NovelToon NovelToon
Masuk Ke Dunia Kultivasi Lebih Dahulu Dari Teman Sekelasku

Masuk Ke Dunia Kultivasi Lebih Dahulu Dari Teman Sekelasku

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Transmigrasi / Fantasi Isekai / Time Travel / Sistem / Iblis
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: EGGY ARIYA WINANDA

Lu Changzu dan teman temannya terlempar ke dimensi lain, Namun Tanpa Lu Changzu sadari ia masuk ke dunia tersebut lebih awal dari teman teman sekelasnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EGGY ARIYA WINANDA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sekte Demon Refining 2

Waktu adalah variabel yang pembantu bagi seorang jenius matematika yang sedang memecahkan persamaan rumit. Bagi Lu Changzu, duduk di dalam gua gelap itu rasanya baru beberapa hari. Dia tenggelam dalam apa yang dia sebut sebagai "Penyusunan Ulang Kode Sumber".

Dia tidak tidur. Dia tidak makan selain menelan sisa-sisa remah Pil Pengumpul Qi yang telah dia pecah menjadi partikel mikro untuk penyerapan maksimal.

Di matanya, dunia bukanlah materi padat. Dunia adalah aliran angka. Qi adalah fluida. Meridian adalah pipa. Dan tubuhnya adalah mesin hidrolik yang perlu dioptimalkan.

Ketika Chen Xuan melangkah masuk ke dalam gua, Tetua itu mengharapkan satu dari dua hal: mayat kering yang telah disedot habis oleh Segel Budak, atau seorang pemula yang baru saja berhasil menyalakan percikan Qi tahap awal dengan wajah pucat.

Chen Xuan tidak mengharapkan badai.

Begitu kaki Chen Xuan melewati ambang gua, jubahnya berkibar keras ke belakang. Tekanan udara di dalam gua itu padat, berat, dan berputar dengan ritme yang teratur namun menakutkan.

Di tengah gua, duduk di atas batu yang kini retak-retak karena tekanan, adalah Lu Changzu.

Dia tidak lagi kurus kering seperti pengemis. Otot-ototnya telah terisi, padat dan wiry seperti kawat baja yang ditarik tegang. Kulitnya memancarkan kilau abu-abu metalik yang redup. Tapi yang paling mengejutkan adalah aura yang memancar darinya.

Itu bukan aura Qi Activation Tahap 1.

Itu bukan Tahap 2.

Bahkan bukan Tahap 3.

Empat pusaran kecil Qi yang kotor dan ganas berputar di sekeliling tubuhnya, seperti satelit yang mengorbit planet.

Qi Activation — Tahap 4.

Mata Chen Xuan membelalak. Rahangnya, yang biasanya tertutup rapat di balik jenggot hitamnya, sedikit terbuka.

"Dua bulan..." bisik Chen Xuan, suaranya hampir tertelan oleh dengungan energi di gua itu. "Baru dua bulan. Dengan teknik sampah. Dengan tubuh fana. Dan dua Segel Budak yang aktif..."

Lu Changzu membuka matanya.

Tidak ada kilatan cahaya suci. Hanya ada kekosongan yang tenang. Dia menghembuskan napas panjang, dan pusaran energi di sekitarnya tersedot masuk kembali ke dalam pori-porinya dengan suara mendesis, seperti uap yang masuk ke dalam mesin vakum.

Dia menoleh ke arah Chen Xuan. Tatapannya tajam, setajam pisau bedah.

"Salam tetua Chen," suara Lu Changzu parau, tetapi berwibawa. "Berapa lama saya di sini?"

"Dua bulan," jawab Chen Xuan, masih memproses apa yang dilihatnya. "Kau... kau monster kecil. Bagaimana kau melakukannya? Segel Lin Dou seharusnya membatasi efisiensimu hingga 70%."

Lu Changzu berdiri, meregangkan lehernya hingga berbunyi krak.

"Statistik," jawab Lu Changzu sambil tersenyum licik. "Lin Dou mengambil 30% dari hasil. Jadi saya meningkatkan input hingga 500% dengan memodifikasi jalur pernapasan dan menekan titik akupuntur Hegu dan Zusanli secara simultan saat meditasi. Saya membanjiri sistem. Parasit itu tersedak karena terlalu banyak makan, sementara sisanya cukup untuk mendorong saya naik empat tingkat."

