NovelToon NovelToon
Falling In Love Again After Divorce

Falling In Love Again After Divorce

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari Saat Hamil / Cerai / Percintaan Konglomerat / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:383.4k
Nilai: 5
Nama Author: Demar

Sean Montgomery Anak tunggal dan pewaris satu-satunya dari pasangan Florence Montgomery dan mendiang James Montgomery yang terpaksa menikahi Ariana atas perintah ayahnya. Tiga tahun membina rumah tangga tidak juga menumbuhkan benih-benih cinta di hati Sean ditambah Florence yang semakin menunjukkan ketidak sukaannya pada Ariana setelah kematian suaminya. Kehadiran sosok Clarissa dalam keluarga Montgomery semakin menguatkan tekat Florence untuk menyingkirkan Ariana yang dianggap tidak setara dan tidak layak menjadi anggota keluarga Montgomery. Bagaimana Ariana akan menemukan dirinya kembali setelah Sean sudah bulat menceraikannya? Di tengah badai itu Ariana menemukan dirinya sedang mengandung, namun bayi dalam kandungannya juga tidak membuat Sean menahannya untuk tidak pergi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Demar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dia... Masih Berdetak

Ariana masih di lantai. Tangannya masih melingkar di perutnya. Perlahan ia mencoba bangkit menggapai pinggiran ranjang.

“Nggak apa-apa, kita baik-baik aja.” Ariana berulang kali membisikkan kalimat itu. Bukan hanya untuk bayinya, tapi juga untuk dirinya sendiri.

Sore menjelang, sinar matahari tak lagi terasa hangat. Selimut tipis yang menyentuh kakinya seperti tidak cukup membuat tubuhnya tenang. Perutnya terasa mengeras tidak terus-menerus, tapi sesekali mencengkeram. Tidak seperti biasanya. Tangannya meremas seprai, napasnya memburu perlahan.

Ariana berdiri perlahan, menuju kamar mandi. Begitu menunduk, flek merah kecoklatan terlihat di celana dalamnya.

Tubuhnya langsung panas dingin, napasnya tercekat di tenggorokan. Tapi ia berusaha untuk tetap tenang, menyandarkan kepala ke dinding kamar mandi.

“Tolong ya Nak, kamu jangan kenapa-napa. Mama minta maaf udah bikin kamu tegang.”

Mulutnya berulang kali mengucap kata menenangkan namun tubuhnya yang gemetar tidak bisa berbohong. Ia tahu rasa ini menunjukkan ada yang tidak beres dengan dirinya.

Sejujurnya Ariana takut… sangat takut. Takut kehilangan satu-satunya hal yang ia punya sekarang, bayinya.

Ia menutup mata, menarik napas dalam, dan berbisik pelan. “Kita periksa ya, biar Mama tenang dan kamu juga tenang.”

Ariana baru saja akan melangkah perlahan menuju perhentian mobil pesanannya di ujung gang. Tapi suara berat dari Seberang menghentikan langkahnya yang berat.

“Ariana…”

Ia menoleh ke suara berat yang memanggil namanya. “Bryan…”

“Kamu mau kemana… astaga kamu pucat sekali.” Bryan menatap Ariana dengan kecemasan yang kentara.

“Aku mau periksa bayiku. Perutku sakit…”

Hampir saja Ariana terjatuh jika Bryan tidak sigap menangkap tubuhnya. “Biar kuantar, aku nggak mungkin membiarkan kamu pergi sendiri dengan kondisi seperti ini.”

Bryan menatap sekeliling, memindai apakah ada kendaraan yang bisa mereka gunakan terlebih dahulu.

“Aku sudah pesan mobil online di ujung gang.” Ucap Ariana pelan, hampir berbisik.

Bryan mengangguk paham, tanpa meminta persetujuan ia meletakkan tangannya di tubuh Ariana dengan erat. “Pegangan, biar aku gendong kamu.”

Ariana tidak menolak, tidak ada gunanya bersikap keras kepala di saat seperti ini. Meski dalam kesakitan, ujung matanya sempat melirik. Barang kali dia ada, Sean… Ternyata sampai akhir ia benar-benar tidak ada.

Ruang tunggu klinik bersalin itu tenang. Tapi keringat dingin di pelipis dan telapak tangan Ariana membuat suasana lebih panas dan panik.

Jatuh, flek dan kontraksi palsu. Ketiga kata itu bercampur jadi satu kecemasan yang tak bisa ia redam lagi.

Pintu ruangan terbuka, dan seorang perawat memanggil namanya. Bryan langsung sigap membantu Ariana berdiri pelan lalu melangkah masuk.

Setelah pemeriksaan singkat dan USG dilakukan, Ariana memperhatikan layar. Pundaknya langsung lemas begitu mendengar detak jantung kecil itu masih terdengar.

“Dia baik-baik saja kan, Dok?” tanya Ariana pelan.

