"Rey... Reyesh?!"
Kembali, Mutiara beberapa kali memanggil nama jenius itu. Tapi tidak direspon. Kondisi Reyesh masih setengah membungkuk layaknya orang sedang rukuk dalam sholat. Jenius itu masih dalam kondisi permintaan maaf versinya.
"Rey... udah ya! Kamu udah kumaafkan, kok. Jangan begini dong. Nanti aku nya yang nggak enak kalo kamu terus-terusan dalam kondisi seperti ini. Bangun, Rey!" pinta Mutiara dengan nada memelas, penuh kekhawatiran.
Mutiara kini berada dalam dilema hebat. Bingung mau berbuat apa.
Ditengah kondisi dilemanya itu, ia lihat sebutir air jatuh dari wajah Reyesh. Diiringi butir lain perlahan berjatuhan.
"Rey... ka-kamu nangis, ya?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alfphyrizhmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28 - Artis Versi Mutiara
"Kalau dirimu merasa risih atau menolak tempat itu, setelah setengah jam berada di sana, maka, akan kukembalikan setengah dari baiaya bimbelmu. Ingat, lima puluh persennya lho! Gimana?" ucap Reyesh memberikan jaminan terkuatnya.
"Kamu yakin, Rey? Nggak rugi banyak?" sahut Mutiara.
"Tenang aja." jawab Reyesh, sangat meyakinkan.
"Eh, jangan deh, Rey! Aku nggak sampai hati, kalau jumlahnya sebesar itu. Tadi cuma candaan saja. Ngetes keseriusanmu doang!" cegah Mutiara, merasa tidak enak terhadap si jenius.
"Kamu santai, Mut. Rileks. Ucapanku barusan, nggak main-main kok. Telah kuperhitungkan sebelumnya secara matang-matang. Dan, aku yakin, akulah pemenangnya!"
"Wih.... pede gilaaa, sampeyan....!!!" ledek Mutiara dihadapan Reyesh.
"WAJIB, KUDU, MUSTI, NGGAK BOLEH NGGAK, HARUS percaya diri dong jadi orang!" sahut Reyesh dengan kekayaan kosa kata miliknya.
"Waw! Ngeborong semua... Satu arti dalam banyak kata!"
Mutiara kaget dan takjub dengan banyaknya istilah atau diksi Reyesh. Ia berkesimpulan, kalau si jenius itu benar-benar suka membaca. Terbukti dengan perbedaan kosa kata, padahal mengandung satu arti.
"Tapi, Rey... resikonya besar banget! Jutaan rupiah, lho...! Aku juga harus menyiapkan mininal banget, nominal yang setara, kalau-kalau aku kalah nanti." protes Mutiara.
"Kalo kamu, nggak usah repot- repot menyiapkan hal itu, Mut."
"Lho... lho, nggak fair dong." keluh Mutiara.
"Tetap adil, kok. Aku cuma minta, kamu nanti traktir aku ya! Misalkan nanti kamu betah dan mau berlama-lama di tempat itu. Gimana?"
"Tetep aja! Bukan masalah adil nggak adil. Aku yang ngerasa nggak enak. Di posisi ini, aku semua yang diuntungkan. Kamu rugi besar!"
"Kan sudah kubilang sebelumnya, semua telah diperhitungkan secara matang dan detail. Apalagi, ini menyangkut hal yang kusuka. Aku nggak bisa membuang begitu saja prinsip yang udah kupegang. Salah satunya, dengan menyukai tempat tersebut." kata Reyesh panjang lebar.
"Oh... Begitu, ya? Tapi, ini udah kelewat batas percaya diri orang normal biasanya!"
"Emang harus, Mut! Kalo aku mau naik level, aku harus berbeda dari orang pada umumnya. Terutama dalam hal keberanian mengambil resiko."
"Ckckckck... aku nggak mau ngulang lagi yah, Rey...! Resiko buat kamu terlalu besar!" cegah Mutiara untuk terakhir kalinya.
"Mengambil resiko besar dan tetap bertahan pada kepercayaan diri, menurutku itu yang terus menbuatku tumbuh. Kenapa kamu menghalangi proses perkembanganku, Mut?" Reyesh coba memberi tekanan pada Mutiara.
Mutiara pun tercengan dan dibuat skakmat oleh si jenius. Kalimat barusan, layaknya ultimatum terakhir andalan Reyesh, untuk mengakhiri perdebatan diantara mereka.
Setelah berpikir panjang, bahwa tidak akan pernah menang melawan argumen si jenius ini, Mutiara pun mengiyakan.
"Oke. Baik. Tapi, aku lepas tangan dan nggak mau tanggung jawab ya, kalau-kalau kamu akhirnya nyesel karena rugi besar." kata Mutiara.
"Aman aja. Gimana, deal sekarang yah?" si jenius itu menjulurkan tangan.
Mutiara menjabat tangan Reyesh, "OK, deal!"
Akhirnya, kesepakatan telah dibuat antara keduanya.
"Terakhir sebelum kita keluar ruangan ini, Mut."
"Apa tuh, jenius?"
"Aku cuma ingin, setidaknya memintamu... cobalah datang. Dan benar-benar dari hati. Bukan tanpa paksaan. Benar-benar tulus dari rasa penasaranmu....." kata Reyesh, saat menjelaskan, tatapannya benar-benar dalam dan serius ke arah Mutiara. Bukan tatapan menghakimi, tapi pandangan yang lembut dan tulus.
"Meskipun hanya sekali dalam seumur hidupmu. Walaupun akhirnya nanti kamu risih dan nggak tahan berlama-lama di sana. Misalkan tiba di sana, lalu kamu nggak suka, nggak apa-apa. Nggak usah pura-pura nyaman agar aku senang." ucap Reyesh memberi arahan, sebelum mereka berangkat.
