Elise, seorang gadis keturunan bangsawan kaya, hidupnya terikat pada aturan keluarga. Untuk mendapatkan harta warisan, ia diwajibkan menikah dan segera melahirkan keturunan. Namun Elise menolak. Baginya, pernikahan hanyalah belenggu, dan ia ingin memiliki seorang anak tanpa harus menyerahkan diri pada suami yang dipaksakan.
Keputusan nekat membawanya ke luar negeri, ke sebuah laboratorium ternama yang menawarkan program bayi tabung. Ia pikir segalanya akan berjalan sesuai rencana—hingga sebuah kesalahan fatal terjadi. Benih yang dimasukkan ke rahimnya ternyata bukan milik donor anonim, melainkan milik Diego Frederick, mafia paling berkuasa dan kejam di Italia.
Ketika Diego mengetahui benihnya dicuri dan kini tengah berkembang dalam tubuh seorang wanita misterius, murka pun meledak. Baginya, tak ada yang boleh menyentuh atau memiliki warisannya.
Sementara Elise berusaha melarikan diri, Diego justru bersumpah akan menemukan wanita itu, dengan segala cara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 20
Elise dengan susah payah mendudukkan Diego di sisi ranjang king size empuk milik pria itu.
“Tunggulah di sini sebentar,” kata Elise, berusaha terdengar tenang di tengah situasi ini. Lalu bergegas menuju laci untuk mengambil obat.
Diego menahan pergelangan tangan Elise, cengkeramannya dengan tenaga yang cukup lemah.
“Kau mau kemana?” tanya Diego sembari menahan rasa sakit dan gatal yang begitu menyiksa.
“Mengambil obat,” jawab Elise singkat.
“Cepat, jangan lama-lama,” ujar Diego sambil meringis. Setiap detik terasa seperti penyiksaan.
Elise bergegas mencari obat alergi yang Jimmy bilang ada di laci lemari nakas. Setelah menemukannya, ia menyambar segelas air yang sudah tersedia di meja, lalu duduk di sisi Diego.
Elise benar-benar merasa kasihan. Mungkinkah ini yang Diego maksud ketika ia mengatakan dirinya menderita penyakit aneh yang tak bisa bersentuhan dengan orang lain, dan bahwa Elise adalah penawarnya?
“Ini, minumlah, Tuan,” ucap Elise, menyodorkan beberapa butir obat yang ia keluarkan dari kemasan. Wajah Diego yang semakin pucat membuatnya khawatir.
“Apa yang kau tunggu? Cepat minum!” desak Elise.
Diego menatap obat itu, kemudian beralih menatap mata Elise dengan pandangan kosong.
“Kau pikir aku bisa meminumnya saat keadaanku selemah ini...?” lirih Diego, terdengar seperti rengekan seorang anak kecil.
“Jadi, mau anda bagaimana?” tanya Elise, menatap serius pria itu. Ia harus cepat. Kondisinya bisa memburuk lagi kalau terlalu lama menunda minum obat.
“Kau yang minum, lalu berikan obat itu padaku,” jawab Diego. Kalimat itu diucapkan dengan mata yang sedikit terpejam, menahan pening di kepala.
Elise membelalak. “M-maksud anda, anda mau mengambilnya dari mulut saya?”
Diego hanya mengangguk, tanpa keraguan sedikit pun, seolah itu adalah hal yang paling normal di dunia.
Ini gila! maki Elise dalam hati. Bibirnya masih perawan, dan sekarang, pria yang baru ia kenal dan yang dicurigai sebagai seorang mafia, meminta hal yang benar-benar tak masuk akal.
Ini adalah ciuman pertamanya, dan ia harus menyerahkannya hanya demi sebuah obat.
“Nona, cepatlah. Apa kau mau aku mati dulu baru memberikan obat itu?” ujar Diego lagi, nadanya semakin mendesak dan terputus-putus. “Jangan lupa, siapa yang sudah melunasi biaya rumah sakit Alex.“
“Tapi, Tuan...” Elise ragu, pikirannya berkecamuk antara rasa malu dan juga panik.
“Baiklah jika kau memilih melihatku mati. Tetaplah duduk dan nikmati bagaimana malaikat maut mencabut nyawaku, lalu—”
Belum sempat Diego menyelesaikan kalimatnya yang mengandung ancaman terselubung, Elise segera memasukkan beberapa butir obat ke dalam mulutnya, lalu tanpa berpikir panjang, ia mencondongkan tubuh, menempelkan bibirnya pada bibir Diego.