Dokter tidak langsung menjawab. Ia menurunkan alat USG, mengusap gel dari perut Ariana, lalu duduk kembali ke kursinya.

“Untuk saat ini iya. Detak jantungnya kuat dan bayinya masih aktif. Tapi…”

Ia menatap Ariana langsung namun matanya tidak selembut tadi.

“…Kalau kondisi seperti ini terus berulang, kamu bisa kehilangan bayimu.”

Ariana terdiam, tangannya mengepal di atas perut.

“Kontraksi yang kamu alami sudah lebih dari normal. Ditambah flek, riwayat jatuh… itu semua alarm, Bu Ariana.”

Ariana menunduk, kepalanya terasa berat. Perasaan bersalah tidak bisa dihindarkan. Hingga tetesan air mata jatuh membasahi gaun hamil hijau tosca miliknya.

Dokter menghela napas.

“Saya minta kamu istirahat penuh. Hindari stres, hindari pekerjaan berat dan jangan terlalu sering berdiri. Dan yang paling penting, hindari siapa pun yang membuat tekanan emosional padamu.”

Dokter menatap tegas pada Bryan. “Anda suami Bu Ariana, bukan?”

“Bukan Dok.”

Bryan ingin menjawab namun didahului oleh Ariana. Ia menelan ludah gugup, hampir saja ia melakukan kesalahan bodoh dengan mengatakan ‘iya’.

Ariana menatap dokter tanpa rasa ragu. “Kalau saya tidak punya pilihan untuk menghindari mereka?”

Dokter menatapnya serius.

“Kita hidup dengan pilihan Bu. Mungkin yang Ibu maksud, semua pilihannya buruk. Maka tugas Ibu Ariana sekarang memilih pilihan terbaik diantara yang terburuk. Ingat, saat ini Bu Ariana tidak hanya hidup untuk diri sendiri.  Kalau kamu salah bertindak, kamu bukan cuma kehilangan bayi tapi kehilangan dirimu sendiri.”

Ariana tidak menjawab. Pernyataan Dokter barusan cukup jelas dan tegas. Dalam hati ia mengucap terimakasih yang tidak terhingga, pelan-pelan pikirannya terbuka mengenai apa yang harus dilakukan selanjutnya.

Di dalam perutnya, ia merasa gerakan kecil yang lembut. Seperti isyarat untuk bangkit. Ariana menoleh pada Bryan. Pria itu mengangguk kuat seolah ikut memberi kekuatan.

Langit senja terlihat buram dari jendela kecil rumahnya. Ariana duduk di kursi rotan, memegangi perutnya sambil menikmati hilangnya langit senja. Detak di dalam dirinya masih stabil, tapi pikirannya tidak. Setelah Florence dan Clarissa datang membawa ancaman Ariana sadar, ia tidak bisa hanya diam dan menunggu.

Ia mengambil jaket tipis dan syal abu yang sempat ia rajut sendiri. Menatap foto USG yang kini berdiri di meja kecil. “Kita nggak akan lari Nak, karna sejauh apa pun kita pergi mereka akan tetap melihat jejak. Mama nggak tau keputusan ini benar atau tidak, tapi kita hadapi bersama ya.”

***

Senja hampir padam ketika mobil hitam pesanannya melintasi tikungan terakhir menuju gedung Montgomery Corp. Petugas resepsionis terkejut ketika Ariana berdiri di depannya dengan gaun longgar dan cardigan tipis sederhana, jauh dari kesan mewah yang biasanya melekat pada keluarga Montgomery di mata publik.

“Saya ingin bertemu Tuan Sean Montgomery. Katakan ini penting.”

Tanpa menunggu lama resepsionis membawa Ariana ke ruangan Sean Montgomery. Sean berdiri di sana, menunggu di depan pintu lorong ruang kerjanya dengan tangan di dalam saku celana.

“Ariana…”

Ariana menatap Sean, tanpa sorot cinta, tidak juga dengan kelembutan seperti terakhir mereka bertatap muka. “Aku perlu bicara denganmu.”

Sean mendekat, hanya satu dua langkah menyentuh pergelangan tangan Ariana. Lalu menariknya masuk ke ruangan tanpa paksaan.

Ariana tidak menolak, ini tujuannya datang Montgomery Corp.

Pintu ruang pribadinya terbuka, ia menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di ruangan yang tidak pernah ia masuki selama tiga tahun mereka menikah. Dinding kayu mahoni dan rak penuh buku di sekelilingnya. Sebuah lukisan wajah James Montgomery tergantung di dinding kosong.

Ariana berdiri di dekat jendela, memegangi bagian bawah perutnya perlahan. “Florence datang ke rumahku. Clarissa juga, bahkan ia datang dua kali.”

Ariana berbalik menatap Sean penuh amarah. “Aku sudah terbiasa dihina dan dicaci. Tapi kali ini ibumu melewati batasnya! Mendorongku hingga terjatuh. Dia ingin membunuh bayiku.”

