Hidup Naura yang sudah menderita itu, semakin menderita setelah Jessica anak dari Bibinya yang tidak sengaja menjebak Naura dengan seorang pria yang dikenal sebagai seorang preman karena tubuhnya yang penuh dengan tato, berbadan kekar dan juga wajah dingin dan tegas yang begitu menakutkan bagi warga, Naura dan pria itu tertangkap basah berduaan di gubuk hingga mereka pun dinikahkan secara paksa.
Bagaimana kelanjutannya? siapakah pria tersebut? apakah pria itu memang seorang preman atau ada identitas lain dari pria itu? apakah pernikahan mereka bisa bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon elaretaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Mungkin!
Selama dua hari, Aiden tetap berada di rumah sakit, memastikan Naura pulih total. Di balik sikap tenangnya, rencana pembalasan dendamnya sudah bergerak. Fandy bekerja dalam diam seperti bayangan yang mengeksekusi setiap perintah Aiden.
Aiden tidak ingin Bibi Aulia dan Jessica hanya merasakan dinginnya penjara, ia ingin mereka merasakan keputusasaan finansial yang sama atau bahkan lebih parah dari yang mereka coba sebabkan pada Naura.
Sesuai perintah Aiden, Fandy segera bergerak. Fandy menyerahkan rekaman CCTV, laporan forensik swasta dan screenshot percakapan kepada kepolisian, memastikan bukti yang diserahkan mutlak dan tidak terbantahkan. Laporan tersebut secara eksplisit menyatakan ini adalah upaya pembunuhan berencana.
Pada sore hari, saat Paman Carlo, Bibi Aulia dan Jessica sedang berkemas untuk melarikan diri dari desa, mereka dijemput oleh polisi, mereka ditahan atas tuduhan pembakaran dan percobaan pembunuhan.
Untuk memastikan mereka tidak memiliki apa-apa, Fandy mengeksekusi perintah Aiden dengan tepat, Fandy memastikan semua rekening tabungan, deposito dan aset likuid yang mereka miliki bahkan yang tersembunyi dialihkan. Uang tersebut digunakan untuk menutupi biaya kamar VIP Naura dan sisanya disumbangkan atas nama anonim.
Penangkapan mendadak itu seolah menghentak realitas ketiganya. Paman Carlo, yang biasanya angkuh, tampak pucat pasi saat borgol dingin melingkari pergelangan tangannya yang gemetar. Bibi Aulia histeris, makian dan tangisan yang sia-sia memenuhi mobil patroli. Jessica, yang selalu mengira dirinya cerdik, hanya bisa terdiam dengan mata kosong, menyadari rencana liciknya telah berbalik menjadi jerat maut.
Saat mereka tiba di kantor polisi, malam itu terasa panjang dan dingin. Mereka ditempatkan di sel terpisah, menambah rasa isolasi dan ketakutan.
Paman Carlo diinterogasi dengan keras, wajahnya yang tebal seketika hilang saat dihadapkan pada bukti-bukti tak terbantahkan yang disiapkan Fandy. Rekaman CCTV yang menunjukkan Bibi Aulia dan Jessica di dekat rumah Naura sesaat sebelum kebakaran, serta laporan forensik swasta yang menegaskan penggunaan akseleran. Paman Carlo mencoba berkelit, menyalahkan Bibi Aulia, tetapi setiap argumennya dipatahkan oleh detail yang rapi.
Bibi Aulia menjerit dan menuduh Naura, tetapi air matanya tidak lagi mempan. Penjaga tahanan memperlakukannya dengan dingin, muak dengan narsisme dan arogansi yang terus ia tunjukkan. Kesempatan untuk menyuap atau menggunakan koneksi telah tertutup rapat, kasus ini telah menjadi perhatian publik internal berkat bocoran strategis Fandy.
Jessica adalah yang paling rapuh, dalam sel sempit, ia dihinggapi kengerian nyata. Ia tidak bisa lagi bersembunyi di balik kekayaan orang tuanya atau kepura-puraan manisnya. Rasa bersalah bukan atas perbuatannya, tetapi atas kegagalannya mulai menggerogoti pikirannya.
Keesokan paginya, kekalahan mereka menjadi total dan tidak terhindarkan, saat seorang petugas memberikan surat pemberitahuan resmi dari bank dan pihak berwenang mengenai aset-aset mereka, ketiganya merasakan pukulan yang jauh lebih menyakitkan daripada borgol besi.
Paman Carlo jatuh terduduk di ruang interogasi, semua rekening, deposito dan bahkan properti investasi kecil yang ia sembunyikan telah disita atau dialihkan. Uang tunai yang tadinya akan mereka gunakan untuk melarikan diri lenyap, rencana pelarian mereka yang mahal kini tidak berarti apa-apa.