Perlahan, ia memindahkan obat itu ke mulut Diego, lalu, dengan sigap, ia meminum sedikit air dan memberikannya juga lewat tautan bibirnya.
Glek!
Obat itu tertelan oleh Diego.
Elise menarik napas lega, merasakan beban berat terangkat dari dadanya. Ia segera hendak melepaskan tautan bibir itu, namun cengkeraman tangan Diego di tengkuknya tiba-tiba menguat.
Ciuman yang awalnya hanya sebuah transfer obat, kini tak lagi bisa dihindarkan. Diego menahan tengkuk Elise dan memperdalam sentuhan itu.
“Astaga, apa yang dilakukan pria ini?!” jerit Elise dalam hati. Apa jangan-jangan dia mencari kesempatan dalam kesempitan?!
Di tengah kepanikan Elise, Diego justru tersenyum tipis. Matanya perlahan terbuka, menatap Elise yang begitu dekat.
Rasa gatal dan sakit di kulitnya seolah mereda seketika, tergantikan oleh sensasi aneh yang menyenangkan.
“Jadi, seperti ini rasanya berciuman? Lumayan enak. Bibirnya sangat empuk, seperti jelly,” batin Diego, senyumnya melebar.
Diego memejamkan mata lagi, membiarkan efek obat dan sentuhan itu bekerja.
Elise, yang menyadari bahwa ciuman itu kini lebih bersifat dinikmati ketimbang pengobatan, berusaha menarik diri dengan sisa-sisa kekuatannya.
Sentuhan bibir itu memang singkat, namun meninggalkan bekas yang begitu dalam di ingatan Elise.
***
Di luar pintu kamar Diego yang terkunci, Jimmy berdiri seperti patung, jantungnya berdetak kencang.
Kekhawatiran akan nasib tuannya yang sedang bertarung melawan reaksi alergi aneh bercampur aduk dengan rasa sakit yang luar biasa.
Pasalnya, saat ini Alex sedang naik ke punggungnya.
“Rasakan! Siapa suruh mengunci Mama dari luar!” seru Alex, kedua tangannya menjambak rambut Jimmy tanpa ampun.
Penampilan Jimmy, yang biasanya rapi sempurna, kini benar-benar acak-acakan. Beberapa helai rambutnya terasa seperti dicabut paksa.
Jimmy, pengawal pribadi Diego yang dingin dan tangguh, yang sering berhadapan dengan bahaya paling mematikan di dunia mafia, kini hanya bisa menahan tangis dan meringis dalam hati.
“Ya Tuhan, ini adalah penyiksaan kelas kakap!” batin Jimmy. Ia sudah pernah ditikam, ditembak, bahkan disekap, tapi baru kali ini ia diperlakukan semena-mena oleh seorang bocah berusia enam tahun.
Sungguh, ini adalah aib profesional!
“Lepaskan aku, Alex. Aku sedang bekerja,” pinta Jimmy dengan suara tertahan. Ia berusaha melepaskan diri tanpa menyakiti Alex.
“Tidak mau! Kau mengunci Mama, berarti kau jahat!” Alex makin mengeratkan jambakannya. “Jimmy itu bodoh. Mama dan paman Diego sedang kissing di dalam. Harusnya paman mengintip, bukan malah mengunci mereka!”
Jimmy terkejut setengah mati. Mengintip?! Bocah ini benar-benar cerdas dan... mengerikan!
“Bagaimana bisa kau tahu kalau mereka sedang berciuman?” tanya Jimmy, pura-pura tidak mengerti.
Alex mencibir. “Tentu saja aku tahu! Paman Diego pasti berpura-pura lemah, lalu meminta minum obat dari mulut, itu pasti kissing! Di film-film juga begitu!”
Jimmy tak bisa berkata-kata. Mungkinkah ucapan Alex benar?
“Sekarang, buka pintunya, aku mau masuk. Aku harus memastikan paman Diego tidak macam-macam pada mama!” teriak Alex.
Jimmy menelan ludah. Tugasnya kini bukan hanya menjaga pintu kamar Diego, tapi juga mencegah bocah keras kepala ini.
“Semoga obat itu cepat bekerja sebelum rambutku botak karena keganasan Alex,” tangis Jimmy dalam hati.
lanjut thor💪💪semngt
Kamu akan diratukan oleh seorang mafia kejam kerana telah melahirkan benihnya yg premium langsung penerusnya..