NovelToon NovelToon
Karyawanku Bahagia, Aku Menguasai Dunia

Karyawanku Bahagia, Aku Menguasai Dunia

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Sistem / Crazy Rich/Konglomerat / Anak Lelaki/Pria Miskin / Slice of Life / Menjadi Pengusaha
Popularitas:6.9k
Nilai: 5
Nama Author: Sukma Firmansyah

"Apa gunanya uang 100 Miliar jika tidak bisa membeli kebahagiaan? Oh, tunggu... ternyata bisa."
Rian hanyalah pemuda yatim piatu yang kenyang makan nasi garam kehidupan. Dihina, dipecat, dan ditipu sudah jadi makanan sehari-hari. Hingga suatu malam, sebuah suara asing muncul di kepalanya.
[Sistem Kapitalis Bahagia Diaktifkan]
[Saldo Awal: Rp 100.000.000.000]

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sukma Firmansyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 5: Aroma Nostalgia dan Gerobak yang Digusur

Pukul tujuh pagi, matahari Jakarta sudah mulai menyengat. Namun, bagi Rudi, pagi ini terasa sejuk dan indah.

Ia memarkirkan motor matic-nya yang baru ditebus dari leasing tepat di depan ruko. Kali ini, ia mengenakan kemeja terbaiknya—yang sudah disetrika licin oleh istrinya semalam—dan sepatu pantofel yang sudah disemir mengkilap.

"Selamat pagi, Bos!" sapa Rudi penuh semangat saat melihat Rian sedang duduk di kursi lipat sambil mencoret-coret buku tulis.

Rian menoleh. Ia tersenyum melihat perubahan aura karyawannya itu. Tidak ada lagi wajah kusam penuh beban. Bar energi di atas kepala Rudi berwarna hijau terang.

[Loyalitas: 100/100 (Fanatik)]

[Status: Siap Mati Demi Bos.]

"Pagi, Pak Rudi. Semangat banget," kekeh Rian. "Udah sarapan?"

"Sudah, Bos! Istri saya masak besar hari ini. Oh ya, ini saya bawakan bekal buat Bos. Katanya tanda terima kasih dari istri." Rudi meletakkan rantang susun di meja.

Rian tertegun sejenak. Sudah lama sekali ia tidak menerima bekal masakan rumahan. Ia menerimanya dengan senang hati. "Makasih, Pak. Nanti saya makan."

"Jadi, apa perintah hari ini, Bos?" tanya Rudi sigap. "Kita mau jualan apa? Emas? Elektronik? Atau properti?"

Dengan modal 100 Miliar (yang Rudi asumsikan Rian punya banyak uang karena gajinya saja 15 juta), Rudi membayangkan bisnis kelas kakap.

Rian menggeleng. "Nggak. Kita mau jual Nasi Rames."

Rudi melongo. "Hah? Nasi... Rames?"

"Iya. Nasi rames, ayam goreng, sayur lodeh, orek tempe. Makanan rakyat," jawab Rian santai. "Tapi bukan sembarang nasi rames."

Rian menutup buku tulisnya. Ia baru saja selesai merancang menu berdasarkan item yang akan ia beli di Sistem.

"Pak Rudi, tugas Bapak hari ini adalah belanja. Saya sudah transfer 50 juta ke rekening Bapak."

Mata Rudi membelalak. "Li-lima puluh juta?!"

"Beli meja kursi kayu yang bagus tapi kelihatan homey. Beli peralatan dapur standar restoran stainless steel. Kulkas dua pintu, freezer, sama piring-gelas. Sisanya buat stok beras dan bahan pokok seminggu. Cari yang kualitas grade A."

"Siap, Bos! Tapi... koki-nya siapa? Bos bisa masak?"

Rian tersenyum misterius. "Koki-nya sedang kita jemput siang ini. Sekarang, Bapak belanja dulu. Saya tunggu di sini jam 1 siang."

Sepeninggal Rudi, Rian kembali sendirian. Ia memanggil Sistem.

"Buka Toko."

[Toko Sistem Terbuka]

[Saldo Poin: 660 Poin]

(Poin bertambah sedikit dari passive income kebahagiaan Rudi semalam)

Rian menekan ikon Resep Bumbu Penyedap Alami (Level 1).

[Harga: 500 Poin. Beli?]

"Beli."

[Konfirmasi. Pengetahuan sedang ditransfer...]

ZING!

Kepala Rian terasa pening sesaat, seperti disengat listrik statis. Detik berikutnya, ribuan informasi membanjiri otaknya. Komposisi rempah, takaran lengkuas, rasio bawang merah dan putih, hingga teknik fermentasi kedelai untuk kecap manis alami.

Ini bukan MSG. Ini adalah teknik pengolahan rempah kuno yang sudah dilupakan zaman, yang mampu memicu hormon dopamin (rasa bahagia) bagi yang memakannya.

"Gila..." Rian memijat kepalanya. "Gue mendadak jadi Masterchef."

Sekarang ia punya resepnya. Ia butuh tangan yang bisa mengeksekusinya.

Siang harinya, Rian mengajak Rudi—yang sudah selesai belanja dan menumpuk barang di ruko—untuk pergi ke sebuah kawasan padat penduduk di Jakarta Selatan.

Mereka berhenti di pinggir jalan yang ramai, di depan sebuah lahan kosong bekas gusuran. Di sana, di bawah terik matahari, berdiri sebuah tenda biru lusuh.