Chen Xuan tertawa. Tawa itu dimulai dari perutnya yang besar dan meledak keluar, mengguncang stalaktit di langit-langit gua.

"HAHAHA! Tersedak! Kau membuat Segel Budak tersedak! Jenius! Gila dan jenius!"

Chen Xuan melangkah maju, aura intimidasi King-nya surut, digantikan oleh apresiasi tulus dari sesama predator.

"Lu Changzu. Aku, Chen Xuan, Tetua dari Sekte Demon Refining, menepati janjiku. Mulai hari ini, kau adalah murid pribadiku."

Biasanya, di novel-novel yang pernah dibaca Lu Changzu di Bumi, murid akan berlutut, bersujud tiga kali, dan bersumpah setia.

Tapi Lu Changzu tidak berlutut.

Dia menangkupkan tinjunya, membungkuk sedikit—hormat, tapi bukan perhambaan. Punggungnya tetap tegak lurus.

"Guru," katanya singkat.

Chen Xuan menyeringai, matanya berkilat senang. "Bagus. Jangan berlutut. Lutut kultivator iblis tidak dibuat untuk menyentuh tanah. Lutut kita dibuat untuk menindih leher musuh."

Chen Xuan melemparkan sebuah benda logam ke arah Lu Changzu. Lu Changzu menangkapnya dengan refleks yang ditingkatkan.

Itu adalah lencana besi hitam dengan ukiran api hijau.

"Bawa ini. Laporkan dirimu ke Diaken , Tetua Chu di Aula Administrasi. Katakan padanya kau adalah Murid Dalam Sementara di bawah namaku."

"Sementara?" Lu Changzu mengangkat alis.

"Di sini, status tidak diberikan, tapi direbut," jelas Chen Xuan, berbalik menuju pintu gua. "Kau akan menjadi murid tetap jika kau berhasil bertahan hidup dan lolos dari Ujian Kematian Iblis enam bulan lagi. Sampai saat itu, anggap lencana itu sebagai target di punggungmu. Banyak yang menginginkan posisimu."

Chen Xuan berhenti sejenak, tidak menoleh. "Satu hal lagi. Aura 'Nafas Iblis'-mu... itu pekat. Sangat pekat. Binatang buas tingkat Body Tempering pun akan berpikir dua kali sebelum menyerangmu. Gunakan itu dengan bijak. Jangan mati konyol."

"Terima kasih atas nasehatnya Guru" changzu lalu menarik sebagian aura nya.

Dengan itu, Chen Xuan menghilang dalam kepulan asap hitam, meninggalkan Lu Changzu sendirian lagi. Tapi kali ini, Lu Changzu tidak lagi merasa tersesat.

Dia punya identitas. Dia punya kekuatan. Dan dia punya rencana.

Perpustakaan Iblis Hijau.

Bangunan itu tampak seperti tengkorak raksasa yang dipahat dari obsidion, dengan jendela-jendela yang menyala hijau angker. Di dalamnya, rak-rak buku yang terbuat dari tulang binatang menjulang tinggi hingga ke langit-langit yang gelap.

Lu Changzu berjalan melewati pintu masuk. Lencana hitam di pinggangnya memberinya akses, tapi aura yang dia pancarkan memberinya jalan.

Saat dia melangkah, murid-murid lain—banyak yang berada di tingkat Body Tempering awal—secara naluriah menyingkir. Mereka merasakan sesuatu yang primal dari Lu Changzu. Baunya seperti bahaya. Seperti ozon sebelum badai petir.

"Siapa dia?" bisik seorang murid berwajah penuh tato. "Qi Activation Tahap 4? Tapi tekanannya seperti Tahap 9..."

"Lihat lencananya. Murid Tetua Chen Xuan. Jangan cari masalah."

Lu Changzu mengabaikan mereka. Telinganya, yang kini mampu menangkap frekuensi suara yang jauh lebih rendah dan tinggi dari manusia normal, menyaring kebisingan itu sebagai data sampah.

Dia berjalan menuju tangga. Lencananya memberinya akses hingga Lantai 2.

Lantai 1 berisi teknik dasar umum. Sampah.

Lantai 2 berisi teknik tingkat menengah dan beberapa catatan sejarah kuno.

