NovelToon NovelToon
Rahasia Kelam Di Balik Sutra

Rahasia Kelam Di Balik Sutra

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Rebirth For Love / Cinta Terlarang / Romansa / Cintapertama / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Fitri Novianti

Seorang putri Adipati menikahi putra mahkota melalui dekrit pernikahan, namun kebahagiaan yang diharapkan berubah menjadi luka dan pengkhianatan. Rahasia demi rahasia terungkap, membuatnya mempertanyakan siapa yang bisa dipercaya. Di tengah kekacauan, ia mengambil langkah berani dengan meminta dekrit perceraian untuk membebaskan diri dari takdir yang mengikatnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Novianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 08

Keesokan harinya, Cheng Xiao terbangun dengan memar di pipinya yang terasa sedikit lebih baik, meskipun masih meninggalkan jejak keunguan yang kentara. Kepalanya berdenyut pelan, sisa dari tangisan semalam dan mimpi-mimpi buruk yang menghantuinya sepanjang malam. Tidurnya tidak nyenyak, pikirannya terus berkecamuk dengan penyesalan dan kekhawatiran.

"Lian'er, bantu aku mandi," panggil Cheng Xiao dengan suara serak, memecah kesunyian pagi. Lian'er, yang sudah menunggu di depan pintu kamarnya, segera menyahut.

"Baik, Nona," jawabnya dengan nada riang, berusaha menyembunyikan kekhawatiran di hatinya.

Saat Cheng Xiao tengah berendam dalam air hangat yang menenangkan, Lian'er menyiapkan pakaian yang akan dikenakan oleh Cheng Xiao. Dengan sengaja, pelayan itu memilihkan pakaian yang biasa dikenakan Cheng Xiao sebelum menikah dengan putra mahkota Wang Yuwen. Gaun-gaun berwarna cerah dengan motif bunga lili, jauh berbeda dengan gaun-gaun mewah berwarna gelap yang kini memenuhi lemari istananya.

"Mari kita berbahagia untuk beberapa hari ke depan," gumam Lian'er lirih, berharap rencananya akan berhasil.

Cheng Xiao adalah wanita yang sangat ceria dan penuh semangat. Ia lebih menyukai keindahan dan kesederhanaan bunga lili, dibandingkan dengan kemewahan dan keanggunan bunga mawar. Semua perhiasan dan motif pada gaun-gaunnya, didominasi oleh gambar dan ukiran bunga lili. Namun, setelah menikah dengan putra mahkota, Cheng Xiao rela mengubah semua kesukaannya, karena Wang Yuwen menyukai bunga mawar, bunga yang juga disukai oleh Su Jing Ying. Ia rela mengorbankan identitasnya demi menyenangkan hati suaminya.

Lian'er dengan telaten membantu Cheng Xiao menata rambutnya, menyisir helaian demi helaian dengan lembut. Ia juga memasangkan hiasan kepala berbentuk bunga lili yang terbuat dari perak. "Selesai!" seru Lian'er dengan semangat, berusaha membangkitkan keceriaan di wajah nona mudanya.

Cheng Xiao menatap pantulan dirinya di cermin perunggu. Matanya berkaca-kaca saat melihat penampilannya yang kembali seperti dulu. Gaun berwarna kuning cerah dengan motif bunga lili, rambut yang ditata dengan sederhana, dan hiasan kepala yang berkilauan. Semuanya sama seperti dulu, hanya saja tatapan sendu dan luka yang mendalam di matanya kini berbeda dari tatapan ceria dan polosnya dulu.

"Terima kasih, Lian'er," ujar Cheng Xiao dengan senyum tipis yang dipaksakan.

Keduanya lalu berjalan bersama menuju ruang makan untuk sarapan bersama dengan Adipati Cheng. Dari pintu ruang baca sang ayah, Cheng Xiao dapat melihat ayahnya yang sedang menunggu dengan gelisah. Pria itu mondar-mandir di depan pintu, raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang mendalam. Cheng Xiao menarik napas dalam-dalam, lalu memasang senyum lebar di wajahnya, juga tatapan penuh binar ceria yang dulu menjadi ciri khasnya.

"Ayah, aku datang!" ujarnya dengan suara ceria, berusaha menyembunyikan kesedihan dan penderitaan yang ia rasakan.

Bibi Pelayan, tangan kanan Adipati, dan juga Adipati Cheng menoleh serentak dan melihat Cheng Xiao yang tampak penuh semangat dan ceria, seperti dulu. Mereka seolah melihat Cheng Xiao di masa lalu, saat melihat wanita itu masuk dengan senyum lebar, juga tatapan binar bahagia yang menyembunyikan luka yang menganga di hatinya. Mereka tahu, Cheng Xiao sedang berusaha keras untuk membuat mereka bahagia, meskipun hatinya sendiri hancur berkeping-keping.

Adipati Cheng membeku sesaat, terkejut dengan perubahan penampilan putrinya. Senyum perlahan merekah di wajahnya yang tadinya tegang. Ia menghampiri Cheng Xiao dan memeluknya erat. "Xiao'er, kau terlihat cantik sekali," ujarnya lembut, suaranya bergetar menahan haru.

Cheng Xiao membalas pelukan ayahnya dengan erat. Ia menyandarkan kepalanya di bahu ayahnya, merasakan kehangatan dan keamanan yang sudah lama tidak ia rasakan. "Ayah juga terlihat sehat," balasnya dengan nada ceria, berusaha menyembunyikan air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya.

Bibi Pelayan tersenyum lega melihat pemandangan itu. Ia tahu, Cheng Xiao dan Adipati Cheng saling menyayangi satu sama lain. Ia berharap, kebersamaan ini bisa mengobati luka di hati mereka berdua.

