Ratusan tahun setelah kemenangan Kaisar Xiao Chen, di sebuah dunia fana yang terpencil, sebuah legenda baru mulai bersemi dari benih yang telah ia tanam.
Xuan Ye adalah seorang yatim piatu, dibuang saat lahir dan dianggap "sampah" karena tidak memiliki akar spiritual. Dia tumbuh di bawah hinaan dan penindasan, tidak menyadari bahwa di dalam darahnya tertidur dua garis keturunan agung: kekuatan ilusi Mata Ungu dari Keluarga Xuan kuno, dan darah Phoenix dari ibunya, seorang bidadari suci dari Aliran Suci. Ibunya, yang dibutakan oleh harga diri sektenya, telah membuangnya karena dianggap sebagai aib dan berbohong pada suaminya bahwa putra mereka telah meninggal.
Di titik terendahnya, Xuan Ye secara "tidak sengaja" menemukan sebuah warisan jiwa yang ditinggalkan oleh Kaisar Xiao Chen. Kesempatan ini membangkitkan Mata Ungu Ilusi miliknya dan memberinya teknik kultivasi jiwa dasar, memberinya kunci untuk memulai perjalanannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7: Benih yang Mulai Bertunas
Setengah tahun berlalu dalam sekejap mata.
Di Puncak Pekerja Sekte Gerbang Awan Biru, Xuan Ye telah menjadi sosok yang nyaris tak terlihat. Siang hari, dia adalah murid pelayan yang paling rajin dan paling pendiam. Dia membersihkan kandang, menebang kayu, dan melakukan tugas-tugas kasar lainnya tanpa satu keluhan pun. Para murid lain yang dulu mengejeknya kini telah bosan dan mengabaikannya sepenuhnya, menganggapnya sebagai bayangan yang memang ditakdirkan untuk selamanya berada di dasar.
Ini adalah penyamaran yang sempurna.
Malam hari, saat seluruh Puncak Pekerja telah terlelap, Xuan Ye yang sesungguhnya terbangun. Dia akan menyelinap ke dalam hutan belakang yang gelap dan berlatih dengan kegilaan yang tak tertandingi.
Dia akan bertarung melawan binatang-binatang iblis, tidak lagi dengan kekuatan fisik, tetapi dengan ilusi-ilusinya yang semakin rumit. Dia akan menghabiskan berjam-jam duduk bersila di bawah air terjun, menahan dinginnya air sambil mengedarkan Sutra Kultivasi Jiwa Awal, menempa jiwanya menjadi sekeras baja.
Dalam waktu setengah tahun, meskipun kultivasi Qi-nya masih nol, kekuatan jiwanya telah meroket, berhasil mencapai puncak Ranah Qi Condensation. Dia telah membangun fondasi yang kokoh, sebuah rahasia yang hanya ia sendiri yang tahu.
Kesempatan untuk menguji kemajuannya akhirnya tiba. Sekte mengumumkan diadakannya "Perburuan Spiritual Musim Semi" tahunan, sebuah kompetisi bagi para murid luar untuk memburu binatang iblis dan mengumpulkan ramuan spiritual. Para murid pelayan, seperti Xuan Ye, ditugaskan untuk menjadi asisten, membawa tas dan peralatan untuk para senior mereka.
Xuan Ye ditugaskan ke sebuah kelompok yang dipimpin oleh seorang murid luar yang sombong bernama Zhang Hao.
"Kau, si mata aneh," kata Zhang Hao dengan nada meremehkan saat melihat Xuan Ye. "Tugasmu hanya satu: bawa tas kami, tutup mulutmu, dan jangan menghalangi jalan. Jika kau kehilangan satu ramuan pun, aku akan mematahkan kakimu. Mengerti, sampah?"
Xuan Ye hanya menundukkan kepalanya dalam diam, menyembunyikan kilatan dingin di matanya yang ungu.
Perburuan pun dimulai. Kelompok Zhang Hao, yang terdiri dari lima murid luar, masuk ke dalam hutan dengan semangat tinggi. Target utama mereka adalah Bunga Roh Embun, sebuah ramuan yang cukup langka.
