Ava Seraphina Frederick (20) memiliki segalanya kekayaan, kekuasaan, dan nama besar keluarga mafia. Namun bagi Ava, semua itu hanyalah jeruji emas yang membuatnya hampa.
Hidupnya runtuh ketika dokter memvonis usianya tinggal dua tahun. Dalam putus asa, Ava membuat keputusan nekat, ia harus punya anak sebelum mati.
Satu malam di bawah pengaruh alkohol mengubah segalanya. Ava tidur dengan Edgar, yang tanpa Ava tahu adalah suami sepupunya sendiri.
Saat mengetahui ia hamil kembar, Ava memilih pergi. Ia meninggalkan keluarganya, kehidupannya dan juga ayah dari bayinya.
Tujuh tahun berlalu, Ava hidup tenang bersama dengan kedua anaknya. Dan vonis dokter ternyata salah.
“Mama, di mana Papa?” tanya Lily.
“Papa sudah meninggal!” sahut Luca.
Ketika takdir membawanya bertemu kembali dengan Edgar dan menuntut kembali benihnya, apakah Ava akan jujur atau memilih kabur lagi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 28
Kenzo dan Lily kembali ke ruang tunggu. Kenzo menatap Ava yang berdiri kaku di depan Edgar, sementara Edgar menuntut jawaban dengan tatapan tajam.
“Papa!” teriak Lily menjatuhkan kantong plastik di tangannya dan memeluk Edgar. “Lily pikir papa tidak akan datang.”
Edgar membalas pelukan itu sembari mengusap kepala Lily. “Tentu saja paman em, papa datang untuk Luca.”
“Terima kasih papa. Lily yakin papa sayang kami. Lily bahagia sekali akhirnya keluarga kita berkumpul lagi. Semoga saja Luca segera sembuh dan bisa melihat kalau papa ada disini.”
Terenyuh, Edgar merasak sesak di dadanya. Jadi ini rasanya punya anak dari darha dagingnya sendiri? Bukan pria lain yang terus menempel padanya seperti Cleo.
“Papa,” panggil Lily.
“Ya?”
“Jangan menangis. Papa nanti tidak tampan dan garang lagi,” bisik Lily tepat di samping telinga Edgar.
Beralih dari Lily, Kenzo bisa merasakan ketegangan yang menyesakkan antara Edgar dan Ava. Meskipun Lily mengatakan Ava tidak punya uang, Kenzo tahu kebenaran yang tidak bisa ia ungkapkan sembarangan.
Ava adalah keturunan Frederick, keluarga konglomerat yang kekayaan dan koneksinya tak terbatas.
Hanya saja, Ava memilih untuk mengasingkan diri, menolak menggunakan nama belakang dan harta warisannya demi prinsipnya.
Kenzo menghormati keputusan Ava, dan ia tidak akan mengatakan apa pun pada Lily. Biarlah Ava sendiri yang kelak memberitahu anak-anaknya tentang latar belakang keluarga mereka.
Kenzo meletakkan bungkusan makanan di kursi, lalu menarik Lily ke sisinya.
“Kalian jangan bertengkar. Luca pasti tidak suka mendengar kalian bertengkar,” ucap Kenzo.
Ceklek!
Pintu ruang ugd terbuka. Dokter keluar dan menghampiri mereka.
“Siapa wali dari Luca?” tanya dokter itu.
Ava, Edgar, dan Kenzo serentak melangkah maju.
“Aku ibunya,” jawab Ava cepat.
Edgar segera menyusul. “Aku ayahnya.”
Dokter mengangguk. “Baik. Silakan ikut saya ke ruangan sebentar. Ini kabar serius.”
Mereka bertiga mengikuti dokter itu ke ruangan konsultasi yang kecil. Dokter meminta mereka duduk.
“Kami sudah melakukan serangkaian tes cepat. Luca mengalami serangan krisis yang cukup parah. Dia menderita Anemia Aplastik,” jelas dokter itu dengan nada tenang namun serius.
“Anemia Aplastik adalah kondisi langka di mana sumsum tulang belakang berhenti memproduksi sel darah baru, sel darah merah, putih, dan trombosit dalam jumlah yang cukup. Pada kasus Luca, ini sudah masuk kategori parah,” jelas dokter.
“Serangan terakhir ini sangat kritis karena infeksi di paru-parunya. Kami harus segera mencari penanganan definitif.”
“Penanganan definitif itu apa, Dokter?” tanya Edgar, suaranya terdengar sangat tertekan.
“Transplantasi sel punca hematopoietik, atau yang biasa dikenal sebagai transplantasi sumsum tulang belakang,” jawab dokter itu dengan nada lugas. “Ini adalah satu-satunya cara untuk menyembuhkan Luca. Jika tidak dilakukan, prognosisnya buruk, dan serangan seperti ini akan terus berulang hingga suatu saat tubuhnya tidak kuat lagi.”
Keheningan melanda ruangan itu. Ava memejamkan mata, air matanya kini mengalir deras tanpa suara. Ia tak pernah menyangka jika keteledorannya membawa lari Luca akan seperti ini.
“Kami harus segera mencari donor yang cocok. Donor yang paling ideal adalah saudara kandung dengan kecocokan antigen leukosit manusia penuh, atau orang tua. Kami membutuhkan sampel darah dari kedua orang tua untuk tes kecocokan secepatnya,” ujar dokter.
Edgar segera bangkit. Wajahnya yang tegang kini dipenuhi tekad yang membara. Rasa takut kehilangan putranya menghalahkan segalanya.
“Aku bersedia,” ucap Edgar tanpa ragu.
Ava mendongak, menatap Edgar dengan mata terbelalak. Wajahnya menunjukkan keterkejutan yang mendalam. Bukankah Edgar meragukan bahwa Luca adalah
anaknya? Kenapa tiba-tiba berubah pikiran?
“Edgar, apa yang mau kau lakukan,” Ava berbisik.
“Aku tidak peduli dengan keraguan bodoh itu lagi, Ava. Yang terpenting sekarang adalah kesembuhan Luca,” balas Edgar.
“Baiklah, kami harus segera mengambil sampel dari ibunya juga. Seringkali, kecocokan dari ibu lebih ideal untuk anak laki-laki,” kata dokter.
“Ambil sampel kami berdua!” perintah Edgar. Ia kemudian menatap Ava dan menggenggam tangannya erat.
“Lepaskan!”
“Luca tidak akan mati, Ava. Aku tidak akan membiarkannya. Aku akan pastikan kami, aku adalah donor yang cocok.”
Melihat tekad tulus di mata Edgar, Ava tidak bisa berkata-kata. Pria yang ia benci, pria yang mengambil segalanya darinya, kini menawarkan satu-satunya hal yang paling ia butuhkan, sebuah harapan.
udh gk ada maaf lagi dri edgar😌
klo km msh berhianat jg udh end hidupmu
lanjut kak sem gat terus💪💪💪
apa² jgn² kamu menyukai ivy...
kl iya tamat lah riwayat mu jeremy
untung edgar cocok y coba kl ava ataupun edgar tidak cocok... pastinya mereka disuruh memilik anak lagi🤔