"Rey... Reyesh?!"
Kembali, Mutiara beberapa kali memanggil nama jenius itu. Tapi tidak direspon. Kondisi Reyesh masih setengah membungkuk layaknya orang sedang rukuk dalam sholat. Jenius itu masih dalam kondisi permintaan maaf versinya.
"Rey... udah ya! Kamu udah kumaafkan, kok. Jangan begini dong. Nanti aku nya yang nggak enak kalo kamu terus-terusan dalam kondisi seperti ini. Bangun, Rey!" pinta Mutiara dengan nada memelas, penuh kekhawatiran.
Mutiara kini berada dalam dilema hebat. Bingung mau berbuat apa.
Ditengah kondisi dilemanya itu, ia lihat sebutir air jatuh dari wajah Reyesh. Diiringi butir lain perlahan berjatuhan.
"Rey... ka-kamu nangis, ya?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alfphyrizhmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33 - Dek Iyesh dan Dek Imut (bagian 02)
"Gapapa, Mut! Hahahaha!" jawab Reyesh, lalu melanjutkan lagi ketawanya.
"Ish... nyebelin. Kasih tau dong! Emang aku salah tanya ya, barusan?"
"Dek, Imut... teh Mawar itu istri saya." jawab Kang Arif, agar menenangkan dan menjawab rasa penasaran Mutiara, sekaligus mereda ketawa Reyesh yang berlebihan.
"Hah?!"
Mendengar respon polos barusan, Reyesh yang ingin meredakan tawa nya, malah tambah meledak-ledak.
"Maaf ya, kang. Kalau saya nuduh yang tidak-tidak." ucap Mutiara dengan tulus.
Tiba-tiba saja, ketawa Reyesh mereda cepat, setelah mendengar permintaan maaf Mutiara barusan. Penuh ketulusan dan diutarakan dengan nada lembut.
"Iya, nggak apa-apa. Santai saja di sini mah, dek Imut." ucap Kang Arif.
"Dek Imut? Siapa?" Mutiara celangak-celinguk. Ia mencari apakah ada mahasiswi lain yang juga makan di tempat itu. Ternyata, memang cuma dia seorang, mahasiswi paling cantik yang sedang makan dan duduk di warung makan secret corner.
"Maksudnya tuh, kamu....!" kata Reyesh.
"Kang Arif sering memberi panggilan baru sama kita-kita di sini. Udah terima aja! Cakep dan lucu juga kok panggilannya buat kamu." lanjutnya, menjelaskan kepada Mutiara yang baru pertama kali ke tempat itu.
"Ooh, begitu toh!"
"Iyak! Untung kamu putih. Jadi nggak ada singkatannya deh 'IMUT' itu. Coba kalo it...." sebelum Reyesh melanjutkan ucapannya, Mutiara mencegah dengan cepat.
"Weit... jangan rasis! Hayo, kamu mau nerusin singkatan ke rasis warna kulit, kan?"
Padahal, Reyesh sengaja mengatakan demikian. Memancing reaksi Mutiara berikutnya. Dan, ternyata sesuai harapan!
"Wah! Sosok Mutiara di hadapanku sudah mulai naik level, dikit demi sedikit!" ucap Reyesh dengan wajah senang dan puas.
"Maksudnya?"
"Iya! Kamu... naik level. Congrats, Mut!" Reyesh menjulurkan tangan dengan senyum lebar, agar Mutiara mau menjabat tangannya.
"Ish... nggak jelas! Apaan sih maksud kamu, Rey?"
"Aku sengaja. Ingin ngetes dan mancing kamu ke ranah berbahaya itu. Tapi, kamu lumayan peka dan ngejaga juga. Aku salut, Mut. Kamu yang awalnya cuma mikirin dirimu sendiri, ingin jadi pusat perhatian dan menaikkan popularitasmu saja, tapi barusan aku kaget! Kamu masih mikirin yang lain juga ya. Sampai buru-buru menjaga dan mencegahku, supaya aku nggak keceplosan rasis terhadap mereka."
