Jati memutuskan berhenti bekerja sebagai Mafia misterius bernama Blood Moon. Organisasi bayangan dan terkenal kejahatannya dalam hal hal kekayaan di kota A.
Namun Jati justru dikejar dan dianggap pengkhianat Blood Moon. Meski Jati hanya menginginkan hidup lebih tenang tanpa bekerja dengan kelompok itu lagi justru menjadikannya sebagai buronan Blood Moon didunia bawah tanah.
Sekarang Jati menjalani hidup seperti orang normal seperti pada umumnya agar tidak berada dibayang bayang kelompok tempatnya mengabdi dulu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Apin Zen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bos Baru
Klirat Moon.
Jati duduk dikursi kebesarannya dengan raut wajah pusing. Jati mengusap wajahnya lalu mengutuk David sialan itu.
Ternyata alasan dia merestui putrinya bersamanya karena cuma memanfaatkannya saja. Jati mengeram kesal.
"Enak sekali dia tidur tiduran sedangkan aku kesana kemari mengurus kantor ini?"
Jati mencoba menenangkan dirinya.
Meski tahu David mempercayakan posisi bos kepadanya, tapi tetap saja Jati mau tidak mau mengiyakannya.
Bermodal pebisnis gelap sebagai Mafia dulu... Jati dengan mudah menyelesaikan setiap pekerjaannya.
"Tin, Tin"
Suara ponsel butut miliknya berdering.
Jati dengan kasar mengambil ponselnya, lalu mengangkatnya.
"Om, ini aku Cila"
Jati mendadak bersemangat karena yang menelponnya adalah kewesnya, ceweknya.
"Hmm!
Namun Jati pura pura cuek, dia hanya berdehem saja.
"Apa om masih sibuk-- Cila rencananya pengen ngajak liburan om biar kita punya waktu bersama gitu"
Cila berucap malu malu diseberang telpon.
Jati mendengus bingung.
"Baiklah, aku akan atur biar mendapat libur demi kamu"
Ucapan Jati sontak saja membuat Cila menjadi ceria.
Hatinya berbunga bunga karena akhirnya mereka berdua bisa mempunyai waktu bersama. Tentunya papanya tidak ikut ikutan mengawasinya terus menerus.
Dengan bahagia Cila berkata.
"Kapan om kita liburan, Cila udah gak sabar nih?"
Jati hanya tersenyum kecil saja.
"Kapan kapan"
Cila berdecik sebal mendengar jawaban pacarnya itu.
"Ih, Cila serius nih... kapan kita liburannya?"
Desaknya dengan merengek seperti minta dibelikan boneka saja
Jati berdehem.
"Hmm!
"Akhir pekan"
Cila bersorak senang mendengarnya.
"Serius om, Cila udah gak sabar rasanya pengen jalan jalan... kata teman Cila-- kalau jalan sama pacar itu bisa bikin bahagia."
"Uhuk, Uhuk!
Jati batuk batuk mendengarnya.
"Om kenapa, apa om baik baik saja?"
Cila bertanya dengan nada khawatir.
"Tidak, aku hanya keselek fakta, eh keselek kacang kulit saja"
Jati memegangi lehernya lalu akhirnya bisa bernafas lega karena lehernya tidak kenapa napa.
Lalu Jati kembali berkata.
"Kenapa panggil om?"
"Cila lupa om, eh kak."
Cila menyengir kuda saja dari balik telepon.
"Emangnya kenapa sih kalau Cila panggil om?"
Cila bertanya dengan bingung dan polos, Cila merasa pacarnya itu seperti enggan dipanggil om.
Itu benar benar sangat aneh sekali baginya!
Jati membuang ludahnya, nafasnya dengan kasar.
"Tidak apa apa sih, hanya saja nanti teman teman kamu berfikir jika kamu simpanan om om."
"Astaga sayang, Cila gak mungkin berfikir begitu-- teman teman Cila juga pasti tidak peduli dengan kita berdua?"
Cila reflek menutup mulutnya setelah tak sengaja memanggil sayang.
Lalu gadis itu buru buru merubah sikapnya menjadi lebih tenang.
"Halo om, eh yang, eh kak... kenapa tidak jawab Cila, apa kakak baik baik saja?"
Jati memijit pelipisnya dengan bingung.
"Masa sih gadis semuda Cila mencintaiku padahal kan seharusnya aku omnya bukan pacarnya?"
Jati berfikir sejenak, namun tidak lama Jati kaget mendengar teriakan Cila dari telepon.
"Helo kak Jati Wiraya, apa kak Wira baik baik saja?"
Jati terdiam mendengar Cila memanggilnya dengan nama belakangnya.
"Haha, sudah lama sekali aku tidak mendengar nama belakangku disebut?"
Jati tertawa karena Cila, pacar mudanya itu ternyata tahu membuatnya tersenyum.
Nama Wiraya atau sebutan Wira untuknya sangat jarang sekali disebut. Jati bahkan akan membunuh siapapun yang lancang memanggil nama belakangnya saat menjadi Mafia.
Kini Jati tidak memedulikannya lagi, nama Wira cukup menarik untuk panggilan Cila kepadanya.
