NovelToon NovelToon
MEMPERBAIKI WALAU SUDAH TERLAMBAT

MEMPERBAIKI WALAU SUDAH TERLAMBAT

Status: sedang berlangsung
Genre:Bapak rumah tangga / Selingkuh / Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat / Aliansi Pernikahan / Mengubah Takdir
Popularitas:686
Nilai: 5
Nama Author: frj_nyt

Ongoing

Feng Niu dan Ji Chen menikah dalam pernikahan tanpa cinta. Di balik kemewahan dan senyum palsu, mereka menghadapi konflik, pengkhianatan, dan luka yang tak terucapkan. Kehadiran anak mereka, Xiao Fan, semakin memperumit hubungan yang penuh ketegangan.

Saat Feng Niu tergoda oleh pria lain dan Ji Chen diam-diam menanggung sakit hatinya, dunia mereka mulai runtuh oleh perselingkuhan, kebohongan, dan skandal yang mengancam reputasi keluarga. Namun waktu memberi kesempatan kedua: sebuah kesadaran, perubahan, dan perlahan muncul cinta yang hangat di antara mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon frj_nyt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

7

Ji Chen menandatangani surat itu tanpa ragu. Pulpen mahal bergerak stabil di atas kertas, seolah keputusan ini sudah dipikirkannya matang-matang. Padahal, yang sebenarnya terjadi: ia hanya lelah.

Lelah pulang ke rumah yang dingin. Lelah melihat Feng Niu selalu berdiri dengan satu kaki di luar pernikahan mereka. Lelah berharap pada perubahan yang tak pernah datang. “Selamat, Tuan Ji,” kata agen properti itu ramah. “Rumah ini sangat cocok untuk keluarga kecil.”

Kata keluarga kembali terdengar. Ji Chen mengangguk sopan, tapi tidak tersenyum. Ia hanya meraih map dokumen itu, berdiri, dan berkata, “Terima kasih.”

Di luar gedung, angin sore berembus pelan. Kota terlihat indah dari kejauhan tertata, rapi, sukses. Segalanya tampak seperti hidup yang seharusnya ia miliki.

Namun dadanya terasa kosong. Ia membuka ponsel, menatap nama Feng Niu di layar. Jarinya sempat menggantung di atas tombol panggil, lalu mundur. Tidak sekarang.

Rumah itu berada di kawasan tenang, jauh dari pusat kota, dengan halaman kecil dan jendela besar yang menghadap taman. Ji Chen memilihnya tanpa bertanya pendapat Feng Niu.

Bukan karena ia tidak peduli. Justru karena ia tahu Feng Niu tidak akan peduli.

Hari pertama mereka pindah, Feng Niu datang terlambat. Ji Chen sudah berdiri di ruang tamu, menatap kotak-kotak kardus yang belum dibuka. Pelayan sibuk mondar-mandir, tapi rumah itu tetap terasa… hampa. Feng Niu masuk dengan wajah lelah, tas disampirkan sembarangan. “Ini?” tanyanya singkat, memandang sekeliling.

“Rumah baru,” jawab Ji Chen. Ada sedikit harap di suaranya, meski ia berusaha menyembunyikannya. “Lebih tenang. Cocok untuk—”

“Kamu beli tanpa bertanya,” potong Feng Niu. Ji Chen mengangguk. “Aku pikir kamu tidak akan keberatan.” Feng Niu tertawa kecil. Tidak marah. Tidak senang. Hanya datar. “Kamu benar. Aku memang tidak keberatan.”

Jawaban itu seharusnya melegakan. Entah kenapa, justru terasa lebih menyakitkan. Ia meletakkan tasnya di sofa, lalu berjalan ke jendela. “Pemandangannya bagus.” Ji Chen berdiri di belakangnya. “Aku pikir… mungkin kalau suasananya berubah—”

“Kita juga berubah?” Feng Niu menoleh, alisnya terangkat. “Ji Chen, rumah tidak pernah jadi masalah kita.” Kalimat itu menghantam tepat sasaran. Ji Chen terdiam. Feng Niu melanjutkan dengan nada ringan, seolah membicarakan cuaca. “Masalah kita adalah kita menikah karena kewajiban, bukan karena ingin.” Ia menyentuh perutnya sebentar gerakan refleks, cepat, lalu ditarik kembali.

