Ilya Perry-Ivanova menikahi Nicholas Duncan hanya untuk satu tujuan: melarikan diri dari sangkar emas neneknya yang posesif.
Tapi Nicholas Duncan, sang pecinta kebebasan sejati, membenci setiap detik dari pernikahan itu.
Tujuannya Nick hanya satu: melepaskan diri dari belenggu pernikahannya, yang mana berarti Ilya. Istrinya yang paling indah dan jelita.
Ketika satu pihak berlari ke dalam ikatan itu, dan pihak lain mati-matian berlari keluar, mampukah mereka selamat dari perang rumah tangga yang mereka ciptakan sendiri?
×wasabitjcc
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wasabitjcc, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Nick Dan Nacha
Setelah mengucapkan perpisahan pada Seryozha, Ilya berdiri di koridor lantai atas rumah Duncan yang sunyi. Ia bingung dan canggung. Gaun putih mini yang anggun dan mengembang itu kini terasa mencekik tubuhnya, dan ia menggenggam erat tas tangannya.
Ilya ingin beristirahat, dan mungkin menangisi kepergian Seryozha seharian, tapi dilema kamar tidur menyerangnya dengan kekuatan penuh.
Selama seminggu pra-pernikahan, ia tidur di kamar tamu yang nyaman. Namun, kini ia adalah Nyonya Duncan. Ia adalah istri Nick. Haruskah ia langsung pergi ke kamar Nick—tempat yang terasa asing dan menakutkan itu—atau kembali ke kamar tamu?
Tidak mau terpaku dalam keraguannya sendirian, pada akhirnya Ilya pergi mencari keberadaan Nick.
Meski sudah menikah, Ilya tidak mau menambah kebencian Nick padanya dengan menerobos kamar pria itu tanpa izin. Ia harus bertemu Nick lebih dulu dan menyatakan kalau mulai hari ini, ia akan tidur di kamar Nick, mau pria itu suka atau tidak.
Sementara Ilya mencari Nick, Nick ada di perpustakaan keluarganya. Ia terlibat dalam percakapan yang terasa sangat berbeda dari interaksi pasifnya dengan Ilya. Ia duduk di samping Nacha, kakak ipar sekaligus mantan kekasihnya, mantan yang kini menikah dengan kakaknya, Leonard.
Kehangatan yang Nick tunjukkan pada Nacha adalah sesuatu yang belum pernah Ilya saksikan.
Mereka berbicara dengan tenang, penuh pengertian, tentang seseorang yang penting dalam hidup Nick.
"Davina terkesan," kata Nacha pelan, senyumnya merekah lembut penuh kasih sayang. "Dia bilang gaun Ilya indah, bahkan dari foto. Itu pujian besar, mengingat ia biasanya tidak peduli dengan detail semacam itu."
Senyum tipis, tulus, muncul di wajah Nick. "Benarkah? Syukurlah. Aku lega dia tidak marah padaku."
Davina, ibu kandung Nick, adalah topik yang mereka bagi dengan rasa sayang yang rumit. Nick menjelaskan lebih jauh, "Aku percaya dia pasti ingin datang, tapi keramaian akan membuatnya terlalu sulit. Bahkan suara bisikan pun terasa seperti jeritan baginya sekarang."
"Davina mengerti, Nick. Dia mungkin sedih tidak bisa datang, tapi itu tidak membuatnya menyalahkanmu."
"Aku hanya takut, Nacha. Bagaimana kalau Ma mengira aku menyembunyikannya dari semua orang? Karena aku malu?"
"Jangan berpikir seperti itu. Davina tidak pernah berpikir seperti itu tentangmu. Kamu adalah kebanggaannya, emasnya."
Nick memijit keningnya. Ucapan manis Nacha tidak menyentuh hatinya. "Aku harap aku bisa membawa Ma pergi dari sini. Tempat ini adalah neraka."
"Nick, jaga ucapanmu. Tidak baik kalau istrimu mendengar ucapanmu."
"Bukankah tugas istri untuk memahami masalah suaminya?"
Nacha mengulum bibir sungkan. "Ilya berbeda, Nick. Dia hanya anak-anak. Masalahmu hanya akan menakutinya. Perempuan yang hidup manja tanpa pernah memiliki kesulitan, tidak akan pernah bisa memahamimu."
Nick menghela napas. Nacha memang ada benarnya. Ilya terlalu muda, terlalu ceria. Ilya tidak akan pernah memahaminya.
"Terima kasih sudah ada untukku, Nacha. Terima kasih sudah mengawasi Ma juga. Aku berhutang budi padamu."
"Jangan dipikirkan, Nick," balas Nacha lembut. "Aku senang bisa membantu kamu dan Davina. Itu sudah tugasku sebagai menantunya."
Perbincangan Nick dan Nacha mengalir lancar, membahas kondisi Davina yang sejak Nick remaja, sudah menderita skizofrenia. Penyakit mental itu turun-temurun dari keluarga Davina, dengan berbagai varian teror yang berbeda.
Dalam keintiman percakapan mereka, terlihat jelas betapa dalamnya pemahaman dan kepercayaan antara Nick dan Nacha—sebuah kedekatan emosional yang jauh lebih dalam daripada yang pernah Nick tunjukkan pada istrinya.
Di koridor luar, Ilya akhirnya menemukan keberadaan Nick di perpustakaan. Ia sempat menangkap gumaman kehangatan dari balik pintu perpustakaan, kehangatan yang sangat bertolak belakang dari perlakuan Nick padanya.
Ilya melihat Nick berbicara dengan Nacha, kelembutan di pandangan mata Nick membuat Ilya agak terpana. Ternyata, Nick yang dingin seperti batu es bisa juga menunjukkan kebaikan pada manusia lain.