"Warung Nasi Bu Ningsih," eja Rudi membaca spanduk yang sudah robek itu. "Bos mau makan siang di sini?"

"Bukan cuma makan, Pak. Kita mau 'bajak' pemiliknya," jawab Rian.

Rian tahu tempat ini. Dulu saat ia jadi kuli bangunan di proyek dekat sini, Bu Ningsih sering memberinya nasi sisa—yang masih sangat layak makan—secara gratis. "Makan, Le. Biar kuat kerjanya," begitu kata ibu itu dulu.

Tapi pemandangan di depan mereka sedang tidak baik-baik saja.

Tiga orang berseragam cokelat (Satpol PP) sedang beradu mulut dengan seorang wanita paruh baya bertubuh gemuk yang memakai daster lusuh.

"Bu! Sudah dibilang jangan jualan di trotoar ini! Ini jalur hijau!" bentak petugas itu.

"Pak, tolong Pak... Saya cuma jualan jam makan siang aja. Suami saya sakit di rumah, butuh obat," Bu Ningsih memohon sambil memeluk tiang tendanya. Wajahnya basah oleh keringat dan air mata.

"Alah, alasan klasik! Angkut gerobaknya!" perintah komandan regu.

"JANGAN PAK! JANGAN!" Bu Ningsih histeris saat dua petugas mulai menyeret gerobak kayunya yang berisi panci-panci sayur.

Panci berisi sayur asem tumpah ke aspal. Kuahnya menggenang bercampur debu jalanan.

Bu Ningsih jatuh terduduk, menangisi dagangannya yang hancur. Orang-orang yang lewat hanya menonton sambil merekam pakai HP, tidak ada yang berani menolong.

Rudi di samping Rian sudah mengepalkan tangan, rahangnya mengeras. "Bos, itu keterlaluan. Boleh saya hajar?"

Rian menahan bahu Rudi. Matanya menatap tajam, tapi bukan kemarahan buta.

"Jangan pakai otot, Pak Rudi. Kita pakai cara orang kaya," kata Rian dingin.

Rian melangkah maju menembus kerumunan.

"BERHENTI!" teriak Rian lantang.

Petugas Satpol PP itu menoleh. "Siapa kamu? Mau jadi pahlawan kesiangan?"

Rian tidak menjawab petugas itu. Ia berjalan langsung ke arah Bu Ningsih, membantunya berdiri, lalu menepuk debu di bahu wanita itu.

"Bu Ningsih, ingat saya?" tanya Rian lembut.

Bu Ningsih menyipitkan mata yang buram karena air mata. "Siapa ya... Mas yang dulu sering makan nasi sisa itu?"

Rian tersenyum. "Betul, Bu. Dulu Ibu kasih saya makan saat saya nggak punya uang. Sekarang giliran saya."

Rian berbalik menghadap petugas Satpol PP itu. Ia mengeluarkan dompetnya, menarik sepuluh lembar uang merah (satu juta rupiah).

"Gerobak ini harganya berapa kalau bikin baru? Lima juta? Sepuluh juta?" tanya Rian.

"Eh... bukan soal harga, Mas! Ini soal aturan!" petugas itu mulai ragu melihat penampilan Rian yang bersih (dan Rudi yang berbadan tegap di belakangnya).

"Gerobak ini nggak usah diangkut. Biar saya yang beli isinya, sama gerobak-gerobaknya, sama tenda-tendanya sekalian buat kalian buang ke tempat sampah," kata Rian lantang. "Kalian mau menegakkan aturan kan? Silakan bersihkan trotoar ini. Tapi Ibu ini ikut saya."

Rian menoleh ke Bu Ningsih yang masih syok.

"Bu, tinggalkan gerobak ini. Sayur yang tumpah itu biarin aja," kata Rian. "Ibu mau nggak kerja sama saya? Masak di dapur ber-AC, gaji 10 juta per bulan, dan suami Ibu saya jamin pengobatannya."

Suasana hening seketika. Para penonton yang merekam menahan napas. Bu Ningsih menatap Rian seperti melihat malaikat.

"M... Mas serius?"

"Sangat serius. Ayo, Pak Rudi, bantu Ibu bawa barang pribadinya. Kita tinggalkan tempat ini."

Siang itu, di atas trotoar panas Jakarta, Rian tidak hanya mendapatkan seorang koki. Ia mendapatkan 'Ibu' bagi perusahaan barunya

1
Purbalingga Jos
jangan kelamaan thor
Sukma Firmansyah: adohhhh, kopinya mana kopinyaaaa
biar author semangat wkwkwkkww
total 1 replies
Paulina al-fathir
wiiihh ceritamu memang the best lah 👏👏👏🤩🤩👍👍
Purbalingga Jos
jangan kelamaan dong
Sukma Firmansyah: baik diusahakan
total 1 replies
Paulina al-fathir
bagus banget ceritanya 😍😍smpi deg2an bacanya.mantap 👍💪
Denn King
gasss thorrr
Purbalingga Jos
lanjuuut donk
Travel Diaryska
mantull
Travel Diaryska
ini ceritanya bagus banget, tolong dilanjutin sampe tamat ya thorr🙏✨
Sukma Firmansyah: terimakasih atas support nya, jangan lupa like dan vote
agar author tetap semangat
total 1 replies
DREAMS
ini dilanjutkan atau sampai sini aja?
Sukma Firmansyah: baik
dibantu like/upvote
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!