"Hmm... aku suka kamu memanggilku dengan nama belakangku."
Cila termenung beberapa saat, mencerna maksud ucapannya.
"Se- serius om, eh kak? Cila boleh memanggil kakak dengan nama kak Wira?"
Jati berdehem sebagai jawabannya.
"Hmm, sepertinya begitu"
Lalu Cila berucap malu malu diteleponnya.
"Kak Wira semangat yah kerjanya, nanti kalau kakak lelah bayangin aja muka Cila."
"Hah?"
Jati bingung dengan candaannya.
"Soalnya kalau kak Wira bayangan wajah Cila yang cantik dan imut ini, kak Wira pasti kembali semangat lagi kerjanya."
Jati hanya tersenyum kecut mendengarnya.
"Terus kalau aku bayangin wanita lain bagaimana?"
Cila mendadak panas, dia berucap dengan tegas.
"Kalau kakak bayangin cewek lain selain Cila maka Cila bakal laporin sama papa."
Jati tertawa didalam hati.
"Hahaha, David bisa saja kuhabisi jika aku masih menjadi Mafia"
Lucu sekali, Jati sebagai Mafia bahkan petinggi Blood Moon yang sulit dihadapi harus takut dengan David. Jati menghormatinya karena Cila, bukan karena takut.
Jati lalu berucap.
"Jangan dong, mau kamu aku disate sama papa kamu? Tega sekali hatimu."
Cila menjadi sedih mendengarnya.
"Gak kok kak, kak Wira jangan ambil hati ya... Cila cuma becanda kok."
Mana mau pacarnya dimasak daging sup oleh papanya.
Setelah lama hidup terkekang, Cila begitu bahagia karena dihadirkan seseorang oleh tuhan. Meski tua sih, tapi keren dan tampan dan Cila tidak masalah dengan itu.
Cila sedih jika pacarnya diomeli papanya, apalagi papa David tipe orang yang kalau marah seperti Hulk.
Papanya akan menghancurkan benda benda apapun apabila marah. Cila hanya bisa bersembunyi dibalik selimut saja dan tidak berani melihat kemarahannya.
"Lupakan saja, aku sudah terlalu pusing dengan pekerjaanku"
Jati mendengus kesal, kerjaannya tinggal sedikit tapi memerlukan berjam jam lamanya untuk menyelesaikannya.
"Kalau udah gak ada yang disampaikan sekarang tidur gih, gak baik begadang nanti matamu jadi panda."
Peringat Jati kepada Cila.
"Siap kak, jangan lupa mimpiin aku ya, Hihi."
Cila segera mematikan teleponnya sambil terkekeh sendirian dikamarnya.
"Seru sekali menjahili om Jat, eh kak Wira."
Batin Cila dengan happynya.
Lalu setelah itu Cila bergegas menarik selimutnya, dia juga mengantuk karena sejak tadi mengobrol dengan Wira hampir satu jam lamanya.
Tidak butuh lama gadis itu terlelap tidur ditemani boneka beruang berwarna coklat: Teddy... sahabat belajarnya sejak kecil.
Sedangkan Jati.
"Berikan aku lima cangkir kopi pahit"
Teriaknya mengeram marah lantaran masih banyak berkas yang harus diperiksa.
"Baik tuan"
Buru buru Viona berlari menuju dapur membuatkan bos pengganti tuan David itu.
Tidak lama Viona datang bersama beberapa pegawai kantor lainnya, lalu meletakkan lima cangkir kopi yang dimintanya.
"Ini tuan"
Jati mengangguk.
"Terima kasih, kalian bisa pulang-- biarkan saya sendiri di kantor ini karena masih banyak berkas yang harus di cek."
Viona dan pegawai lainnya saling pandang satu sama lain. Lalu Viona memberanikan diri bertanya.
"Apa tuan yakin berani sendirian dikantor ini?"
Jati mengangkat satu alisnya keatas.
"Memangnya kenapa?"
"Konon jika salah satu pegawai pernah bercerita jika kantor ini lewat tengah malam maka banyak hantu berkeliaran disekitar kantor."
Viona menjelaskan panjang lebar sambil bergidik ketakutan karena hawa semakin dingin diruangan tuannya.
Jati melirik kearah samping ruangan pribadinya.
"Ampun tuan, jangan bunuh kami"
Tampak Ganderuwo, kuntilanak, dan hantu lainnya berbaris berjejer dengan ketakutan melihat sosok Jati melirik kearah mereka.
"Hmm... jika kalian ingin pulang maka pulanglah dan jika kalian takut silahkan tetap dikantor daripada dijahili makhlus halus."
Jati berucap tenang, lalu dia kembali fokus bekerja dan menghiraukan kumpulan hantu disamping ruangannya yang gelisah memandanginya.
"Terima kasih tuan, kami ikut menemani tuan saja begadang sampai pekerjaan tuan selesai."
Viona dan pegawai lainnya bernafas lega.
Lalu mereka semua duduk berdempetan disofa ruangan itu. Mereka semua lebih baik berada didekat tuan mereka ketimbang bertemu makhlus dijalanan, apalagi sekarang sudah larut malam.