NovelToon NovelToon
THE BROTHER'S SECRET DESIRE

THE BROTHER'S SECRET DESIRE

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Terlarang / Obsesi / Keluarga / Romansa / Pembantu / Bercocok tanam
Popularitas:294.1k
Nilai: 5
Nama Author: Mae_jer

Area khusus Dewasa

Di mansion kediaman keluarga Corris terdapat peraturan yang melarang para pelayan bertatapan mata dengan anak majikan, tiga kakak beradik berwajah tampan.

Ansel adalah anak sulung yang mengelola perusahaan fashion terbesar di Paris, terkenal paling menakutkan di antara kedua saudaranya. Basten, putra kedua yang merupakan jaksa terkenal. Memiliki sifat pendiam dan susah di tebak. Dan Pierre, putra bungsu yang sekarang masih berstatus sebagai mahasiswa tingkat akhir. Sifatnya sombong dan suka main perempuan.

Edelleanor yang tahun ini akan memasuki usia dua puluh tahun memasuki mansion itu sebagai pelayan. Sebenarnya Edel adalah seorang gadis keturunan Indonesia yang diculik dan di jual menjadi wanita penghibur.

Beruntung Edel berhasil kabur namun ia malah kecelakaan dan hilang ingatan, lalu berakhir sebagai pembantu di rumah keluarga Corris.

Saat Edell bertatapan dengan ketiga kakak beradik tersebut, permainan terlarang pun di mulai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Siapa namamu?

Ansel tersenyum tipis melihat ekspresi Edel yang panik dan salah tingkah. Ini pertama kalinya dalam hidupnya ada pelayan yang membuat hatinya merasa geli, bahkan ingin tertawa. Biasanya ia malah merasa terganggu jika ada pelayan mendekatinya lebih dari lima detik. Tapi gadis ini... seperti pengecualian.

"Diam di sini," ulangnya dengan suara pelan namun tegas. Setelah memastikan Edel masuk sempurna ke dalam lemari, Ansel menutup pintu perlahan dan melangkah ke arah pintu kamar.

Saat ia membukanya, sosok perempuan cantik berambut pirang keriting menyapanya dengan senyum manis.

"Kau membuatku menunggu, Ansel. Aku pikir kita akan pergi makan siang bersama? Kau sudah janji pada paman dan bibimu akan menemaniku selama aku di sini."

Ansel mengangkat alis dengan datar.

"Aku lupa, Colette."

"Lupa?" Suara perempuan bernama Colette itu terdengar agak tidak senang. Colette adalah sepupu Corrin bersaudara. Gadis tomboy dan dan suka mengatur.

"Aku sudah menunggumu di bawah. Kau tahu betapa aku benci menunggu. Kau itu sepupu paling menyebalkan di antara yang lain!"

Ansel terkekeh.

"Kalau aku menyebalkan, cari yang lain saja. Kebetulan aku berjanji pada orangtuamu karena terpaksa." balas Ansel santai lalu masuk ke dalam kamar.

Colette makin kesal, gadis itu

melangkah masuk ke dalam kamar Ansel dengan anggun, aroma parfumnya langsung memenuhi ruangan.

"Aku tidak menyuruhmu masuk Colette." Colette mencibir, tidak peduli dengan perkataan Ansel. Laki-laki itu memang tidak suka orang lain masuk ke dalam kamarnya, bahkan saudaranya sekalipun. Pembantu bisa masuk karena mereka harus membersihkan kamarnya. Namun tidak bisa masuk saat ada dia.

"Kau benar-benar tidak asyik. Kau yakin tidak ingin menemaniku keluar? Aku ingin bertemu dengan teman perempuanku. Dia adalah primadona di kampusku, siapa tahu saja kau tertarik padanya. Dia juga bilang dia sangat mengagumimu."

Ansel hanya menatapnya sebentar sebelum berbalik mengambil buku lain dari rak, seolah tidak terpengaruh oleh perkataan perempuan itu. Tidak tertarik sama sekali. Kalau bicara soal wanita, ada seseorang yang lebih menarik perhatiannya sekarang.