Sean mengerutkan kening, ingin bicara namun Ariana menahan dengan satu gerakan tangan.

“Kamu nggak perlu tanya mengenai bayiku dan kamu juga nggak perlu tau. Tapi dokter bilang, kalau aku terus begini aku bisa kehilangannya.”

Ia menatap mata Sean langsung. “Aku nggak datang untuk minta kamu bertanggung jawab. Tapi aku datang untuk berhenti hidup dalam ketakutan. Biarkan aku benar-benar pergi.” Ariana begitu tegas dan penuh keyakinan. Tidak ada keraguan dalam sorot matanya yang teduh.

Sean ingin menyentuh wajah Ariana yang pucat.

“Jangan datang lagi, Sean.”

Tangan Sean terhenti di udara. Matanya sedikit membelalak, terlihat kaget.

1
Uthie
buah jatuh tak jauh dari pohonnya... sama-sama wataknya 😁👍🏻
Uthie
Wadduuhhhh.. Ethan😂
Ida Sriwidodo
Weeww.. Ethan bener2 bahaya nii
Masih seumur itu dah pinter banget ngadu domba kekuatan papa dan grandma nya
Sean kudu hati2.. klo didikannya masih dengan kekerasan alamat Ethan bakal jadi musuhnya!
Masih kecil ajaa dah pinter nyari sekutu dalam misi 'balas dendam' ke papanya.. gimana gedenya..? 😱😱🤔🤔😬😬
Lauren Florin Lesusien
kurang setuju dengan sifat etan dia kan pewaris jadi sean tidak salah marah masa markas rahasia dikasih tau sama orang lain
maaf thur jngn tersinggung
tapi ini etan seperti mudah banget dibujuk blm kuat pendiriaaanya
buat sedikit kuat pendiriaan etaaannnya thur
biar badas
Wulhan Agustyna Ismail
ceritanya keren
partini
ini nih kebiasaan lagi di kasih tau ortu lari ke nenek nya langsung di kasih lampu hijau, ga ni novel ga di dunia nyata.kalau sampai kata" mommy saja tidak di dengarkan dah lah lost dol ini baru anak kecil kalau dewasa macam mana no good
Ulla Hullasoh
terlalu berani untuk ukuran anak TK ya
Ariany Sudjana
mestinya Florence cari tahu dulu yah, kenapa sampai Ethan kabur dari mansion, jangan langsung dipenuhi permintaan Ethan. Sean juga tidak salah mengingatkan, karena tidak ada jaminan teman-teman Ethan ga akan bocor mulut begitu mereka tahu isi markas itu seperti apa, apalagi mereka masih kecil. kalau musuh sampai tahu isi markas itu apa, dan melakukan penyerangan, yang repot kan Sean juga
Ariany Sudjana
aduh Ethan nekat kabur lagi, padahal yang disampaikan papa dan mamanya sudah benar. dunia di luar itu kejam dan keras, apalagi Ethan adalah keluarga Montgomery, banyak musuh yang ingin menghancurkan, dan orang akan mencari titik lemah Sean. semoga dengan kaburnya Ethan, Ethan bisa paham seperti apa dunia di luar itu, sehingga tidak salah paham terus dengan papanya
Ida Sriwidodo
Duh.. jan sampe Ethan tumbuh dengan dendam dan kemarahan pada Sean papanya 😤😤😱😱

Semoga juga tidak ada yang memanfaatkan kondisi ini untuk melawan Sean dan menghancurkan Montgomery 🤔🤔😬😬
partini
hemmmm si kecil jadi pembangkang
tapi bahaya jg Ethan Meraka masih kecil mulut Suka amber belum tau artinya setia aduhh aduhh beda sama kamu 🤦🤦🤦
Tarwiyah Nasa
makin seru crita anak2 ni
Uthie
Kereennn 👍🏻🤩🤩
Gak sabar menanti perjalanan cerita mereka semuanya 👍🏻🤗🤗
Uthie
Yaaa ampun.. sekumpulan bocil yg sedang bersiap menghadapi masa depannya 😂👍🏻
Agustin Indah Setiyaningsih
Aihhh..si Sambo bikin q menangis😭😭 gayanya petantang petenteng,sekalinya kaya Hello kitty.
partini
bibit tangan kanan terpercaya ini Sambo,, mungkin
Ida Sriwidodo
Jiaah.. si Sambo!
Awalnya petantang petenteng.. kirain tuan muda keluarga manaa gituu.. taunya ayahnya cleaning service di sekolah.. harus mah jan banyak gaya Samboo..
Syukur ada Ethan dan genk kematiannya yang mau nolongin

Fix!
Nambah satu tim nya Ethan.. Sambo! 😂😂😅😅
Ariany Sudjana
jangan sampai Sean tahu, itu kan markas mafia, bukan tempat bermain anak-anak
THAILAND GAERI
nesa siapa?
cecla9
lanjutkan dengan flash light
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!