Lu Changzu menghabiskan waktu berjam-jam, memindai judul-judul buku dengan kecepatan membaca cepat yang dia kembangkan saat belajar untuk ujian SKS di Bumi.

Teknik Cakar Tulang. (Terlalu fisik, rentang serangan pendek).

Langkah Bayangan Darah. (Menarik, tapi boros energi).

Nyanyian Jiwa Hantu. (Memerlukan instrumen).

Tangannya berhenti pada sebuah tumpukan gulungan yang berdebu di sudut rak paling belakang. Di sana, terselip di antara dua buku tebal, ada selembar kertas tembaga yang sudah teroksidasi menjadi hijau.

Ukurannya kecil, hanya selebar telapak tangan. Teksnya diukir dengan sangat halus, nyaris mikroskopis.

Lu Changzu mengambilnya. Dia mengalirkan sedikit Qi Iblis-nya ke kertas itu.

ZING.

Kertas tembaga itu bergetar. Teks di atasnya menyala redup.

[Teknik Pemurnian Inti - Tingkat 4 (Tidak Lengkap/Cacat)]

Mata Lu Changzu menyipit. Teknik Tingkat 4? Di lantai 2? Ini harta karun yang tersembunyi, atau sampah yang berbahaya.

Dia membaca isinya. Teknik ini menjelaskan cara memurnikan "Inti" kultivasi seseorang, membuang kotoran untuk mempercepat penyerapan Qi hingga 200%.

"Ah," gumam Lu Changzu setelah membaca paragraf ketiga. "Aku melihat cacatnya."

Penulis teknik ini menghitung rasio kompresi di meridian jantung. Jika seseorang mempraktikkan ini sesuai instruksi, jantung mereka akan meledak karena tekanan balik (back-pressure) setelah siklus ke-sepuluh. Itu sebabnya teknik ini dibuang di sini.

"Tapi..." Lu Changzu tersenyum tipis. "Jika aku mengubah vektor alirannya... membuang tekanan balik itu ke titik mati tubuh, atau lebih baik lagi... menggunakannya untuk menyerang sesuatu di dalam tubuh..."

Otaknya bekerja cepat. Dia melihat potensi lain. Bukan hanya untuk memurnikan inti, tapi sebagai senjata internal.

Dia menyelipkan kertas tembaga itu ke dalam jubahnya. Dia tidak mencurinya; dia meminjam ilmunya. Dia akan mengingatnya, memodifikasinya, dan membuang fisiknya nanti.

Dia mencari sudut sepi di antara rak-rak buku, duduk bersila, dan memejamkan mata.

Mencoba memperaktekan teknik yang sudah ia modifikasi.

Dia mengarahkan pandangan batinnya ke dalam tubuhnya sendiri. Dia melihat lautan spiritualnya yang kini berwarna abu-abu bergolak. Dan di sana, dia melihat dua noda.

Satu di otak: Jaring Laba-laba Lin Dou. Masih terlalu kuat, tertanam dalam di korteks serebralnya. Menyentuhnya sekarang sama dengan bunuh diri.

Satu lagi di jantung: Sebuah jarum es biru kecil. Segel Pelacak Lin Yuwen.

"Kau dulu," batin Lu Changzu dingin.

Tapi kali ini, dia tidak akan menggunakan Qi biasa. Dia akan menggunakan Anomali.

Lu Changzu memusatkan perhatiannya jauh ke dalam akar spiritualnya—tempat di mana para tetua melihat "tanda tanya" di pilar ujian. Di sana, di pusat eksistensinya, ada sebuah titik singularitas. Sebuah dimensi mikro berwarna hitam pekat.

Itu adalah sisa dari celah ruang-waktu yang membawanya ke masa ini. Itu adalah dimensi hitam pribadi miliknya , yang baru ia sadari saat menerobos qi activation tingkat 4.

"Bergeraklah," perintahnya.

Dengan konsentrasi yang membuat keringat dingin mengucur di dahinya, dia menarik seutas benang tipis dari dimensi hitam itu. Itu bukan energi; itu adalah ketiadaan. Itu adalah anti-materi.

Dia mengarahkan benang hitam itu menuju jantungnya, mendekati jarum es Lin Yuwen.