Mereka berdua duduk di meja makan dan menikmati sarapan yang telah disiapkan oleh para pelayan. Suasana di ruang makan terasa hangat dan nyaman, seolah tidak ada masalah yang sedang mereka hadapi. Cheng Xiao bercerita tentang bunga-bunga lili yang tumbuh di taman belakang rumahnya, tentang buku-buku yang sedang ia baca, dan tentang hal-hal kecil lainnya yang membuat ayahnya tertawa.

Namun, di balik senyum dan tawa Cheng Xiao, tersimpan luka yang mendalam. Ia tahu, kebahagiaan ini hanya sementara. Ia tahu, ia harus kembali ke istana putra mahkota dan menghadapi kenyataan pahit yang menantinya.

Setelah sarapan selesai, Adipati Cheng mengajak Cheng Xiao berjalan-jalan di taman belakang rumahnya. Mereka berjalan berdampingan di antara bunga-bunga lili yang bermekaran, menikmati keindahan alam dan menghirup udara segar.

"Xiao'er, ayah ingin kau tahu bahwa ayah selalu ada untukmu," ujar Adipati Cheng dengan nada serius, memecah kesunyian di antara mereka.

Cheng Xiao menoleh menatap ayahnya. "Aku tahu, Ayah," jawabnya lembut.

"Apapun yang terjadi, jangan pernah lupakan bahwa kau adalah putri ayah. Kau adalah wanita yang kuat dan berani. Jangan biarkan siapapun merendahkanmu atau menyakitimu," lanjut Adipati Cheng dengan tatapan penuh kasih sayang.

Cheng Xiao menggenggam tangan ayahnya dengan erat. "Aku tidak akan melupakan itu, Ayah. Aku akan selalu menjadi putri Ayah," jawabnya dengan suara yang lebih tegas.

Adipati Cheng tersenyum bangga. Ia tahu, putrinya adalah wanita yang luar biasa. Ia yakin, Cheng Xiao akan mampu menghadapi semua tantangan yang ada di hadapannya.

Saat mereka kembali ke dalam rumah, seorang pelayan datang menghampiri mereka. "Tuan Adipati, ada utusan dari istana putra mahkota yang datang mencari Nona Cheng Xiao," ujarnya dengan nada hormat.

Wajah Cheng Xiao berubah pucat saat mendengar berita itu. Ia tahu, waktunya untuk kembali ke istana telah tiba. Ia menatap ayahnya dengan tatapan penuh ketakutan.

Adipati Cheng menggenggam tangan putrinya dengan erat, memberikan kekuatan dan dukungan. "Jangan takut, Xiao'er. Ayah akan selalu bersamamu," ujarnya dengan nada menenangkan.

Cheng Xiao mengangguk pelan, lalu dengan langkah tegar ia pergi menemui utusan dari istana putra mahkota. Di halaman depan, Zhu Tian, tangan kanan putra mahkota Wang Yuwen, berdiri dengan sikap hormat namun wajah datar. "Nona, Putra Mahkota meminta Anda untuk segera kembali ke istana," ujarnya tanpa basa-basi.

Cheng Xiao menghela napas panjang, berusaha mengendalikan emosinya. "Aku akan kembali setelah memar di wajahku menghilang," jawabnya dengan nada tegas, menatap langsung ke arah Zhu Tian. Ia tidak ingin kembali ke istana dengan wajah penuh luka, menjadi bahan gunjingan dan tatapan kasihan dari orang-orang di sana.

Zhu Tian terdiam sejenak, menimbang jawaban Cheng Xiao. Ia menyadari, memar di wajah wanita itu memang masih terlihat jelas dan parah. Jika Cheng Xiao kembali ke istana putra mahkota dalam keadaan seperti ini, bukan tidak mungkin Kaisar dan Permaisuri akan curiga. Apalagi, para pangeran dan putri dari keluarga kerajaan sering berkunjung ke istana putra mahkota. Hal ini bisa menimbulkan masalah yang lebih besar bagi Wang Yuwen.

"Baiklah, saya akan menyampaikan hal ini kepada Putra Mahkota. Namun, saya harap Nona akan segera kembali ke istana setelah memar itu memudar," ujar Zhu Tian dengan nada formal, lalu berbalik dan pergi meninggalkan kediaman Adipati Cheng.

Cheng Xiao termenung, menatap kepergian Zhu Tian dengan tatapan kosong. Kata-kata utusan itu terus terngiang di benaknya. "Pulang? Apakah tempat itu pantas disebut rumah untuk pulang?" gumamnya lirih, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Istana putra mahkota, tempat yang seharusnya menjadi rumah baginya, kini terasa seperti penjara yang penuh dengan siksaan dan penderitaan. Ia merindukan kehangatan dan kebahagiaan yang dulu pernah ia rasakan di rumahnya, di kediaman Adipati Cheng.

1
Natasya
👍
Nurhasanah
dari bab awal sampe bab ini ... fl nya cuma bisa nangis doang nggak ada gebrakan apapun😏😏
yumin kwan
ish.... kok kaisar ga langsung aja kasih dekrit perceraian....
semangat up nya 💪
Ani_Sudrajat
Cerita nya bagus ..
Marini Dewi
semangat thor biar bnyk up Nya. hehehe
Ani_Sudrajat
Orang tua mana yg tidak sedih melihat putri kesayangannya di perlakukan seperti itu??
yumin kwan
kasian sekali cheng xiao.....
semangat up lagi 💪💪💪
echa purin
👍🏻👍🏻
Ani_Sudrajat
Bagus ceritanya.
Semangat thor 💪
Marini Dewi
alur cerita y sangat menarik, semangat thor 💪💪💪
Ani_Sudrajat
Up nya tambah lagi thor 😄
Marini Dewi
bikin gregetan. up lagi Thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!