Di dalam lemari, Edel menahan napas. Ia bisa mendengar dengan jelas suara wanita dari luar. Setiap langkah kaki, setiap nada bicara, semuanya membuat jantungnya berdetak makin cepat. Ia takut kalau sampai tertangkap. Bagaimana kalau lemari ini terbuka? Bagaimana kalau dia bersin atau salah gerak? Atau yang lebih buruk, bagaimana kalau wanita itu tiba-tiba ingin mengecek penampilannya di depan cermin lemari?

Astaga, jangan sekarang, batinnya.

Tapi bukannya tenang, Edel justru makin panik saat mendengar suara tumit sepatu mendekat ke arah lemari. Jantungnya seakan berhenti berdetak.

Langkah Colette terdengar makin mendekat. Tumit sepatunya menjejak lantai kayu dengan ritme yang menggema di telinga Edel seperti genderang kematian. Jantungnya berdetak cepat, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya, dan seluruh tubuhnya terasa kaku.

"Kau masih menyimpan parfum paman di sini?" tanya Colette sembari membuka salah satu laci kecil di dekat lemari.

Edel menggigit bibir. Ia menahan napas begitu erat hingga dadanya nyaris meledak. Kalau Colette membuka lemari, tamatlah riwayatnya.

"Jangan sentuh apapun," suara Ansel terdengar sedikit lebih keras, membuat Colette terhenti.

"Aku hanya melihat-lihat. Lagipula, ini kamar sepupuku, bukan kamar rahasia kerajaan," Colette mendongkol. Ia membalikkan badan, tangannya terulur ke gagang lemari, tepat di tempat Edel bersembunyi.

Ansel bergerak cepat. Dalam dua langkah panjang, ia sudah berdiri di depan lemari, menepis tangan Colette dengan halus namun tegas.

"Jangan macam-macam Colette," katanya pelan, tapi sorot matanya tajam.

"Kau tidak diundang untuk mengobrak-abrik barang-barangku."

Colette mendengus, menatap Ansel dengan mata sempit.

"Kau ini ... makin lama makin aneh, Ansel. Mengesalkan sekali.

"Apa karena aku tidak menyambutmu seperti pangeran dalam dongeng?" sindir Ansel,  menyilangkan tangan di dada dengan senyum sinis. Collette tidak manja, tapi menyebalkan saja menurutnya.

Colette melemparkan rambut pirangnya ke belakang dengan angkuh.

"Kalau kau berpikir aku datang untuk perhatianmu, kau terlalu percaya diri."

"Bagus kalau begitu. Sekarang kau bisa keluar dari kamarku," balas Ansel datar.

Untuk sesaat, Colette hanya memandangi sepupunya itu. Tapi pada akhirnya, ia mendesah keras dan berbalik.

"Baiklah. Tapi jangan salahkan aku kalau nanti paman marah karena kau mengabaikanku."

Ansel tidak menjawab. Tidak peduli juga. Ia hanya membuka pintu kamar dan menunggu sampai Colette benar-benar keluar. Saat suara langkah tumit itu menjauh dan akhirnya menghilang di ujung lorong, Ansel menutup pintu perlahan dan menguncinya.

Hening. Beberapa detik berlalu tanpa suara.

Ansel berbalik dan berjalan kembali ke lemari. Dengan satu gerakan lembut, ia membuka pintu dan mendapati Edel masih dalam posisi membungkuk, wajah pucat dan mata membelalak.

"Keluarlah," katanya pelan.

Edel butuh beberapa detik sebelum berani bergerak. Ia keluar dari lemari dengan tubuh gemetar, berdiri dengan kaku sambil merapikan rok dan apron-nya.

"T-t-terima kasih, tuan muda... maaf... Aku nggak ada ma-maksud ..."

"Maksud apa?" Ansel maju lebih dekat. Tatapannya tajam dan intens. Saat melihat wajah polos gadis itu, entah kenapa Ansel seakan tertarik untuk semakin menggodanya.

