Ibu Alya meninggal karena menyelamatkan anak majikannya yang bernama Bagas, dia adalah tuan muda dari keluarga Danantya.
~
Bagas patah hati karena kepercayaannya dihancurkan oleh calon istrinya Laras, sejak saat itu hatinya beku dan sikapnya berubah dingin.
~
Alya kini jadi yatim piatu, kedua orang tua Bagas yang tidak tega pun memutuskan untuk menjodohkan Bagas dan Alya.
~
Bagas menolak, begitupun Alya namun mereka terpaksa menikah karena terjadi sesuatu yang tidak terduga!
~
Apakah Bagas akan menerima Alya sebagai istrinya? Lalu bagaimana jika Alya ternyata diam-diam mencintai Bagas selama ini?
Mampukah Alya meluluhkan hati Bagas, atau rumah tangga mereka akan hancur?
Ikuti kisahnya hanya di sini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon znfadhila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6.
Bagas diam termenung di dalam kamarnya setelah mendengar penolakan dari Alya, ya gadis itu menolaknya tanpa keraguan sedikit pun.
Tadi Bagas sempat berbicara dengan Alya secara empat mata, Alya tentu saja tidak enak jika harus berbicara didepan Zaki dan Husna.
Beberapa waktu lalu.....
"Bang Bagas, kalo perjodohan ini terjadi karena Ibu nyelamatin Abang, lebih baik perjodohan ini batal, aku tau Abang merasa bersalah tapi jangan paksain dan korbanin masa depan Abang." Alya menatap Bagas serius.
Entahlah tatapan gadis itu sungguh membingungkan Bagas, pria itu hanya bisa menarik nafas berat.
"Al, kenapa kamu berpikir kaya gitu? Apa seburuk itu aku dimata kamu?" tanya Bagas tersenyum getir, dari ucapan Alya jelas saja jika gadis itu tidak percaya padanya.
"Bukan gitu Bang, justru aku yang gak pantes buat Bang Bagas, masih banyak perempuan diluar sana yang lebih baik dari aku." Alya menjeda ucapannya untuk menahan rasa sesak dalam hatinya.
"Ibu pergi karena udah takdirnya Bang, jangan nyalahin diri Abang sendiri, aku emang sedih tapi aku gak berharap Abang harus berkorban karena rasa bersalah." Alya sedikit bergetar saat mengatakan itu.
Bagas tertegun, apakah Alya benar-benar berpikir seperti itu? Meskipun Bagas memang berniat untuk bertanggung jawab, tapi dia merasa tidak terpaksa.
Apakah Bagas jatuh cinta pada Alya? Entahlah, Bagas belum bisa menyimpulkannya yang jelas dia ingin menikah dengan Alya, membahagiakan gadis itu dan melindunginya.
"Kamu gak percaya sama aku Al?" tanya Bagas datar, tapi sorot matanya menunjukkan kekecewaan.
Alya terdiam, dia bingung harus menjawab apa bukannya tak percaya pada Bagas, tapi Alya ingin membatasi diri, supaya tidak terlalu berharap dan berakhir menyakitkan untuknya.
Alya merasa sudah tidak punya siapapun di dunia ini kecuali Yang Maha Kuasa, orang tua Alya sudah pergi dan keluarga nya yang lain tidak ada yang peduli.
Alya rasanya akan bahagia jika Bagas memang benar-benar mencintainya, bukannya perasaan itu artinya berbalas? Tapi bagaimana jika hati Bagas masih untuk Laras?
Alya tidak sanggup membayangkannya, jadi sebelum semuanya rumit Alya memilih untuk mundur, menurut Alya dia tidak pantas untuk Bagas.
"Al..." suara Bagas membuat Alya tersadar dari pikirannya sendiri.
"M-maaf, tapi aku tau sebesar apa cinta Bang Bagas sama mantan calon istri Bang Bagas itu."
Deg!
Setelah mengatakan itu Alya langsung pergi begitu saja meninggalkan Bagas yang belum sempat memberikan penjelasan tentang hatinya.
"Sial!" Bagas kembali mengumpat dan juga mengacak rambutnya frustasi.
Pria itu menyenderkan kepalanya di sofa kamarnya, Bagas tentu mengerti apa yang dimaksud Alya.
Keraguan itu muncul karena Bagas dulu begitu mencintai Laras, bahkan sampai buta karena cinta.
Jelas saja Alya ragu, karena Bagas menutup diri setelah berpisah dari Laras, banyak masalah yang terjadi tapi alasan Bagas pergi bukan karena Laras.