“Dan sekarang ada sesuatu di antara kita yang bahkan tidak kita rencanakan.” Ji Chen ingin mendekat. Ingin mengatakan bahwa ia ingin. Bahwa anak itu bukan beban baginya. Namun Feng Niu sudah berjalan menjauh, menuju kamar utama. “Panggil aku kalau makan malam,” katanya tanpa menoleh.

Malam pertama di rumah baru terasa asing. Ji Chen berbaring di sisi kiri ranjang, Feng Niu di sisi kanan. Ada jarak yang cukup untuk seseorang berdiri di antara mereka dan tidak terlihat aneh. “Rumah ini mahal,” kata Feng Niu tiba-tiba, menatap langit-langit. Ji Chen menoleh. “Aku mampu.”

“Aku tahu.” Feng Niu tersenyum tipis. “Kamu selalu mampu. Itulah kenapa semua orang bilang aku beruntung.” Ji Chen tidak menjawab. “Ji Chen,” lanjut Feng Niu pelan, “kalau suatu hari aku tidak bisa jadi ibu yang baik…”

Ia berhenti. Ji Chen menahan napas. “…kamu tidak akan membenciku, kan?” Pertanyaan itu membuat Ji Chen menoleh sepenuhnya. “Kenapa kamu berpikir begitu?” Feng Niu memejamkan mata. “Karena aku bahkan tidak yakin aku ingin mencoba.”

Kejujuran itu lebih menyakitkan daripada kemarahan. Ji Chen duduk, menatap punggung Feng Niu. “Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan,” katanya jujur. “Tapi aku tahu satu hal aku tidak akan pergi.”

Feng Niu membuka mata. “Aku tidak butuh janji,” katanya pelan. “Aku butuh ruang.” Ji Chen mengangguk. Ia berbaring kembali, memunggungi Feng Niu kali ini. Di rumah baru, dengan ranjang baru, dengan janji yang tidak pernah diminta Ia tetap sendirian.

Beberapa hari kemudian, Fu Ji Rong datang berkunjung. Kakaknya itu berdiri di ruang tamu, memandang sekitar dengan ekspresi netral. “Rumahnya bagus.” Ji Chen menuangkan teh. “Kupikir begitu.”

“Kamu berharap ini memperbaiki segalanya?” tanya Fu Ji Rong langsung. Ji Chen tidak menyangkal. “Aku hanya ingin memberi yang terbaik.”

Fu Ji Rong menghela napas. “Memberi yang terbaik tidak selalu berarti memberi lebih banyak.” Ji Chen menatap cangkir tehnya. “Aku kehabisan cara.”

“Kamu tidak kehabisan,” jawab Fu Ji Rong. “Kamu hanya sendirian dalam usaha ini.” Kalimat itu tepat. Terlalu tepat. “Dan Feng Niu?” tanya Fu Ji Rong lagi. Ji Chen terdiam lama. “Dia… masih di tempat yang sama.”

Fu Ji Rong menepuk bahunya. “Jangan hancur sendirian.” Ji Chen mengangguk, meski tahu itulah yang sudah ia lakukan sejak awal.

Malam itu, Ji Chen duduk sendirian di ruang tamu. Lampu hanya menyala setengah. Dari kamar, terdengar suara Feng Niu berbicara di telepon tertawa kecil, hidup, jauh. Ia menatap rumah itu sekali lagi. Dinding putih. Sofa mahal. Meja makan panjang. Semuanya sempurna. Kecuali perasaan di dadanya yang semakin kosong.

Ji Chen menyadari satu hal dengan pahit: rumah bisa dibeli, tapi kehangatan tidak. Dan untuk pertama kalinya, ia bertanya dalam hati, berapa lama lagi ia bisa bertahan seperti ini? 

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!