”Elden, jangan cium!” bentak Moza.
”Suruh sapa bantah aku, Sayang, mm?” sahut Elden dingin.
"ELDENNN!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Felina Qwix, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8 - Gagang Telepon
Sore ini, Moza masih gugup, dirinya berada di kamar bersama Elden. Pria tampan itu hanya duduk di tepi ranjang dengan posisi shirtless. Sementara Moza menata beberapa pakaiannya di dalam lemari.
"Moza, gue punya pelayan di apartemen. Bisa gak berhenti lipat bajunya," titah Elden dingin. Tatapannya tak luput dari pergerakan Moza.
"Tapi, gue cewek mandiri." Tegas Moza.
"Siapa bilang!" bentak Elden.
"Gue emang mandiri kok," sahut Moza.
"Gak lagi, kalo sama gue."
Sial, kenapa jantung Moza mendadak tak bisa berdetak dengan stabil? Arkh, sialan pria satu ini.
"Gue ngelarang lo capek." Titah Elden lagi. Suaranya terdengar lebih tegas dari sebelumnya.
Moza menghela napasnya berat. "El, gue-"
"Mulai kapan ada bini yang berani lawan lakinya?" tanya Elden lagi. Sontak, Moza bangkit dari tempatnya di lantai. Dia berdiri, tapi Elden menarik ke sisinya. Hingga keduanya duduk di tepi ranjang berdua. Elden segera menghadapkan tubuh Moza ke arahnya.
Tatapan mereka bertemu dengan wajah mereka yang berhadapan.
"Suka capek-capek, mm?" tanya Elden lagi. Kini, Moza malah lebih gugup. Dia sejatinya mencoba mengontrol diri agar tak terlihat canggung sama sekali.
"Maksudnya?" tanyanya.
Elden terkekeh. "Gue bisa bikin lo capek, hanya karena sama gue. Denger sayang, mm?"
Moza membeku, ketika tangan Elden menyentuh dagunya. Tatapannya tajam, mencabik-cabik pertahanan di hatinya untuk 'tidak mungkin jatuh cinta'
"Mau coba capek sama gue gak?" tanya Elden lagi, suaranya direndahkan, tangannya mengusap pipi Moza dengan lembut.
"Gue bingung, lo mau nyuruh gue ngepel?" tanya Moza polos.
Elden pun terkekeh, senyumnya tipis tapi menawan. "Gue punya pelayan buat itu, Za." Sahut Elden.
"T-terus?"
"Ada hal yang pelayan gak bisa lakuin, dan gak mungkin capek capek sama gue." Sahut Elden lagi. Moza semakin membeku, ketika jarak duduk antara dirinya dan Elden semakin dekat.
"Gue masih gak paham," sahut Moza lagi.
"Mau gue kasih paham, mm?" tanya Elden lagi. Pria itu kini hanya berjarak sejengkal dari wajah Moza. Gadis itu pun gugup bukan main. Kali ini belum dia menjawab Elden sudah menyambar bibir tipisnya, mata Moza terbelalak.
Kecupan itu lembut, tapi menenangkan, dan lama lama membuat Moza spontan menutup matanya. Kedua tangan miliknya, Elden arahkan untuk menumpu di pundaknya. Lama mereka berciuman. Hingga, Moza tak sengaja malah betah dengan ritme yang Elden lakukan.
Selesai, Elden mengusap bibir bawah Moza.
"Capek?"
Moza bodohnya malah menggelengkan kepalanya. Elden pun tersenyum. "Ayo, do other thing that makes you tired."
Sejak perkataan itu muncul, Elden menggendong Moza ke kamar mandi. Gadis itu terkejut bukan main, tapi dia tak bisa menolak, sisi dominan Elden sulit ia kontrol.
”Ini gue suruh apa?"
"Pegang aja."
Moza terdiam, hampir terkesima dengan apa yang genggam. Besar, tegak. "Gue gak bisa giniiii!" Protesnya. Tak sengaja menampar benda itu kecil.
"Sakit, Moza!" Rengek Elden kesal.
Moza pun terkekeh tapi tertahan.
"Harusnya gue yang kesel, bisa bisanya gue suruh pegang gagang telpon punya Lo. Gue bilang gak bisaa." Protesnya.
"Isep!" Titah Elden.
Moza tak bisa berbicara, lihat bentukan nya saja dia sudah bergidik apalagi sampai menjalankan perintah Elden.
"Gue nolak. Bukannya kita boleh ngapa ngapain kalo di depan mama aja?"
