NovelToon NovelToon
Kisah Nyata - Harga Sebuah Kesetiaan

Kisah Nyata - Harga Sebuah Kesetiaan

Status: sedang berlangsung
Genre:Menikah Karena Anak / Beda Usia / Kontras Takdir / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Sad ending / Janda
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Dri Andri

HARGA SEBUAH KESETIAAN
100% diambil dari kisah nyata
Dewanga hanya ingin diterima. Setelah ditolak berkali-kali karena miskin, ia menikahi Tini—janda delapan tahun lebih tua—dengan harapan menemukan pelabuhan. Yang ia dapat adalah badai tanpa henti. Enam tahun pernikahan menjadi neraka: bentakan setiap hari, hinaan di meja makan, ancaman diusir dari rumah yang bukan miliknya.
Ia terperangkap. Ingin pergi, tapi Aini—putri kecilnya—adalah satu-satunya cahaya dalam kegelapan. Ketika cinta berubah menjadi penjara, dan kesetiaan menjadi racun, Dewanga harus memilih: bertahan hingga hancur, atau berani menyelamatkan dirinya dan anaknya.
Sebuah kisah yang memilukan tentang cinta yang salah, kesetiaan yang keliru, dan keberanian untuk memilih hidup.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dri Andri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14: Cerita yang Manipulatif

Tini duduk di pinggir trotoar, tidak jauh dari gerobak Dewanga. Tangannya memegang bungkusan gorengan yang sudah dingin. Matanya menatap jalanan yang ramai, tapi pikirannya seperti jauh.

Dewanga berdiri di samping gerobaknya, sesekali melayani pembeli. Tapi perhatiannya tertuju pada wanita itu—ada sesuatu yang membuatnya tidak tega membiarkan Tini sendirian.

Setelah sepi pembeli, Dewanga menghampiri. Ia duduk di sebelah Tini dengan jarak sopan.

"Bu Tini... ada yang bisa saya bantu?"

Tini menggeleng pelan. "Gak ada yang bisa dibantu, Mas. Hidup saya... ya udah kayak gini."

Hening sebentar.

Lalu Tini mulai bicara—suaranya pelan, tapi penuh kepedihan.

"Mas Dewa tau gak... kenapa saya sama Eka hidup sendirian?"

Dewanga menggeleng. "Gak tau, Bu. Saya gak pernah tanya juga."

Tini tersenyum pahit. "Saya janda, Mas. Udah hampir dua tahun."

Dewanga tidak menjawab. Hanya mendengarkan.

"Dulu saya punya suami. Namanya Fiko." Suara Tini bergetar. "Awalnya... awalnya dia baik. Kerja keras. Sayangnya sama Eka. Tapi lama-lama... dia berubah."

Dewanga menatap Tini dengan pandangan serius.

"Dia mulai suka main judi, Mas. Setiap malam keluar. Pulangnya subuh. Uang hasil kerja dia habisin buat judi. Gak pernah kasih nafkah buat kami."

Air mata Tini mulai menetes. Ia menyekanya cepat dengan punggung tangan.

"Saya sabar, Mas. Saya pikir... mungkin dia lagi susah. Mungkin dia butuh waktu. Saya tetep jagain rumah. Jagain Eka. Jualan apa aja buat makan sehari-hari. Bahkan saya yang bayarin sekolah Eka sendirian."

Dewanga merasakan dadanya sesak. Ia tahu rasanya berjuang sendirian—dan ia tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya jika masih harus menanggung beban seorang suami yang tidak bertanggung jawab.

Tini melanjutkan dengan suara semakin parau.

"Tapi yang paling sakit itu bukan karena dia gak kasih uang, Mas. Yang paling sakit itu... dia selingkuh."

Dewanga terdiam.

"Dia punya wanita lain. Wanita yang lebih muda. Lebih cantik. Lebih... sempurna dari saya." Tini menunduk dalam-dalam. "Saya tau dari tetangga. Mereka bilang, Fiko sering keluar sama wanita itu. Ketawa-ketawa. Mesra. Sementara saya di rumah... ngurus anak... mikirin besok makan apa."

Air mata Tini semakin deras.

