udihianati sahabat sendiri, Amalia malah dapat CEO.
ayok. ikuti kisahnya ☺️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon uutami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 5 : Melebur dengan Bara
Lia masih terduduk di ujung sofa, tubuhnya hanya diselimuti handuk tipis. Napasnya belum stabil. Matanya terus menatap pria asing yang berdiri dengan tenang di hadapannya, dan sudah memakai penutup seperti dirinya. Lelaki itu tampak tenang, tapi sorot matanya tajam, seolah tahu persis siapa dirinya dan apa yang ia inginkan.
"Siapa kamu sebenarnya?" Lia bertanya, masih mencoba menguasai ketakutannya. "Kenapa kau memper kosa ku? Jahanam! Apa salahku?"
Pria itu menatap lurus ke arahnya. "Aku? Bara," ucapnya tegas.
"Barra? Pantas saja has ratmu sangat menyala, sampai memper kosaku!" sinis Lia. "Dua kali bahkan!"
"Ha ha ha ha."
Pria bernama Barra itu tersenyum tipis,"Aku hanya memberimu pelajaran yang masuk ke kamarku tanpa ijin."
"Pelajaran? Pemer kosa an ini kau sebut pelajaran!? Manusia macam apa kamu!?" desis Lia menggebu. Napasnya memburu,"Aku akan membuat keluhan pada manager hotel ini."
"Kau sudah bertemu pemiliknya langsung. Mengeluhlah padaku!"
"Apa?" Mata Lia melebar.
Lia mendengus. "Kau! Kau yang masuk kamarku tanpa izin, dan sekarang bicara soal kepemilikan?"
"Ah, benar juga. Kau sekarang juga milikku."
"Dasar sinting!" Lia makin kesal karena sekarang malah jadi milik orang secara tiba-tiba.
Bara mendekat, langkahnya mantap. Tidak tergesa, tapi penuh kendali. Ia berhenti hanya sejengkal dari Lia, menunduk, menatap matanya dalam-dalam.
"Ini kamarku, Nona," bisiknya. "Semua yang ada di sini, adalah milikku. Termasuk kau!" sambungnya sambil menunjuk dada Lia.
Lia menepis, memalingkan wajah,"Aku akan membuat keluhan!" Bara menangkup dagunya, memaksanya kembali menatap.
"Kau orang pertama yang berani menepis tanganku. Mengeluhlah sekarang!"
"Kau keparat! Brengsek gila! Aku akan menuntut hotel ini!"
Bara tersenyum,"Berapa?"
"2 milyar!" Lia menatap benci. Bara menatap lama, lalu mengulas senyum.
"Aku melihatmu, angkuh. Sangat angkuh. Tapi, matamu penuh luka. Apa kau tau? Satu-satunya cara menyembuhkan luka... adalah membakar semuanya sampai habis. Dengan Barra!"
Lia menelan ludah. Degup jantungnya tak karuan.
"Kamu sinting," bisiknya.
Bara tersenyum miring. "Kau boleh bilang itu. Kau pengecualian."
Dan dalam sekejap, ciu man itu datang, keras, dalam, dan menuntut. Lia menolak. Mencoba memberontak, tapi... Dia sangat sadar. Pengalaman di kamar mandi tadi cukup untuknya belajar. Akhirnya, dia memilih pasrah. Menikmati meski perih.
Kini semua berubah. Bukan romansa manis, tapi letupan api dari dua orang yang sedang meledak. Tangan Bara menelusuri punggungnya, menyingkirkan handuk tanpa ampun, membuat Lia terhuyung dalam pelukannya.
Ia mengangkat tubuh Lia dengan mudah, membawanya kembali ke ranjang. Tanpa melepas tatapan, Bara berbisik di telinganya, "Kau milikku, Nona. Malam ini, dan malam-malam selanjutnya..."
"Kau.... Bajingan!"
Bara menciumnya lagi, lebih rakus dari sebelumnya.
Malam itu, hujan mengguyur pelan di luar jendela kamar hotel. Di dalamnya, kehangatan tubuh dua insan berpadu dalam bisu, dalam desir napas dan bisikan kecil yang hanya mereka berdua pahami.
*****
Lia terbangun di tengah malam, tubuhnya masih menyisakan jejak hangat pertemuan mereka. Ia melirik ke samping. Bara tidur dengan dada terbuka, napasnya teratur, wajahnya damai.
"Lima kali..." gumamnya menghitung.
Walau yang pertama dan kedua dia menolak, tapi yang berikutnya, ia mulai menikmati. Lia memejamkan mata, ia ikuti saja alur yang sudah dibuat. Entah bagaimana hidupnya nanti... Lia pasrah....
"Aku sudah hancur.... Jadi bakar saja semua... Dengan Barra...."
Lia memejamkan matanya, dari sudut mata, kristal bening mengalir lagi.