MONSTER KEJAM itulah yang Rahayu pikirkan tentang Andika, suaminya yang tampan namun red flag habis-habisan, tukang pukul kasar, dan ahli sandiwara. Ketika maut hampir saja merenggut nyawa Rahayu di sebuah puncak, Rahayu diselamatkan oleh seseorang yang akan membantunya membalas orang-orang yang selama ini menginjak-injak dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BI STORY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hadiah Pembuka Untuk Adik Tiri Licik
Musik klasik mengalun megah di aula tersebut, namun bagi Ayu, melodi itu terdengar seperti musik pengiring menuju hadiah manis yang akan diberikan oleh Ayu kepada Santi secara diam-diam. Di balik topeng berliannya, matanya terus mengunci pergerakan Santi yang terus memamerkan perhiasan mewahnya kepada para tamu.
"Udah saatnya, Gung," bisik Ayu pelan.
Agung memberikan kode halus dengan anggukan kepala. Di sudut ruangan, seorang waitress muda bernama Julia yang telah menerima uang dalam jumlah besar dari Agung sore tadi tampak menarik napas panjang.
Ia membawa nampan berisi beberapa cangkir kopi susu hitam yang masih mengepulkan uap panas, sesuai instruksi khusus dari Ayu.
Julia berjalan dengan langkah yang sengaja dibuat sedikit terburu-buru menuju arah Santi. Sementara itu, Ayu menarik Andika ke dalam percakapan kecil untuk mengalihkan perhatian pria itu.
"Pak Andika, saya dengar perusahaan ini sedang melakukan ekspansi besar-besaran. Tapi, bukankah gedung kantor lama Anda punya sejarah yang... sedikit kelam? Pak Rio selaku CEO lama menghilang dengan putrinya yang bernama Rahayu karena ulah mafia bisnis kata anda?" tanya Ayu sambil menyentuh lembut lengan Andika, membuat pria itu terpesona dan kehilangan fokus pada sekelilingnya.
"Ah, itu benar Ayu. Sampai sekarang saya merasa masih sangat kehilangan yang terhormat Pak Rio dan istri saya Rahayu. Saya berharap mereka hanya menghilang dan suatu saat akan kembali lagi. Sebagai menantu yang dapat diandalkan, sayalah pengendali kerajaan bisnis Pak Rio sekarang dan seterusnya."
PRANGGG!
Suara pecah belah beradu dengan jeritan melengking yang memekakkan telinga. Semua mata di aula itu seketika tertuju pada satu titik.
"Aaaaaaaaakkhh! Panas! Sialan! Apa yang kau lakukan, hah?!" teriak Santi histeris.
Julia berpura-pura tersandung kaki meja, menyebabkan seluruh isi nampannya 7 gelas kopi hitam yang mendidih tumpah tepat di atas paha dan gaun mahal Santi. Cairan hitam panas itu meresap ke dalam kain gaun sutranya yang tipis, langsung membakar kulit paha Santi.
"Maaf, Nona. Maafkan saya, lantai ini sangat licin!" Julia memohon sambil bersimpuh, namun tangannya dengan sengaja menarik ujung gaun Santi hingga robek di bagian samping, memperlihatkan kulit paha Santi yang kini memerah dan melepuh akibat panas.
"Kamu buta ya?! Ini gaun edisi terbatas! Harganya lebih mahal daripada nyawa kamu!" Santi terus berteriak, wajah cantiknya kini berubah menjadi monster penuh amarah. Ia kehilangan kendali diri di depan ratusan kolega bisnis kelas atas.
Bu Laura ibu kandung Santi sekaligus ibu tiri Rahayu yang kejam berlari mendekat, wajahnya panik.
"Santi! Ya ampun, wajahmu merah sekali! Tenanglah sayang, semua orang melihat!"
"Gimana mau tenang, Ma?! Ini panas banget! Waitress sampah ini pasti sengaja!" Santi memaki Julia, lalu dengan kasarnya mendaratkan tamparan keras ke wajah waitress itu.
Suasana pesta yang tadinya elegan seketika berubah menjadi pasar karena kegaduhan itu. Para tamu mulai berbisik-bisik, menatap jijik pada perilaku Santi yang tidak memiliki etika sebagai adik ipar "tuan besar" Rio Group yaitu Andika.
Ayu melangkah mendekat dengan langkah anggun, seolah-olah ingin menolong. Ia mengeluarkan sapu tangan hitamnya, lalu menatap Santi dengan tatapan yang sangat dalam.
"Ya ampun, Mbak Santi. Kulit yang begitu mulus... sayang sekali kalau harus cacat karena luka bakar," ucap Ayu dengan nada prihatin yang dibuat-buat.
"Luka bakar itu sulit sembuh, lho. Kadang bekasnya akan tertinggal selamanya, mengingatkan kita pada apa yang pernah kita buat."
Santi mendongak, menatap Ayu dengan amarah. Namun, saat matanya bertemu dengan mata Ayu di balik topeng, ia merasakan desiran dingin yang aneh. Ia merasa seperti sedang menatap dendam dari masa lalu.
"Jangan sok menasihati saya!" bentak Santi.
Andika merasa malu luar biasa.
"Santi, diam! Masuk ke ruang ganti sekarang! Bu Laura, bawa dia pergi!"
Andika kemudian berbalik menghadap para tamu dengan wajah merah padam karena malu.
"Mohon maaf atas ketidaknyamanannya. Adik ipar saya hanya sedang kelelahan. Silakan nikmati kembali pestanya."
Agung merangkul bahu Ayu, mereka berdiri di kegelapan sudut ruangan sambil melihat Santi yang berjalan terpincang-pindah sambil menahan perih dan malu, dikawal oleh ibunya.