Tetapi setelah berjam-jam mencari, mereka tidak menemukan apa-apa.
"Sial! Di mana semua ramuan itu bersembunyi?" gerutu Zhang Hao.
Xuan Ye, yang berjalan di belakang mereka sambil membawa tas-tas berat, hanya bisa tersenyum tipis dalam hati. Dengan Mata Ungu Ilusinya, dia bisa dengan jelas melihat aura samar dari ramuan-ramuan spiritual yang tersembunyi di balik semak-semak atau di celah-celah batu. Para murid luar ini, dengan persepsi mereka yang biasa, telah melewatinya berkali-kali.
Dia memutuskan untuk sedikit "bermain".
Saat salah satu murid melewati sebuah pohon tua, Xuan Ye dengan halus menciptakan ilusi seekor kumbang giok berkilauan yang berlari dari balik sepatu bot murid itu dan bersembunyi di akar pohon.
"Eh? Apa itu tadi?" Murid itu, yang penasaran, mendekati akar pohon dan menyingkirkan daun-daun. "WOW! AKU MENEMUKAN SEBUAH AKAR GINSENG SPIRITUAL!" teriaknya gembira.
Beberapa saat kemudian, saat Zhang Hao sedang mengeluh, Xuan Ye menciptakan ilusi gemerisik samar di semak-semak di sebelah kanan mereka.
"Ssst! Diam!" kata Zhang Hao, tiba-tiba menjadi waspada. "Aku mendengar sesuatu!" Dia memimpin kelompoknya dengan hati-hati ke arah itu, dan di sana, di dekat sebuah aliran air kecil, mereka menemukan target mereka, Bunga Roh Embun.
"Hmph! Tentu saja aku bisa menemukannya dengan kemampuan pelacakanku!" kata Zhang Hao dengan bangga.
Xuan Ye terus melakukan ini, dengan licik memanipulasi kelompok itu dari bayang-bayang, membuat mereka merasa seperti para pemburu yang hebat, padahal sebenarnya mereka hanya mengikuti petunjuk-petunjuk tak terlihat darinya.
Saat mereka sedang beristirahat, Xuan Ye, sambil berpura-pura mengumpulkan kayu bakar, melihatnya. Di dalam sebuah celah gelap di bawah sebuah batu besar, tumbuh sebuah jamur hitam kecil yang tampak biasa saja. Tetapi di mata ungunya, jamur itu memancarkan aura jiwa yang pekat dan murni. Sebuah Jamur Penempa Jiwa Seratus Tahun. Harta karun yang nilainya seratus kali lipat dari semua yang telah dikumpulkan oleh kelompok Zhang Hao.
Dia harus memilikinya.
Dia membutuhkan pengalih perhatian.
Dia memfokuskan kekuatan jiwanya, menciptakan ilusi terbesar dan paling nyata yang pernah ia coba.
Di kejauhan, di puncak sebuah bukit, bayangan ilusi seekor Beruang Batu Lapis Baja raksasa muncul. Bayangan itu disertai dengan raungan ilusi yang mengguncang hutan.
"A-APA ITU?!" pekik salah satu murid, wajahnya pucat pasi.
"ITU BINATANG IBLIS TINGKAT CORE FORMATION! LARI! LARI!" teriak Zhang Hao panik.
Seluruh kelompok itu berlari tunggang langgang, meninggalkan semua peralatan dan tas mereka, benar-benar melupakan pelayan mereka.
Di tengah kekacauan itu, Xuan Ye dengan tenang berjalan ke arah batu, memetik jamur yang tak ternilai itu, dan menyimpannya dengan hati-hati di dalam jubahnya.
Dia menatap para seniornya yang lari terbirit-birit, lalu pada harta karun di tangannya.
Kalian berburu untuk poin kontribusi dan pengakuan, pikirnya dengan senyum dingin. Aku berburu... untuk kekuatan.