"Saya coba konfrontasi dia, Mas. Saya tanya. Tapi dia marah. Dia bilang saya cerewet. Dia bilang saya gak bisa bikin dia bahagia. Dia bilang... dia bilang saya jelek. Gak menarik lagi."

Tini menyentuh wajahnya yang penuh flek hitam—bekas stres bertahun-tahun.

"Terus... suatu hari... dia pergi. Bawa semua barang-barangnya. Tinggalin saya sama Eka. Gak ada pesan. Gak ada pamit. Dia kabur sama wanita itu. Sampai sekarang, saya gak tau dia dimana."

Hening.

Hanya suara riuh pasar malam yang terdengar samar di kejauhan.

Dewanga tidak tahu harus bilang apa. Ia hanya duduk di sana, mendengarkan—karena kadang, orang yang sedih tidak butuh nasihat. Mereka hanya butuh didengarkan.

Tini menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri.

"Mas Dewa... saya cerita ini bukan mau minta kasihan. Saya cuma... saya cuma pengen bilang... kadang hidup itu gak adil. Saya udah coba jadi istri yang baik. Saya gak pernah nuntut macem-macem. Saya gak pernah minta uang lebih. Saya nerima apa adanya. Tapi tetep aja... saya ditinggal."

Dewanga menatap Tini dengan pandangan yang sulit dijelaskan.

Ada rasa kasihan. Ada rasa empati. Tapi juga ada sesuatu yang lain—sesuatu yang membuatnya merasa... terhubung.

"Bu Tini... saya gak tau harus bilang apa. Tapi... Bu kuat. Masih bisa bertahan sampai sekarang. Masih bisa senyum di depan Eka. Itu... itu hebat."

Tini menatap Dewanga. Matanya berkaca-kaca, tapi kali ini ada sedikit senyum di sana.

"Terima kasih, Mas Dewa. Mas... Mas orang yang baik."

Dewanga tersenyum kecil. "Biasa aja, Bu."

Tini menggeleng. "Gak biasa, Mas. Jarang ada cowok sebaik Mas. Kerja keras. Jujur. Ramah. Perhatian sama orang lain. Kayak... kayak Mas ini beda sama cowok-cowok lain yang saya kenal."

Ada sesuatu dalam nada suara Tini yang membuat Dewanga sedikit tidak nyaman—tapi ia mengabaikannya.

"Bu Tini terlalu baik," kata Dewanga sambil berdiri. "Udah malam. Pulang sana. Eka pasti nungguin."

Tini mengangguk, ikut berdiri. "Iya, Mas. Terima kasih ya udah mau dengerin cerita saya."

"Sama-sama, Bu."

Tini berbalik, berjalan perlahan menjauhi gerobak Dewanga.

Tapi sebelum menghilang di keramaian, ia menoleh sekilas—menatap Dewanga dengan pandangan yang aneh. Pandangan yang penuh harap.

Dewanga tidak menyadarinya.

Ia hanya kembali melayani pembeli, sambil sesekali memikirkan cerita Tini.

"Kasihan banget," bisiknya pelan. "Ditinggal suami yang gak bertanggung jawab. Masih harus ngurus anak sendirian."

Dan malam itu, tanpa ia sadari, benih kasihan itu mulai tertanam di hatinya.

Benih yang kelak akan tumbuh menjadi sesuatu yang keliru.

**[Bab 14 Selesai]**

1
Chanikya Fathima Endrajat
umur adeknya 20, dewa 22, telah bekerja 5 th sejak umur 17. wkt dewa kls 9, adiknya msh SD. setidaknya selisih umur mereka 3 th.
Seroja_layu
Astagfirullah nyebut Bu Nyebut
Dri Andri: nyata nya gitu kak
total 1 replies
Chanikya Fathima Endrajat
umur dewangga membingungkan, ketika ingin melamar anis umurnya br 19th, ketika falshback 10th yll, dewa sdh kls 9 (SMP) tdk mungkin umurnya wkt itu 9th kan thor
Dri Andri: ya saya salah maaf yaa...
karena kisah nya kisah nyata jadi saking takut salah pada alur intinya
alur di minta sama
peran, tempat di minta di random
maaf ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!