"Idih... semua orang juga bisa aja kali, care sama hal umum begitu. Wajib malahan. Apalagi, kita lahir sekaligus tinggal di negara yang kaya akan suku, adat, dan budaya. Mesti tinggi sikap toleransinya, dong. Jadi... nggak usah lebay dan dilebih-lebihkan segala deh, Rey!"
"Ndak... Ndaakk! Jujur, aku sedikit kagum sama kamu."
"Hmph! Ngapa baru sadar sekarang? Wueee...." ujar Mutiara sambil melet di depan Reyesh. Saatnya menyombongkan diri, dimulai kembali, pikirnya.
"Serius. Aku sedikit... kagum."
"Kagum kenapa?"
"Tadi awal-awal, kamu bahkan sangat egois banget ingin jadi magnet dan pusat perhatian. Sekarang, kamu kayak kesurupan sosok paling nasionalis dan patriotis. Dek Imut belajar dari mana itu semua dalam waktu yang singkat ini?" tanya Reyesh, diakhiri sedikit gelak tawa karena meledek Mutiara.
Tak mau kalah, Mutiara menjawab dengan ledekan juga, sekaligus merayu-rayu tipis ke arah si jenius.
"Dek Imut anu.... dek imut belajar hal barusan, karena ada kak Iyesh di samping dedek. Dek imut bisa sopan begini dan jadi nasionalis, karena selalu dekat dengan kak Iyesh..." jawab Mutiara dengan hati puas dan plong. Seolah telah memantulkan bola panas yang di smash Reyesh ke arahnya.
Sontak saja, ucapan yang diutarakan dengan lembut dan manja oleh Mutiara, mendapat respon gelak tawa semuanya.
Kang Arif nampak puas tertawa, sambil mengacungkan dua jempol ke arah Mutiara, mendukung balasan guyonan Mutiara ke Reyesh. Beberapa mahasiswa lain yang sedang makan dan kenal dekat dengan Reyesh, baik senior maupun seangkatan, pun ikut tertawa.
"Kamu pemenangnya, dek...! Mantap!!!" ucap Kang Arif, memberikan dua jempol ke adah Mutiara.
Sebagian tepuk tangan ke arah Mutiara yang bingung.
'Mengapa semuanya seolah mendukungku saat membalas candaan Reyesh?' gumam Mutiara, masih belum mendapat jawaban.
Ia hanya mengangguk beberapa kali, tersenyum tipis. Ia tidak mengira, respon lainnya semeledak ini.
Lalu, salah satu mahasiswa senior, berkacamata dan nampak cerdas, angkat bicara,
"Ekhem... Maaf! Kamu benar-benar telah mengalahkan guyonan dan jokes dari si mister lawak di Secret Corner ini." katanya, memberi penjelasan kepada Mutiara.
"Saya...? Mengalahkan mister lawak?" Mutiara mengarahkan telunjuknya pada diri sendiri, pertanda bingung dan bertanya-tanya.
Lalu, ia memandang ke arah Reyesh yang dimaksud sebagai 'Si Mister Lawak'. Reyesh nampak tertunduk, sambil senyum tersipu malu.
Saat itu juga, Mutiara tahu julukan lainnya dari Reyesh, selain 'Si Jenius' ternyata ada juga 'Si Mister Lawak di Secret Corner'. Keren juga, pikirnya ditengah khayalan sesaat.
"Iya! Kalau segi akademis maupun pengetahuan kuantitatif lainnya, mungkin kami bisa diadu olehnya. Tapi, urusan melawak, dia masih nomor satu di sini. Entah kami yang terlalu kaku dan culun, sehingga susah membuat lelucon. Atau memang, dia ini punya bakat lawak sejak kecil." mahasiswa lain menimpali, memberikan penjelasan lebih kepada Mutiara tentang kondisi Secret Corner.
Setiap Reyesh hadir dan makan ke Secret Corner itu, ia seringkali membuat guyonan ngasal, sehingga beberapa mahasiswa ikut tertawa. Alhasil, banyak yang semakin akrab dan dekat dengan si jenius itu.
Bahkan, Kang Arif dan keluarga, seringkali memberikan porsi makan gratis padanya, jika Reyesh datang lebih dulu atau saat kondisi rumah makan sedang sepi.