Bibi Aulia membaca surat itu dengan mata melotot, "Tidak mungkin! Uang tabunganku! Deposito tahunan kami!" Bibi Aulia menyadari bahwa bukan hanya kebebasan, tetapi status dan segala kemewahan yang ia puja telah direnggut dan ia yang biasanya bisa menyombongkan diri kini hanya seorang narapidana miskin.
Jessica menerima kenyataan pahit bahwa ia tidak akan bisa menyewa pengacara hebat, apalagi kembali ke gaya hidup mewahnya. Uang kuliah di universitas mahal, pakaian bermerek dan perjalanan mewah kini hanya tinggal kenangan. Ia merasakan kehinaan yang dalam persis seperti yang direncanakan Aiden. Mereka ditelanjangi secara finansial, ditinggalkan tanpa daya.
Fandy telah memastikan semua jalur komunikasi mereka diputus dan koneksi mereka diabaikan, bahkan kerabat terdekat menolak membantu, takut terseret dalam kasus percobaan pembunuhan yang kejam ini.
Setelah proses hukum awal, mereka dipindahkan ke fasilitas penahanan yang lebih permanen sambil menunggu sidang. Di sini, penderitaan mereka semakin mendalam.
Ketiganya yang terbiasa hidup dalam kemewahan kini harus berbagi ruang dengan narapidana lain, kekayaan dan status sosial mereka tidak ada artinya di dalam penjara. Bibi Aulia yang mencoba bersikap sombong, segera menjadi target dan diabaikan.
Paman Carlo dalam keputusasaannya mulai menyalahkan Bibi Aulia dan Jessica secara terang-terangan karena ide bodoh mereka. Hubungan keluarga mereka hancur, digantikan oleh kebencian dan tuduhan. Bibi Aulia membalas dengan mengungkap semuanya, di mana Paman Carlo lah yang memikiki rencana untuk megambil alih rumah itu bahkan Paman Carlo juga yang menjual tanah milik Naura dan uangnya ia gunakan untuk berjudi, hubungan mereka semakin buruk dan mereka tidak lagi saling mendukung antara satu sama lain.
Jessica menyaksikan kedua orang tuanya hancur dan menyadari bahwa ia telah mempertaruhkan segalanya untuk dendam yang tidak perlu, ia menangis bukan karena penyesalan, tetapi karena kehilangan segalanya.
Aiden telah berhasil, ia tidak hanya mengamankan keadilan untuk Naura melalui jalur hukum, tetapi juga menjatuhkan hukuman yang paling ia inginkan, kehancuran total secara finansial dan sosial. Mereka tidak hanya dingin di sel penjara, tetapi juga membeku dalam kemiskinan dan kebencian satu sama lain.
Untuk Tommy dan anak buanya, nasibnya hampir sama dengan Paman Carlo, Bibi Aulia dan Jessica. Mereka juga dipenjara dan semua harta mereka juga diambil alih hingga keluarga mereka tidak memiliki apa-apa.
.
"Mas," panggil Naura.
"Ada apa?" tanya Aiden.
"Mas yakin Paman, Bibi sama Jessica sudah dipenjara?" tanya Naura.
"Iya, aku sudah melihatnya sendiri, kamu tidak perlu khawatir karena mereka tidak akan mencari gara-gara sama kamu lagi," ucap Aiden.
Pagi tadi, Aiden memang memberitahu Naura tentang nasib ketiga keluarganya yang sudah mengenaskan itu, Naura senang, tapi Naura juga merasa sedih. Meskipun hidupnya menderita ketika tinggal bersama Paman dan Bibinya, tapi Naura tetap menganggap mereka sebagai keluarga, di mana Naura ingat sebelum Ayah dan Ibunya meninggal mereka sering datang ke rumah Paman Carlo dan Bibi Aulia. Saat itu, semuanya tampak bahagia bahkan Naura akrab dengan Jessica, mereka hanya berubah setelah Ayah dan Ibu Naura meninggal.
"Aku gak nyangka ternyata mereka sudah merencanakan ini semua," ucap Naura.
"Kamu tidak perlu memikirkannya, sekarang mereka sudah mendapatkan balasan dari perbuatan mereka. Biarkan mereka belajar dari semua ini agar bisa berubah," ucap Aiden dan diangguki Naura.
"Makasih ya Mas sudah ada di sampingku, aku gak tau kalau gak ada kamu gimana hidupku," ucap Naura dengan berkaca-kaca.
"Justru aku yang berterima kasih karena kamu mau bertahan denganku," ucap Aiden.
.
.
.
Bersambung.....