Rasa sakitnya datang seketika.

Rasanya seperti dada kirinya dibelah dengan gergaji berkarat tanpa bius. Dimensi hitam itu menolak keberadaan materi fisik, mengikis daging di sekitarnya.

"Gnhhh!" Lu Changzu menggigit bibirnya hingga berdarah, menahan teriakan agar tidak menggema di perpustakaan.

Murid-murid di kejauhan menoleh, merasakan gelombang niat membunuh yang tiba-tiba, tapi mereka tidak melihat apa-apa selain bayangan di sudut.

Lu Changzu memanipulasi benang hitam itu, melilitkannya di sekitar Segel Pelacak Lin Yuwen.

"Hancur." Teriak changzu

KRAK.

Segel itu tidak hanya pecah; segel itu ditelan oleh dimensi hitam. Hubungan spiritual satu arah yang menghubungkan jantung Lu Changzu dengan Lin Yuwen diputus secara paksa dan brutal.

Sementara itu, di Kediaman Keluarga Lin, Kota Batu Hijau.

Lin Yuwen sedang bermeditasi di taman pribadinya yang indah, dikelilingi oleh bunga-bunga es yang mekar. Dia terlihat seperti dewi yang damai.

Tiba-tiba, matanya terbuka lebar. Pupil matanya mengecil seukuran jarum.

"PUAH!"

Darah segar menyembur dari mulutnya, mewarnai jubah putihnya menjadi merah mengerikan. Tapi itu bukan darah biasa. Darah itu membeku saat menyentuh udara, jatuh sebagai kristal merah.

"Nona!" Beberapa pelayan berteriak histeris.

Wajah Lin Yuwen berubah menjadi abu-abu. Aura birunya yang agung berkedip-kedip, lalu runtuh.

Dia merasakan sesuatu yang mengerikan terjadi di dalam jiwanya. Tali yang dia gunakan untuk mengikat "anjing"-nya telah ditarik balik dengan kekuatan yang menghancurkan.

"Kultivasiku..." desisnya, suaranya penuh teror. "Tingkat 4... turun... Tahap 3... Tahap 2..."

Fondasi esnya retak. Serangan balik dari pemutusan paksa segel jiwa itu menghancurkan stabilitas meridiannya. Dalam hitungan detik, jenius kebanggaan Kota Batu Hijau jatuh dari Body Tempering Tahap 4 menjadi Tahap 2 Awal.

"PAMAN!" teriaknya, sebelum jatuh pingsan di atas genangan darah bekunya sendiri.

Lin Dou muncul dalam sekejap, wajahnya yang biasanya tenang kini dipenuhi kepanikan murni. Dia memeriksa nadi keponakannya dan wajahnya memucat.

"Siapa?!" raungnya ke langit. "Siapa yang berani menyerang jiwa Keluarga Lin?!"

Dia tidak tahu. Dia tidak bisa melacaknya lagi. Anjing itu telah menghilang dari radar.

Kembali ke Perpustakaan Iblis Hijau.

Lu Changzu terengah-engah, keringat membasahi seluruh tubuhnya. Rasa sakit di dadanya perlahan mereda, digantikan oleh sensasi dingin yang aneh namun memuaskan.

Dia tidak hanya menghancurkan segel itu.

Menggunakan Teknik Pemurnian Inti Cacat yang baru saja dia modifikasi dengan logika matematikanya, dia melakukan sesuatu yang jauh lebih kejam.

Dia membalikkan polaritas sisa pecahan segel itu sebelum dimensi hitam menelannya sepenuhnya.

"Hukum Aksi-Reaksi Newton," bisik Lu Changzu, menyeka darah dari bibirnya dan tersenyum. "Setiap aksi memiliki reaksi yang sama besar dan berlawanan arah. Jika kau mengirimiku belenggu, maka aku mengirimimu kehancuran."

Dia merasakan aliran energi hangat—bukan miliknya—mengalir masuk melalui titik di mana segel itu dulu berada. Itu adalah energi murni, energi jiwa, dan sebagian kecil vitalitas yang tersedot dari Lin Yuwen saat koneksi itu putus dan berbalik sesaat.

Energi itu menyatu dengan Qi Iblisnya, membuatnya lebih padat, lebih ganas.