"Oh gitu, yaaa? Hmmm...." ucap Mutiara dengan wajah sumringah. Pandangannya menuju ke Reyesh, dengan sengaja alisnya dinaik-turunkan. Mahasiswi cantik itu, sudah gatal dan sangat ingin meledek si jenius Reyesh di kesempatan berikutnya.
"Guyonan balasan kamu barusan itu... Beuh! Kayak Home Run di detik terakhir tau nggak, sih! Keren banget pokoknya lah! Kamu mau pesen apa aja, silakan, bilang aja... aku yang traktir!" kata mahasiswa lain, yang juga puas karena datang sosok yang mengalahkan candaan Reyesh di Secret Corner.
Mayoritas mahasiswa lain merespon tawaran itu dengan tepuk tangan riuh.
Meskipun demikian, tidak pernah ada di benak mereka semua, menaruh dendam atau niat jahat dengan sikap barusan.
Semuanya murni karena ingin mengalahkan Reyesh yang selalu beberapa langkah menang dalam hal candaan. Mungkin saja, Reyesh punya timing dan moment yang tepat. Sehingga, acapkali Reyesh membuat lawakan, ledakan tawanya bisa berkali-kali lipat dari orang pada umumnya.
Lagi dan lagi, tergantung pada timing dan momentum.
------
Setelah beberapa menit, Mutiara cukup membantu mencairkan suasana canggung diantara mereka semua. Dalam sekejap saja, mahasiswi cantik itu mendapat support penuh dari para artis IPK yang kebetulan lagi makan di sana. Tentunya, dalam hal mengalahkan jokes dari Reyesh.
Keadaan mulai hening dan kondusif seperti biasa.
Namun, sebegitu cerdas dan jeniusnya Reyesh dalam hal emosi, ia tidak menyanggah atau protes sedikitpun, saat Mutiara membalas guyonannya.
Reyesh justru membiarkan lelucon itu meledak dan membuat puas semuanya. Jika Reyesh interupsi, banyak hal yang dirugikan.
Pertama, tatapan sinis beberapa mahasiswa yang merasa, kalau jokes dan lawakannya, tidak memiliki celah sedikitpun. Selalu dicap menang dan nomor satu.
Reyesh sangat menghindari hal itu. Bagaimanapun, ia tetap ingin dianggap manusia biasa, yang punya banyak kelemahan. Bukan menjadi sosok yang selalu dianggap superior, dalam suatu bidang atau hal tertentu.
Kedua, jika Reyesh menyanggah dan membalas guyonan Mutiara dengan yang lebih lucu, maka simpati yang harusnya sekarang milik Mutiara, akan ia rampas kembali secara penuh.
Sehingga, gap antara Mutiara dengan para mahasiswa bergelar artis IPK di tempat itu, semakin lebar. Reyesh sudah memikirkan matang-matang kedua konsekuensinya.
Ia justru memilih ikut tertawa dan terbawa arus dalam meledek dirinya sendiri. Sebuah sikap berjiwa besar, yang hanya bisa dilatih dengan hati yang sudah matang oleh berbagai pengalaman pahit dalam hidup.
"Oh ya, kang... tadi mau ngelanjutin ceritanya ya? Maaf... kami potong dengan candaan. Hehe," tanya Reyesh, yang ingat bahwa ia memotong ucapan Kang Arif yang hendak menceritakan sesuatu.
"Oh, yaampun, kang! Maaf... Maaf! Silakan dilanjut tentang cerita teh Mawar," Mutiara pun meminta maaf dengan cepat.
Sikap kedua mahasiswa dan mahasiswi ini, membuat Kang Arif terharu. Bisa-bisanya, mereka yang masih muda dan penuh gengsi, tetap ingat telah memotong dirinya yang ingin berkisah. Ditambah permintaan maaf yang tulus.
Detik itu juga, dalam wajah teduh dan senyum tulus sambil memejamkan mata, kang Arif melantun doa paling indah kepada Sang Pemilik Semesta, agar memberi kisah terindah kepada Reyesh dan Mutiara.
Bersambung.....