Kiandra Pravira, baru saja kembali ke Jakarta dengan hati yang hancur setelah dikhianati mantan kekasihnya yang menjalin hubungan dengan adiknya sendiri. Saat berusaha bangkit dan mencari pekerjaan, takdir membawanya bertemu dengan Axton Velasco, CEO tampan dari Velasco Group. Alih-alih menjadi sekretaris seperti yang ia lamar, Kiandra justru ditawari pekerjaan sebagai babysitter untuk putra Axton, Kenric, seorang bocah enam tahun yang keras kepala, nakal, dan penuh amarah karena kehilangan Ibunya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melon Milk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32
Sudah satu minggu berlalu. Kiandra merasa tubuhnya sudah pulih sepenuhnya. Namun, ia belum juga menghubungi keluarganya. Memang, ia sempat mengirim uang untuk ayahnya, tapi tidak pernah menjawab panggilan atau pesan darinya. Kiandra tidak mau memberikan alasan apa pun lagi.
Sejak Minggu lalu, hubungannya dengan Tuan Axton terasa dingin. Sepertinya pria itu benar-benar marah padanya. Untung saja ia belum dipecat. Sudah lima hari ini Axton tidak pulang ke rumah.
Terserahlah. Biarkan saja dia dengan hidupnya, batin Kiandra, kesal.
"Kiandra jelek, aku mau ke apartemen Daddy! Daddy ada di sana kan?!" rengek Kenric.
"Tunggu Daddymu pulang dulu, Tuan Muda. Daddy sedang sibuk dengan urusan kantor, makanya tidak bisa ke sini." Sejujurnya, Kiandra juga tidak ingin bertemu dengan Axton. Ia masih kesal pada pria itu.
"Aku tahu kalian bertengkar. Kamu saja yang minta maaf dulu sama Daddy!" ujar Kenric blak-blakan.
Kiandra mengernyit. "Harusnya dia yang minta maaf! Dia yang mulai duluan" ia mendengus, lalu kembali sibuk dengan pekerjaannya.
"Tsk! Kalau begitu aku akan pergi sendiri! Kiandra jelek, aku benci kamu!" teriak Kenric sebelum berlari.
Dasar bocah menyebalkan! gerutu Kiandra dalam hati. Ayah dan anak sama-sama suka ngambek!
Beberapa menit kemudian, ia melihat Kenric sudah berpakaian rapi sambil menenteng boneka beruangnya. Kiandra segera sigap menghadang di pintu utama. Jadilah mereka bermain kejar-kejaran. Kenric tidak boleh keluar! Kalau sampai bocah itu kenapa-kenapa, Axton pasti menyalahkannya.
"Minggir! Aku mau ketemu Daddy tanpa kamu!" Kenric bersikeras.
"Sudah kubilang tidak boleh! Daddy pasti pulang juga nanti. Jangan keras kepala, Tuan Muda. Kembali ke kamar sekarang!" Kiandra mencoba tegas.
"Aku tidak mau! Minggir!" Kenric mendorong Kiandra sampai ia jatuh terduduk. Bocah itu pun lolos.
"Kenric! Jangan keluar!" teriak Kiandra panik. Sayangnya, tidak ada satpam di gerbang. Kenric berhasil membukanya dan langsung berlari keluar.
Kiandra mengejarnya secepat mungkin. Dasar anak bandel! Saat itu juga, ponselnya berdering.
"Ya, h-halo?"
"Kiandra..." suara berat itu terdengar.
"T-Tuan Axton?! Pulang sekarang juga! Anak Tuan mengamuk! Hei, Kenric, kembali! Dia sudah keluar rumah, aku sedang mengejarnya sekarang!" Kiandra terengah-engah.
"Apa?! Itu berbahaya!"
"Makanya pulang cepat! Aku tidak bisa bicara lama, aku harus kejar dia!" Kiandra buru-buru memutus panggilan dan terus berlari. Kenric berlari sangat cepat.
Kenapa sih anak ini selalu begini?!
Tiba-tiba, dari arah jalan, sebuah mobil melaju kencang hendak menyalip. Ya Tuhan! Kenric bisa tertabrak!
Dengan sisa tenaga, Kiandra mempercepat langkahnya, meraih tubuh kecil itu, lalu memeluknya erat sambil menariknya ke pinggir jalan. Mereka berdua jatuh dan berguling di aspal.
Kiandra merasakan sakit menusuk di pinggangnya. Kepalanya juga membentur batu, membuat pandangannya berkunang. Namun, ia tetap melindungi kepala Kenric dengan tangannya.
"T-Tuan Muda?! Kamu tidak apa-apa?! Jawab aku!" Kiandra berusaha memastikan.
Kenric terbatuk. "A-aku baik-baik saja... k-kenapa kamu melakukan itu?!" bocah itu menatapnya dengan mata melebar.
"K-karena itu tugasku... melindungimu, apa pun yang terjadi..." Kiandra terbatuk keras. Perih menjalar dari pinggangnya. Ia merasa sesuatu menusuk dan darah mulai mengalir.
"Kamu berdarah! Banyak sekali, Kiandra jelek! K-kita harus ke rumah sakit! Cepat!" Kenric panik, hampir menangis.
Kiandra tidak bisa lagi menjawab. Seluruh tubuhnya mulai mati rasa. Ia berusaha mengangkat tangannya untuk menyentuh wajah bocah itu, menenangkannya, tapi semuanya tiba-tiba menggelap.