"Terima kasih atas sumbangannya, Nona Lin," gumamnya , ia tersenyum iblis . "Ini cicilan pertama, aku akan mengambil cicilan berikutnya saat kita bertemu."

Dia memeriksa segel di kepalanya. Jaring Laba-laba Lin Dou masih ada, tapi tampaknya "tidur", tidak menyadari apa yang terjadi pada segel jantung karena keduanya terpisah sistem.

"Kau selanjutnya, pak tua. Tapi belum saatnya."

Lu Changzu berdiri. Dia merasa lebih ringan. Bebas dari pelacak berarti dia bebas bergerak.

Dia berjalan santai keluar dari perpustakaan, indranya yang kini diperkuat oleh energi curian dari Lin Yuwen menjadi sangat tajam. Dia bisa mendengar detak jantung capung di luar jendela.

Saat dia melewati lorong sempit di antara dua rak buku sejarah, telinganya menangkap bisikan. Sangat pelan, terlindungi oleh penghalang suara amatir.

Bagi murid lain, itu sunyi. Bagi Lu Changzu dan telinga iblisnya, itu sejelas siaran radio.

"...Zuan Feng sudah tidak sabar," suara seorang pria, berat dan gelisah. "Dia ingin Zhao Yun menderita sebelum Kompetisi Inti bulan depan."

"Ssst! Jangan sebut nama di sini!" suara kedua, lebih licik. "Rencananya sudah matang. Bawahan Zhao Yun, kelompok yang dipimpin si gendut Liu, akan dikirim mencari 'Binatang Roh Iblis' di Lembah Kabut tiga hari lagi."

"Dan?"

"Dan mereka tidak akan pernah sampai di sana. Orang-orang Zuan Feng akan menunggu di Celah Sempit. Mereka akan membantai semuanya dan membuatnya terlihat seperti serangan binatang buas. Zhao Yun akan kehilangan tangan kanannya, dan mentalnya akan terguncang sebelum kompetisi."

Lu Changzu berhenti sejenak, berpura-pura membaca judul buku di rak, sementara otaknya merekam setiap kata.

Zhao Yun. Murid Inti. Kubu A.

Zuan Feng. Murid Inti. Kubu B.

Rencana: Pembunuhan di luar sekte (Legal menurut Aturan 3 Chen Xuan).

Lu Changzu menutup buku yang dia pegang dan mengembalikannya ke rak. Senyum tipis, hampir tak terlihat, terukir di wajahnya.

Informasi ini lebih berharga daripada teknik kultivasi mana pun di lantai ini.

Dia ingat bagaimana Keluarga Lin mempermainkannya. Dia ingat bagaimana Chen Xuan mengatakan bahwa di sini, hanya yang kuat dan yang licik yang bertahan.

"Zuan Feng ingin membunuh bawahan Zhao Yun secara diam-diam?" pikir Lu Changzu. "Itu terlalu... membosankan."

Otak strategisnya mulai menyusun diagram alur.

Jika Zhao Yun tahu tentang penyergapan itu, dia akan mengirim bala bantuan. Perang terbuka akan terjadi di Celah Sempit.

Jika Lu Changzu bisa menjadi orang yang "menjual" informasi ini ke pihak Zhao Yun, dia bisa mendapatkan perlindungan atau sumber daya.

Tapi jika dia memainkannya dengan benar... dia bisa membuat kedua pihak saling menghancurkan, dan dia bisa mengambil keuntungan dari kekacauan itu. Mengambil harta mayat-mayat itu.

"Harta rampasan perang," batinnya. "Aku butuh sumber daya untuk naik ke Body Tempering."

Dia teringat kata-katanya sendiri di parit Kota Batu Hijau. Di dunia ini, tidak ada kebaikan.

Dia melangkah keluar dari perpustakaan, menyipitkan mata ke arah matahari sore yang kemerahan.

"Saatnya mengadu domba," bisiknya pada angin. "Biarkan anjing memakan anjing. Dan aku akan menjadi orang yang menjual tulang mereka."

Langkah kakinya bergema di lantai batu, bukan lagi langkah seorang murid baru yang bingung, melainkan langkah seorang pemain catur yang baru saja melihat jalan menuju skakmat.

Bersambung.....

1
EGGY ARIYA WINANDA
🔥🔥🔥🔥🔥
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!