'Jadi cuma aku saja yang dia jahati?' Ilya mulai berasumsi. Agak keki.
Karena sudah menemukan Nick, Ilya mengumpulkan keberanian dan menerobos masuk ke perpustakaan. Kejengkelan terlukis di wajahnya saat ia menatap Nick. Pria itu menghilang ke tempat ini tanpa menginformasikan apa pun padanya, membuatnya galau harus pergi ke mana.
"Aku mencarimu kemana-mana," kata Ilya. "Kamu di sini rupanya." Ilya lalu menatap Nacha, "Halo, Nacha. Apa yang kalian berdua lakukan di sini?"
"Kami hanya bersantai," sahut Nacha. "Bergabunglah dengan kami, Ilya. Ada banyak buku di sini yang mungkin akan menarik minatmu. Apa ada genre atau penulis yang kamu sukai?"
"Aku menyukai Dostoevsky."
"Oh, aku tidak pernah mendengar nama pengarang itu."
Ilya meninggikan alisnya. Ilya adalah orang Rusia, sudah alami baginya mengenal Dostoevsky sebelum ia mengenal siapa kakeknya sendiri. Namun, mendengar orang luar tidak mengenal pria itu, Ilya jadi agak takjub. Rasanya seperti melihat manusia yang tidak tahu kalau spesies bernama sapi itu ada. Manusia seperti itu sangat langka.
"Kami hanya memiliki sedikit literatur klasik di sini," Nick akhirnya menjelaskan kepada Ilya tentang buku-buku yang berada di perpustakaan keluarganya. Bahwa, buku-buku di sana lebih seperti buku non-fiksi untuk edukasi.
"Membosankan," sahut Ilya. "Lupakan soal buku," kata Ilya lagi, kali ini sambil mencicipi kopi Nick di atas meja. Mencari Nick kesana-kemari membuatnya agak haus. "Hmm, ini enak, tapi agak kental."
Nick memicing risih melihat aksi Ilya, tapi tidak mengatakan apa-apa.
"Anyway, Nicky Nick, apa kita akan tidur bersama malam ini?"
Nacha tiba-tiba tertawa, "Pertanyaan macam apa itu? Bukankah sudah sewajarnya kalian bersama?"
Ilya ikut tertawa, tawa canggung dan dipaksa. "Sewajarnya memang begitu, ya. Ahahaha. Benarkan, aku wajarnya tidur bersama Nick."
"Jadi kenapa kamu masih bertanya?"
"Aku...? Umm, aku hanya mau memastikan..., kamu tahu budaya Amerika..., aku takut melakukan sesuatu yang salah dengan menginvasi kamar suamiku sendiri. Konyol, bukan? Aku dengar orang Amerika sangat individualis, siapa yang tahu kalau suami istri di sini malah tidur terpisah."
Ilya membuat-buat alasannya dan merasa seperti perempuan bodoh dari hutan belantara.
"Tenang saja, Ilya. Tidak ada budaya yang seperti itu di sini."
Keterlibatan Nacha dalam konversasi itu cukup membantu Ilya dalam memperoleh jawaban dari Nick secara tidak langsung. Karena pria itu tidak menginterupsi mereka, itu artinya Nick setuju pada apa pun ucapan Nacha.
"Terima kasih suda menjawab kebingunganku, Nacha." Kata Ilya.
Nacha mengangguk kecil. Kehangatan dari wajahnya sedikit mereda saat Ilya terlibat di konversasinya dan Nick, tapi itu tidak membuatnya sepenuhnya dingin. Nacha menyikapi Ilya dengan nada suara yang lebih praktis, tapi tetap ramah. Dia tersenyum kecil pada Ilya.
Nacha mengambil langkah mendekati Ilya dan meraih tangan Ilya sebentar. "Pernikahan adalah tentang berbagi, Ilya. Sudah selayaknya kalian berbagi kamar."
Ilya mengangguk. Rona merah menyebar samar di pipi pucatnya. "Terima kasih, Nacha."
Demi Tuhan, Ilya berharap Nacha tidak akan melihatnya sebagai perempuan bego.
Nick menatap kedua perempuan itu. Mendengar keduanya membuat keputusan tentang kamarnya tanpa melibatkannya. Meskipun ucapan Nacha adalah kebenaran, dan karena dia sudah menikahi Ilya, sudah sewajarnya mereka sekamar, Nick masih tidak menyukai kenyataan tersebut.
"Nah, Nicky Nick..., aku akan beristirahat duluan kalau begitu."
Nick mengangguk. "Pergilah. Aku akan menyusul sebentar lagi."
Selesai dengan urusannya, Ilya pun undur diri dari ruang perpustakaan itu. Ia membawa kepastian yang baru didapatkannya—sekaligus kecanggungan yang lebih besar.
Sekarang dan seterusnya, ia akan tidur bersama Nick—suaminya. Malam ini juga, ia akan menghadapi malam keduanya bersama suaminya yang apatis.
'Semoga saja pria itu akan terus apatis,' doa Ilya.
Saat Ilya pergi, Nacha menatap Nick dengan dua alis nyaris menyatu. "Kenapa dia memanggilmu Nicky Nick?"
Nick mengendikkan bahu, "Apa kamu pikir aku tahu jalan pikiran perempuan itu?"
"Oke, mungkin itu panggilan sayangnya padamu. Jangan kasar kepadanya Nick. Dia istrimu."
Nick merotasikan mata. "Pernikahan bodoh ini seharusnya tidak terjadi."
"Karena sudah terjadi, bersikaplah dengan layak."
Masalahnya, Nick tidak mau bersikap layak. Kenapa dia harus bersikap layak? Bukan dia yang menginginkan pernikahan itu terjadi!
...----------------...