Di Surabaya, berdiri Sebuah pesantren megah pesantren Al - Ikhlas, sebuah lembaga pendidikan Islam yg dikenal dgn tradisi kuat dan menghasilkan santri" yg berprestasi. cerita ini mengikuti perjalanan 5.285 santriwan dan santriwati pesantren Al - ikhlas. ada banyak santri yg berjuang meraih keinginan orang tua dan menggapai mimpi mimpinya. namun terkadang menimbulkan pro dan kontra akibat persaingan di balik semua perjuangan para santri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blue_era, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Ketika Ning Aza 'Ro'an' di Asrama Putra
Akhirnya, Gus Arga dan Ning Aza sampai di ndalem dengan selamat. Mereka beristirahat dan bersiap-siap untuk menghadapi hari esok.
Keesokan harinya, sekolah libur karena hari Kamis. Ba'da subuh, seharusnya ada kegiatan ro'an (kerja bakti) di asrama putra. Namun, tidak ada petugas yang mengawasi kegiatan tersebut.
Saat itu, Ning Aza sedang berada di depan asrama putra. Ia heran karena tidak melihat satu pun santri yang melakukan ro'an. Padahal, sudah diumumkan bahwa hari ini ada ro'an. Petugas yang seharusnya mengawasi pun tidak terlihat batang hidungnya.
Karena merasa prihatin, Ning Aza akhirnya memutuskan untuk membersihkan sendiri area depan asrama putra. Ia menyapu dan membersihkan sampah-sampah yang berserakan. Ning Aza terus membersihkan hingga hampir sampai ke area ndalem.
Tiba-tiba, Gus Arga bersama beberapa pengurus keamanan dan mbak-mbak ndalem lewat di tempat itu. Mereka terkejut melihat Ning Aza yang tiba-tiba membersihkan asrama putra. Mereka pun langsung menghampiri Ning Aza.
"Ning, njenengan kok malah ro'an di sini? Santri-santrinya pada ke mana?" tanya Gus Arga dengan nada heran.
Ning Aza berhenti menyapu dan menoleh ke arah Gus Arga. "Lho, Gus juga heran. Dari tadi Ning tidak lihat satu pun santri yang ro'an. Petugasnya juga tidak ada. Padahal, kan sudah diumumkan kalau hari ini ada ro'an," jawab Ning Aza.
Gus Arga dan para pengurus keamanan saling berpandangan. Mereka merasa heran dan kecewa dengan para santri yang tidak bertanggung jawab.
"Ya sudah, Ning. Biar Gus saja yang panggil santri-santrinya untuk ro'an. Njenengan istirahat saja, ya. Nggak baik kalau terlalu capek," kata Gus Arga.
"Iya, Gus. Ning juga sudah lumayan capek," jawab Ning Aza.
Gus Arga kemudian memanggil beberapa santri untuk melakukan ro'an. Para santri yang dipanggil merasa malu dan bersalah karena tidak melaksanakan tugasnya dengan baik.
Gus Arga dengan langkah cepat menuju ke asrama putra, wajahnya terlihat menahan amarah. Ia memanggil beberapa santri yang seharusnya bertugas sebagai petugas ro'an.
"Assalamualaikum! Hei, kalian ini pada ke mana saja?!" suara Gus Arga menggelegar di depan asrama.
Beberapa santri yang sedang asyik tidur-tiduran di dalam asrama terkejut dan langsung berlarian keluar. Wajah mereka terlihat pucat pasi.
"Waalaikumsalam, Gus... Anu, Gus..." salah seorang santri mencoba menjawab dengan gugup.
"Anu apa?! Kalian tahu tidak kalau hari ini ada ro'an?! Kenapa kalian malah enak-enakan tidur di sini?!" bentak Gus Arga dengan nada tinggi.
"Ma-maaf, Gus. Kami ketiduran," jawab santri yang lain dengan suara gemetar.
Gus Arga semakin geram. "Ketiduran?! Terus siapa yang membersihkan area depan asrama sampai ndalem?! Istri saya yang membersihkan! Kalian ini benar-benar tidak punya tanggung jawab!"
Para santri terdiam, tidak berani menatap wajah Gus Arga. Mereka merasa sangat bersalah dan malu.
"Sekarang, cepat kalian ambil peralatan ro'an dan bersihkan semua area yang belum dibersihkan! Kalau sampai Gus lihat masih ada sampah berserakan, awas kalian!" ancam Gus Arga.
"Siap, Gus!" jawab para santri serentak. Mereka pun segera berlarian mengambil peralatan ro'an dan mulai membersihkan area asrama dengan penuh semangat.
Setelah melihat para santri sudah mulai bekerja, Gus Arga menghela napas panjang. Ia merasa sedikit lega, tetapi juga kecewa dengan sikap para santri yang kurang bertanggung jawab.
"Ingat, mulai sekarang jangan sampai terulang lagi kejadian seperti ini. Jaga amanah yang sudah diberikan kepada kalian dengan baik," pesan Gus Arga sebelum meninggalkan asrama.
Para santri hanya bisa mengangguk dan terus melanjutkan pekerjaan mereka dengan penuh penyesalan. Mereka berjanji dalam hati untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama di kemudian hari.