"Jadi, mau begini di depan mama gue? Lo sinting, sayang." Tekan Elden dingin. Moza tak berbicara sekarang waktunya mencari celah untuk pengalihan topik.
"Elden, Lo gak tau selain gue cupu, gue dikenal matre. Itu sebabnya gak ada yang mau sama gue. Jadi, Lo tau kan konsukue-" belum Moza melanjutkan, Elden tertawa.
"Mau duit berapa buat gue puas, mm?"
"Hah?"
"Tinggal bilang. Gue itung sebagai nafkah istri gue tiap hari." Jelas Elden santai. Moza pun tersedak.
"Satu kali isap 200 ribu." Tekan Moza sembarangan.
"Satu kali masuk, 300 ribu? Deal?" tanya Elden.
Moza terbelalak. "No, no. Gak bisa. Gue gak minta masuk!"
"Katanya matre, mm?" Sahut Elden nakal. Pria itu mencolek dagu Moza. Mata Hypernya kental terlihat. Siapa yang pernah melihat sisi Elden yang ini kalo bukan Moza?
Moza pun pasrah. Ketika Elden mengeluarkan uang 5 juta di hadapannya. "Cash. Sayang boleh berapa kali masuk? Lo gak bisa remehkan anak keluarga Pitch ini." Kekehnya, remeh dan mengejek.
"Jangan-jangan, Lo sama Mirna pernah-"
Shuuush.
Elden mendekatkan wajahnya ke arah Moza. "Gue gak pernah main main sama cewek kalo belum gue akad." Napasnya tersapu di kulit pipi Moza. Gadis itu bergidik ngeri.
"Gue gak mau dimasukin. Gue takut." Rengeknya.
"Yakin?" Goda Elden.
"Yakin kok. Gue-"
Cup.
Kecupan itu dalam mendarat lagi, tak lupa tangan kekar itu me nelu sup di balik blouse cantikk itu. Melakukan apa saja yang membuat Moza menepis tapi akhirnya dia terikut juga.
"El, please stop. Geli."
"Apanya, mm?"
"Lo mau jadi bayi apa gimana?"
"Mau jadi apa aja gak usah atur gue. Pegang adek gue." Titah Elden dingin, tapi bibirnya tak henti-hentinya mela kukan permainan konyol di atas buah melon fresh milik Moza.
Dan
Ding dong!
Bel apartemen berbunyi. Elden hampir lupa kalo sekarang dia mengadakan party dengan teman-temannya. Sontak, ia menghentikan aktifitasnya. "Mandi, Sayang. Aku mau bukain temen temen dulu." Ucapnya yang lantas memasang resleting celananya. Moza menarik napasnya lega.
Banyak hickey berkeliaran di dekat leher dan bagian melon freshnya. Moza membeku sejenak. "Tadi, bisa bisanya gue diem? Kenapa gue jadii lupa diri!!!" keluhnya. Gadis itu langsung saja berdiri dan ke kamar mandi.
***
Jam 8 malam.
Niel dan Zon bakar jagung dan daging.
"Lo malam ini kenapa cemberut, masak party party gini lonya gak niat!" Protes Niel pada Elden. Sementara Elden hanya menghisap rokoknya dalam.
"Gue lagi kesel."
"Kesel? Apa yang lo keselin? Mau minta jatah tinggal ambil, mau duit juga banyak." Sahut Nimbuz yang nyerocos bawa kipas tangan.
"Kesel gegara kalian." Sahut Elden datar. Dia masih ingat momen bersama Moza tadi, andai saja teman temannya tidak datang, tak mungkin Elden menghentikan pergerakannya.
Tubuh bak gitar Spanyol itu membuat Elden terngiang-ngiang berkali-kali. Tak henti-hentinya, Elden kagum, tapi sialnya kenapa dia lupa kalo malam ini mengundang teman temannya ke apartemennya?
"Lo marah ke kita? Apa karena tadi lo hampir goal, terus kita datang?" sahut Niel seenak mulutnya.
"Gak. Dah ah, gue mau panggil Moza buat gabung ke sini." Sahut Elden datar. Pria itu lantas pergi begitu saja. Moza yang masih merias diri di depan meja riasnya yang ada di kamar di protes oleh Elden.
"Gak usah cantik, cantik." Sesalnya.
"Gue cuma pakai lipstik." Sangkal Moza. Tanpa basa-basi Elden menghapus riasan Moza dengan tangannya. "Gak usah. Gak usah rias diri. Gue gak suka berbagi."
lah kok bisa jadi jovano itu loh /Hammer/