"Bagaimana perasaanmu Nona Ayu?" tanya Agung lirih.
Ayu menyesap minumannya perlahan.
"Ini bahkan belum bisa menggantikan satu tetes darah yang keluar dari tubuhku di mansion itu, Gung. Paha yang melepuh hanyalah pembuka. Aku ingin mereka merangkak di kakiku sebelum aku benar-benar mengirim mereka ke tempat yang seharusnya."
Ayu tersenyum di balik topengnya. Hadiah pertamanya telah sampai, dan ia tahu, malam-malam selanjutnya bagi keluarga psikopat itu tidak akan pernah lagi terasa tenang.
Aroma antiseptik yang tajam menusuk indra penciuman Santi, namun rasa perih di pahanya jauh lebih menyiksa. Di ruang ganda instalasi gawat darurat, ia terus mengerang saat perawat mencoba membersihkan sisa cairan kopi mendidih yang telah menyatu dengan jaringan kulitnya.
"Pelan-pelan, bodoh! Sakit!" teriak Santi, wajahnya basah oleh keringat dan maskara yang luntur.
Dokter spesialis kulit yang menangani hanya bisa menggeleng pelan.
"Luka bakar ini masuk kategori derajat dua dalam, Mbak. Cairan mendidih itu meresap cukup lama. Kami akan memberikan salep antibiotik dan perban, tapi saya harus jujur, kemungkinan besar akan meninggalkan jaringan parut atau bekas luka yang permanen."
Mendengar kata "permanen", Santi seolah tersambar petir. Ia menatap paha yang kini merah padam, melepuh dengan gelembung-gelembung air yang mengerikan.
Kulit mulus yang selama ini ia banggakan yang selalu ia pamerkan dengan rok pendek kini hampir hancur.
"Aku gak mau tahu! Buat kulitku kembali seperti semula!" raungnya histeris. Ia kemudian menoleh ke arah pengawal pribadinya yang berdiri di depan pintu.
"Cari waitress sialan itu! Seret dia ke depanku. Aku ingin dia merasakan kulitnya dikuliti hidup-hidup sebagai gantinya!"
Di koridor rumah sakit yang sepi, Bu Laura berjalan mondar-mandir dengan gelisah. Pikirannya tidak sepenuhnya tertuju pada luka Santi, melainkan pada sosok wanita bertopeng yang digandeng oleh Agung tadi.
"Ayu..." gumam Bu Laura dengan nada benci sekaligus gentar.
"Kenapa gerak-geriknya... suaranya... bahkan caranya menatap hampir mirip dengan anak buta itu?"
Ia teringat enam bulan lalu, saat ia sendiri yang mendengar kabar dari Andika bahwa Andika sedang membuang Rahayu putri tiri yang buta dan tak berdaya itu ke rawa-rawa sungai yang menjadi sarang buaya muara. Secara logika, tidak mungkin Rahayu selamat.
Seorang gadis buta di tengah hutan dan rawa seharusnya sudah menjadi tulang-belulang sekarang.
"Tidak, itu mustahil," Bu Laura mencoba menenangkan dirinya sendiri.
"Rahayu udah mati. Wanita tadi hanyalah orang asing yang kebetulan memiliki aura yang sama. Agung, CEO muda yang sangat berwibawa itu sekarang dekat dengan wanita itu ya?"
Andika datang menyusul dengan wajah tegang.
"Ibu, bagaimana keadaan Santi?"
"Pahanya hampir cacat, Andika! Tapi ada yang lebih penting," Bu Laura mencengkeram lengan menantunya itu.
"Siapa wanita bernama Ayu itu? Kenapa dia menanyakan soal gedung lama dan hilangnya Pak Rio dan Rahayu? Apa dia sengaja memancingmu!"
Andika terdiam, ia teringat sentuhan lembut Ayu yang membuatnya kehilangan fokus.
"Dia hanya teman atau mungkin calon istrinya Agung. Tapi aku akui, dia sangat cantik dan misterius. Dia sepertinya tahu detail kasus menghilangnya Pak Rio dan Rahayu karena berita itu memang viral Bu."
Sementara itu, di sebuah mobil mewah yang melaju membelah kegelapan malam, Ayu melepas topeng berliannya. Ia mengamati pantulan wajahnya di kaca jendela wajah yang telah melalui berbagai operasi rekonstruksi setelah kejadian mengerikan enam bulan lalu.
Agung menyerahkan sebuah tablet yang berisi laporan langsung dari rumah sakit.
"Santi memerintahkan orang untuk mencari Julia, Ayu. Seperti dugaan , dia ingin main hakim sendiri."
Ayu tersenyum tipis, sebuah senyuman yang tidak lagi memancarkan kehangatan Rahayu yang dulu.
"Biarkan mereka mencari. Julia akan ada di bawah perlindungan kita di luar kota. Biarin mereka mengejar Julia sampai mereka gila karena frustrasi."
Ia menyentuh bekas luka kecil yang tersembunyi di balik lehernya, sebuah pengingat akan rasa dingin air rawa sungai dan taring buaya tajam yang hampir merenggut nyawanya.
"Paha yang melepuh hanyalah awal, adik tiri jahat tersayang," bisik Ayu pelan.
"Setelah ini, aku akan mengambil kembali perusahaan ayahku, secara perlahan, helai demi helai, sampai kalian gak punya tempat lagi untuk menikmati dengan fasilitas almarhum papaku."
BERSAMBUNG
jangan lupa mampir juga keceritaku PENJELAJAH WAKTU HIDUP DIZAMAN AJAIB🙏