Saat mencoba menerobos ke tingkat kekuatan tertinggi, Xiao Chen—Raja Para Dewa Kultivator—terhisap ke dalam celah dimensi dan terdampar di dunia asing yang hanya mengenal sihir dan pedang.
Di dunia yang nyaris hancur oleh konflik antar ras dan manusia yang menguasai segalanya, kekuatan kultivasi Xiao Chen bagaikan anomali… tak dapat diukur, tak bisa dibendung.
Ia terbangun dalam tubuh muda dan disambut oleh Elvira, elf terakhir yang percaya bahwa ia adalah sang Raja yang telah dinubuatkan.
Tanpa sihir, tanpa aturan, hanya dengan kekuatan kultivasinya, Xiao Chen perlahan membalikkan dunia ini—membangun harapan baru, mencetak murid-murid dari nol, dan menginjak lima keturunan manusia terkuat bagaikan semut.
Tapi saat kekuatan sejati menggetarkan langit dan bumi, satu pertanyaan muncul:
Apakah dunia ini siap menerima seorang Dewa... dari dunia lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GEELANG, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 – Pemburu dari Masa Lalu
Hening Setelah Pertarungan
Turnamen Akademi Eldamar masih berlangsung, tapi semua orang tahu—pemenangnya sudah jelas.
Nama Kaith, Rin, dan Elvira mulai bergema di seluruh penjuru wilayah manusia. Mereka dijuluki:
"Anak Tanpa Mana yang Menumbangkan Naga Api"
"Gadis Elf yang Mampu Menyerap Petir Kesengsaraan"
"Pewaris Aneh dari Raja Langit"
Kaith duduk di taman belakang akademi, menatap langit dengan tenang. Ia seperti kembali pada ketenangan kultivasi—dan membiarkan dunia ribut sendiri.
Elvira mendekat, membawa minuman hangat.
> “Kau jadi terkenal sekarang, Guru,” katanya pelan.
Kaith menghela napas, "Terkenal itu berbahaya."
> “Kenapa?”
“Karena dunia ini belum siap.”
Peringatan dari Xiao Chen
Sementara itu, jauh di wilayah tak bertuan…
Xiao Chen berdiri di atas batu karang merah. Di hadapannya, seekor naga tanah bersisik perak mengerang ketakutan. Tapi Xiao Chen tak bergerak. Qi-nya mengalir pelan, namun menindas segalanya.
Di kejauhan, sebuah siluet muncul.
Seorang wanita mengenakan jubah hitam, wajahnya tertutup kerudung. Suaranya berat namun jelas:
> “Kau... masih hidup, Raja Langit.”
Xiao Chen tidak menoleh. Tapi ia tahu siapa yang datang.
> “Pemburu dari masa lalu… keturunan keempat Durnheim.”
Durnheim. Salah satu dari lima pahlawan manusia yang dulu menghancurkan Kerajaan Tertua, dan sekarang, keturunannya menjadi algojo bagi penguasa sihir dunia ini.
Wanita itu tersenyum tipis. “Kami sudah mencium keberadaanmu sejak muridmu menampakkan Qi di turnamen.”
> “Dan kau datang sendiri?”
> “Bukan. Aku hanya pemicu. Mereka yang lebih kuat akan menyusul.”
Pertempuran Di Langit
Xiao Chen menghela napas. Angin berhenti. Burung-burung terdiam. Dunia seakan menahan napas.
> “Kau tahu, kan?” ucap Xiao Chen. “Menyentuh muridku... sama saja menyentuh langit itu sendiri.”
Wanita itu melemparkan belati hitam ke arah Xiao Chen.
Namun detik berikutnya—buuuum!—belati itu hancur tanpa sempat mendekat.
Dari belakang Xiao Chen, muncul ribuan bayangan naga putih dari Qi. Salah satu dari mereka menyambar sang wanita dan meledakkan tubuhnya hingga terbang keluar cakrawala.
Xiao Chen masih belum bergerak.
> “Kau tak layak mengotori tanganku.”
Di Akademi: Badai yang Akan Datang
Di Eldamar, Kepala Akademi, Teles Arvion, memanggil rapat darurat bersama para profesor utama.
> “Kita dalam bahaya.”
Ia menatap peta kuno yang menunjukkan wilayah yang dulunya milik Kerajaan Tertua—tempat Elvira tinggal dahulu.
> “Tiga garis keturunan pahlawan telah bergerak. Mereka mengirim pemburu ke utara, timur, dan... satu ke akademi ini.”
Salah satu profesor bergumam,
> “Mereka ingin menyingkirkan semua pemegang Qi sebelum dunia berubah…”
Teles menggeleng.
> “Tidak. Ini bukan tentang menyingkirkan. Ini tentang takut kehilangan kendali.”
Kaith Menantang Sistem
Kaith berdiri di tengah halaman pelatihan. Di hadapannya, puluhan murid bangsawan membentuk barisan. Mereka adalah bagian dari kelompok "Pemurni", sebuah organisasi dalam akademi yang percaya bahwa "kebersihan sihir" harus dijaga.
Pemimpinnya, Taran Vel, melangkah maju.
> “Kau mencemari warisan sihir. Dunia ini dibangun oleh darah penyihir sejati!”
Kaith hanya menatap datar. “Dunia ini dibangun oleh darah, benar. Tapi bukan hanya sihir.”
> “Kau harus mundur dari akademi.”
Kaith diam… lalu melangkah.
Satu langkah. Dua langkah. Tiga langkah.
Setiap langkah meledakkan tanah di bawahnya.
> “Aku tidak mundur. Tapi aku akan ajarkan apa itu… menjadi kuat tanpa keangkuhan.”
Rin dan Elvira: Berkembang
Di perpustakaan bawah tanah, Rin belajar teknik pemusatan pikiran dari gulungan Qi kuno yang ditulis Xiao Chen. Elvira duduk di seberang, sudah mulai menyempurnakan teknik ‘Penyerap Petir’, warisan energi langit.
> “Rin,” kata Elvira, “Guru bilang… jika Qi tumbuh terlalu cepat, dunia bisa menolak kita.”
> “Maka kita harus membuat dunia ini… menerimanya.”
Elvira tersenyum.
> “Kita buat dunia ini mencintai Qi… bukan menakutinya.”
Malam Itu, Gerbang Dibuka
Malam tiba.
Gerbang depan Akademi Eldamar terbuka dengan suara dentuman berat.
Tiga orang berjubah hitam masuk. Mereka membawa lambang keemasan berbentuk mata terbuka.
> “Kami adalah Keturunan Garis Pahlawan Keluarga Aether.”
> “Kami ingin bertemu dengan murid bernama Kaith.”
Langit perlahan memucat. Qi di udara bergolak.
Dari balkon akademi, Kaith berdiri, memandang mereka tanpa gentar.
> “Tak perlu bertemu.”
“Kalau kalian ingin mengukur kekuatanku, aku akan menunjukkan.”
Di sekeliling arena, para murid mulai berkumpul. Dunia bersiap menyaksikan bukan hanya pertarungan… tapi mungkin permulaan dari perang.
Dunia mulai bergolak. Kekuatan lama bangkit dari bayang-bayang, mencoba menghapus benih baru yang ditanam Xiao Chen. Tapi murid-murid sang Raja Langit tak lagi berdiri di bawah bayangannya. Mereka mulai tumbuh… dan menantang dunia.