"Ma-maksud ..." Edel memutar otaknya. Kenapa laki-laki ini membuat bulu kuduknya berdiri ya? Apa jangan-jangan larangan yang mengatakan tidak boleh menatap mata majikan karena ini. Karena setiap orang yang menatap para anak majikan itu akan gugup seperti yang dia rasakan sekarang.

Ketika gadis itu mengangkat wajahnya lagi, laki-laki tinggi besar itu masih menatapnya intens. Edell terpaku sesaat melihat mata yang begitu indah. Orang bule memang indah-indah sekali mata mereka.

Ansel memperhatikan ekspresi Edel yang terlihat bimbang antara ingin lari atau tetap berdiri di tempat. Pipinya memerah, tangannya menggenggam apron erat-erat, dan bola matanya bergerak gugup. Sangat berbeda dari wanita-wanita yang biasa Ansel temui, yang penuh percaya diri, pandai bicara, dan sering kali terlalu berusaha memikatnya.

Tangan Ansel terangkat menyentuh dagu gadis yang berhasil memikatnya hari ini.

"Siapa namamu?" tanyanya. Nada bicaranya pelan, suaranya laki sekali.

"E-Edell." jawab Edell. Ia berusaha tidak menatap pria itu tapi Ansel tidak memberinya kesempatan untuk menghadap ke arah lain.

Hening beberapa detik, lalu Edell kaget saat tubuhnya di dorong hingga ia terbaring di sofa besar dalam kamar tersebut. Tak hanya itu saja, tuan muda pertamanya

ikut menunduk, menatapnya dari atas dengan posisi satu tangan bertumpu di sandaran sofa. Wajah mereka hanya terpisah beberapa inci, dan napas Ansel terasa hangat menyentuh pipi Edell

Edell gemetar, wajahnya makin memerah. Ia ingin bangkit, tapi tubuh Ansel menghalangi. Tidak menyentuhnya, namun cukup dekat untuk membuat jantungnya tak karuan.

Tak lama kemudian Edell melihat pria itu tersenyum miring dan bangkit sehabis mengungkungnya. Pria itu duduk di ujung sofa.

"Pergilah." katanya datar tanpa menatap Edell.

Edell langsung bangkit detik itu juga dan keluar secepat kilat dari kamar tersebut.

1
aroem
bagus
Ita rahmawati
ayolah edek,,jgn diem aja,,lebih baik kamu cerita ke basten dn dianpasti akn membantumu
Setetes Embun💝
Jangan samakan edel sama ruby ya kak othor gak sat set menyimpan ketakutan sendirian😉
Sani Srimulyani
harusnya kamu jujur tentang wanita itu, siapa tau dia bisa memecahkan kasusmu. dia kan jaksa yang cerdas
phity
edel cerita sj ke basten klo wanita itu mau membunuhmu biar basten selidiki untukmu ya...spy kmu aman
nyaks 💜
-----
Sleepyhead
Memang Pak Jaksa ini kuar biasa yah, auranya memancarkan aura singin
Sleepyhead
Dan Basten kucing garongnya wkwkkk
Syavira Vira
lanjuy
Syavira Vira
lanjut
Mutia
Ayo Edel ngaku siapa yg ingin membunuhmu
Anonim
Edel percaya tidak percaya kamu mesti cerita sama Basten kalau mau di bunuh sama si penculik Lucinda apa ya namanya
Rita
maju kena mundur kena
Rita
good Basten jgn ksh cela tegas
Rita
😅😅😅😅😅
lestari saja💕
jujur donk....jgn suudzon sulu
lestari saja💕
tikus kone....ragane kucing garong...
nonoyy
kalian cocok tau ansel dan edel
Rina Triningtyas
sangat sangat bagus thor, lanjut
Miss Typo
berharap Edel jujur dgn Basten knpa dia sembunyi, apa blm waktunya semua terbongkar ya, apa msh lama? kasian Edel
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!