, ketakutan kehilangan jati diri, dan ketakutan untuk tak pernah kembali.
“Mungkin,” kata Nero perlahan, “kamu harus mempertimbangkan untuk mengatakan yang sebenarnya pada Theo.”
Lyara menatapnya cepat, terkejut. “Apa kamu pikir dia akan percaya? Dia pasti akan menganggapku wanita gil4! Aku bahkan nggak tahu apakah aku masih punya keluarga, kejadian saat aku jatuh dari gedung itu ternyata sudah lima tahun lalu. Lima tahun, Nero. Aku nggak mengerti kenapa aku baru terbangun sekarang.”
Nero menarik napas panjang. “Itu juga yang membuatku bingung. Kenapa kamu bisa masuk ke raga Elvera lima tahun setelah kejadian itu? Apa yang sebenarnya terjadi?”
Ia menatap Lyara serius, lalu tersenyum tipis. “Tapi satu hal yang pasti, aku akan membantumu mencari keluargamu. Semoga saja, kamu masih bisa kembali ke ragamu.”
Ada sedikit cahaya di mata Lyara. Rasa lega, walau dibalut keraguan. Ia tahu jalan di depannya masih panjang dan gelap, tapi setidaknya, kini ia tidak sendiri.
Namun dalam hati kecilnya, Lyara bertanya, Benarkah ia masih bisa kembali ke raganya yang lama ataukah semesta sudah menulis jalan hidup lain untuknya?