"Ini semua gara-gara kebodohan aku dulu, kenapa bisa sebuta itu sih sama tuh cewek!" Bagas merutuki dirinya sendiri.
"Sekarang gimana? Alya gak percaya sama aku, apa aku turutin kemauan dia aja? Atau aku harus jelasin semuanya ke dia? Tapi aku gabisa ninggalin dia sendirian." gumam Bagas begitu khawatir pada Alya.
Bahkan tanpa sepengetahuan siapapun, Bagas selalu mengawasi Alya diam-diam, Bagas juga mengawasi keluarga dari Ayahnya Alya, takutnya mereka berulah dan membuat Alya kesulitan.
"Sebenernya ini perasaan bersalah aja atau aku emang udah jatuh cinta sama Alya?" Bagas bertanya pada dirinya sendiri.
Entahlah sepertinya tugas Bagas saat ini memastikan perasaannya lebih dulu, barulah dia bisa memastikan keputusan nya untuk terus berjuang meluluhkan hati Alya atau melepaskan Alya.
****
Alya duduk terdiam di kamarnya sendiri, gadis itu memegang sebuah buku yang merupakan diary pribadinya selama ini.
Pikiran Alya menerawang jauh ke beberapa tahun yang lalu, disaat dia pertama kali datang kesini.
Alya bersahabat baik dengan Berlian sejak awal datang kesini untuk menemani Ambar, Alya begitu nyaman karena kedua orang tua Berlian begitu menghargai Alya bahkan bisa dibilang menyayangi Alya sama seperti Berlian.
Bagas pun juga dekat dengan Alya dulu, mereka sering belajar bersama dan tidak jarang Bagas membantu Alya belajar.
Mungkin karena kedekatan itulah yang membuat Alya tanpa sadar jatuh hati terhadap Bagas, pria itu begitu lembut dan perhatian.
Alya berpikir Bagas baik padanya karena menganggap Alya itu seperti adiknya sendiri, namun isi hati seseorang tidak bisa ditebak bukan?
"Harusnya perasaan ini gak pernah ada, kenapa kamu bisa melewati batas kamu Al?" gumam Alya bergetar.
Perasaan itu tidak pernah hilang, Alya sudah berusaha tapi tetap saja sulit hilang bahkan saat Bagas menjalin hubungan dengan Laras, Alya tidak bisa melupakan perasaan itu, yang ada Alya sakit setiap melihat Bagas begitu perhatian pada Laras.
"Dari awal kamu gak pernah pantes sama Bang Bagas Al, selama ini Bang Bagas cuma anggap kamu adiknya kenapa kamu tetep baper?" Alya mengusap sudut matanya yang mulai basah.
"Aku gatau harus seneng atau sedih Bang, aku sadar Abang setuju bukan karena punya perasaan sama aku, tapi karena rasa bersalah kan?" Alya insecure, dia merasa Bagas tidak akan pernah mencintainya.
Bagi Alya perasaannya itu tidak akan pernah terbalas sampai kapanpun, padahal bisa saja perasaan seseorang berubah.
"Bang kamu lebih pantes sama orang lain dibanding sama aku." Alya menghela nafas berat, dadanya terasa sesak lain dimulut lain dihati mungkin itulah yang dirasakan oleh Alya.
"Kayanya aku gak bisa tinggal disini lebih lama, aku gamau bikin semua orang lebih ngerasa bersalah." Alya mulai memikirkan kedepannya seperti apa, Alya ingin pergi dari rumah keluarga Danantya.
"Lebih baik aku tinggal sendiri."
Alya dilema saat ini, dia ingin pergi tapi ada rasa takut yang dirasakan olehnya, terlebih diluar sana kejahatan merajalela.
Sibuk melamun dan memikirkan apa keputusan yang akan diambil olehnya, tiba-tiba ponsel Alya berbunyi sebuah pesan masuk di ponsel Alya.
"Siapa ya?" Alya segera membuka ponselnya.
Matanya membulat sempurna melihat ternyata bibinya lah yang mengirim pesan padanya.
"Bibi?" dengan sedikit berat hati Alya segera membuka pesan itu, sejujurnya perasaan Alya tidak enak karena jika Bibinya mengirim pesan biasanya bukan hal baik melainkan hal buruk.
[Alya kamu harus pulang sekarang juga! jangan banyak alasan atau rumah peninggalan Ayah kamu ini Bibi bakar!]
DEG!
"Astaghfirullah, apa lagi ini?"
Bersambung.......