"Aku lebih nggak suka, sama tipe orang-orang yang sok berlagak baik di depanku, tapi saat dibelakangku, mereka merencanakan banyak niat jahat. Itu salah satu mimpi buruk paling mengerikan, Mut!" tambah lagi si jenius menjelaskan pada mahasiswi cantik di hadapannya.
"Aku nggak mau kamu seperti itu, ya! Cukup jadi Mutiara yang sekarang. Galak, keras kepala, budeg, polos kayak kertas buram buat ujian, dan gampang marah." ucap Reyesh dengan sedikit niat mengejek Mutiara, tapi bukan niat serius untuk menyindir. Cuma candaan semata.
"Ish.... ish.... Kamu adalah satu-satunya orang....." belum sempat Mutiara menyelesaikan ucapannya, Reyesh langsung memotong,
"Yang paling ganteng dan jenius di angkatan kita! Iya, kan? Barusan... kamu mau ngomongin hal itu, kan?" jenius itu menaikkan alisnya berkali-kali, sambil tersenyum lebar ke arah Mutiara.
"Wuuueek....." respon Mutiara, serasa mau muntah. Walaupun memang bercanda.
"Yaahh!!! Padahal aku mengharapkan, ada seseorang yang akan bilang seperti itu. Terutama dari artis kampus sepertimu!" sambung Reyesh dengan nada kecewa.
"Ish.... ngarep banget, sih! Lagian, untuk sekarang ini... aku nggak tertarik lagi jadi artis kampus, tauuuk!" sanggah Mutiara.
"Terus, maunya jadi artis apaan dong?" tanya Reyesh.
"Artis dalam hal akademik!"
"Oh... nanti kamu akan bertemu mereka di tempat yang akan kita kunjungi! Dan ada istilah khusus untuk artis versi yang kamu impikan barusan!" ucap Reyesh, kembali antusias, menyelipkan sesuatu yang membuat Mutiara penasaran, agar termakan bujukan ke tempat makan favoritnya.
"Hah?! Serius?" sentak Mutiara, mulai tertarik.
"Iya. Udah ikut aja, yuk! Beneran, deh... kamu nggak akan nyesel. Eh, tapi, tadi kamu mau bilang, aku satu-satunya orang yang apa....?" tagih Reyesh, seolah masih ada sesuatu yang mengganjal dan belum terselesaikan.
"Oh... barusan aku mau bilang kalau kamu itu satu-satunya orang yang....." Lagi dan lagi, belum sempat Mutiara menyelesaikan ucapannya, Reyesh memotong dan membuat guyonan lain.
"....paling nyaman diajak ngobrol. Gitu ya?" respon Reyesh sok pura-pura berpikir, kepalanya sedikit mengangguk-angguk, memegang dagunya sambil melihat langit-langit.
"Yaampun dah...!!! Sumpah sih inimah...." gerutu Mutiara, lagi-lagi pembicarannya dipotong.
"Kamu mau sumpah apa? Hati-hati, jangan sumpah pocong ya!"
"Apaan sih, Rey! Makin ngelantur aja! Aku tadi ngeluh karena kamu potong pembicaraanku terus!" protes mahasiswi cantik itu.
"Ups. Maaf, maaf...."
"Intinya kamu itu satu-satunya orang yang paling resek, iseng, dan paling ngeselin sedunia! Dan juga, satu-satunya yang paling detail. Komplit banget deskirpsiin semua karakterku barusan!" sambung Mutiara, takut dipotong lagi pembicaraannya oleh Reyesh.
Sampai-sampai, ia sendiri pun bingung pada ucapannya barusan. Apakah mngandung pujian atau mengejek si jenius. Mutiara menggeleng karena kebingungan.
"Kenapa, Mut?" tanya Reyesh yang juga bingung melihat sikap aneh Mutiara.
"Ng...nggak apa-apa. Lanjutin lagi yang tadi!" pinta Mutiara.
"Oh... Oke! Intinya, kalau nanti kamu nggak betah, jaminanku yang lain adalah langsung anter kamu pulang."
Sebuah tawaran yang tidak bernilai besar dalam nominal rupiah, namun sangat berarti dan begitu mewah didengar oleh telinga Mutiara.
Wajahnya terpana sesaat, mengartikan ucapan Reyesh dengan penuh penafsiran.
"Kamu beneran?" tanya Mutiara dengan terbata-bata dan gemeteran. Inilah salah satu tawaran yang diinginkan Mutiara. Diantar langsung oleh Reyesh ke kostan nya!
"Ya, dengan senang hati. Itupun jika aku kalah."
"Baiklah, jenius. Kalau kamu ngasih jaminan lain mau mengantarku pulang, aku terima ajakan itu." Mutiara langsung tanpa gas, mengiyakan tawaran tersebut. Harus buru-buru diikat, agar jangan lepas.
Akhirnya, keduanya keluar ruangan dengan wajah sedikit lesu, pertanda perut sudah sangat keroncongan.
"Ayo berangkat!" ajak Reyesh, setelah melihat Mutiara sudah siap.
"Ayo!"
"Nah... gitu dong, Mut! Langsung mau!"
"Kemanapun, asal ama kamu, aku oke dan mau....." ucapnya, yang seolah tersihir mantra Reyesh, dan lupa oleh benteng pertahanannya sendiri.
"Tuh mulai lagi, kan? Oke, gajadi! Aku ke sana sendiri aja!" protes Reyesh, lebih terlihat ngambek.
Bersambung......