Entah kesalahan apa yang Malea lakukan, sehingga dia harus menerima konsekuensi dari ibunya. Sebuah pernikahan paksa, jodoh yang sang ayah wariskan, justru membawanya masuk dalam takdir yang belum pernah ia bayangkan.
Dia, di paksa menikah dengan seorang pengemis terminal. Tapi tak di sangka, suatu malam Malea mendapati sebuah fakta bahwa suaminya ternyata??
Tak sampai di situ, dalam pernikahannya, Malea harus menghadapi sekelumit permasalahan yang benar-benar menguras kesabaran serta emosionalnya.
Akankah dia bisa bertahan atau memilih berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24
Penampilannya kacau, wajahnya merah dan penuh keringat.
Tanpa basa basi dengan langkah lebar kakiku terayun menuju ke arahnya. Tangaku langsung bergerak merangkul tubuhnya.
"Malea, ada apa denganmu?" Bisikku tepat di telinga kirinya.
"Siapa kamu?" Tanyanya dengan nada khas orang mabuk.
"Ayo kita ke kamar"
"Siapa kamu?" Tanyanya lagi saat tadi aku tak menghiraukan pertanyaannya.
"Aku suamimu, Malea!"
Setelah mendengar jawabanku, detik itu juga kepalanya terangkat, dan pandangan kami pun saling bersirobok. Bau alkohol begitu menusuk hidungku, entah berapa gelas alkohol yang dia minum sampai dia tak sadar dengan tingkah dan ucapannya.
"Oh, suamiku?" Matanya agak menyipit, menatapku cermat-cermat. "Yang menatap wanita lain selain aku?"
"Apa maksudmu, Malea"
"Ah.. Tidak-tidak, aku hanya bercanda" Dia tertawa lirih, masih dengan tatapannya mengarah tepat di bola mataku, tangannya bergerak melingkar di leherku. "Ternyata kamu sangat tampan, aku nggak nyangka bisa menikah dengan pria sepertimu"
"Kita ke kamar, ya! Kita istirahat saja, di sini sangat berisik"
"Nggak mau, aku mau di sini"
"Kamu lelah, Malea. Kamu perlu istirahat"
"Tidak, aku sama sekali tidak lelah, aku justru bahagia"
Aku sedikit frustasi, kepalaku lantas ku bergerak mengitari setiap titik ruangan. Sebagian besar para tamu memang minum alkohol, tapi tak sampai mabuk seperti Malea, meski juga ada beberapa yang bahkan malah terkapar di meja sambil terduduk.
Ketika sepasang atensiku jatuh pada pengantin wanita yang berdiri di altar pernikahan, dia tengah menatap kami dengan sorot nanar. Seperi ada luka, namun aku sama sekali tak peduli.
Belinda hanya masa laluku, takan ku biarkan dia merusak masa depanku. Dia bukan lagi urusanku, jadi aku tak harus memahami perasaannya.
Ku palingkan wajahku dan kembali fokus pada Malea.
Aku memaksanya meski Malea sedikit berontak, membawanya pergi dari gemerlapnya pesta milik Belinda.
"Aku nggak mau ke kamar, aku mau pesta, mau minum"
"Pestanya sudah selesai, Malea"
"Belum!"
"Ini sudah malam, sudah waktunya kita tidur"
"Tapi aku belum mengantuk"
"Kita bisa ngobrol selagi belum terlelap"
"Kita ngobrol?"
"Ya" Aku terus memapah Malea hingga tiba di depan kamar kami.
Ku tempelkan keycard untuk membuka pintu, dan langsung masuk begitu pintu terbuka.
"Tidurlah!" Kataku sambil merebahkan tubuh Malea di atas ranjang.
Baru saja aku hendak bangkit setelah menidurkan Malea, tiba-tiba tangannya meraih ujung krah kemejaku, otomatis tubuhku jatuh di atas tubuhnya.
"Kamu benar suamiku, kan?" Wajah kami berjarak hanya sejengkal, sebab tangan Malea tahu-tahu sudah melingkar di leherku.
"Iya, kenapa?" Bisa kurasakan hangat hembusan napasnya.
"Bagaimana kalau kita bobo bareng"
"Bobo bareng?" Ku telan ludah ku bersamaan dengan kepalanya yang terangguk pelan.
"Hmm, aku mau kamu"
"Mau apa, Malea?" Tanyaku dengan jatung mendadak berdebar-debar.
"Touch me, aku sungguh menginginkannya, aku mau kamu menyentuhku, hanya menyentuhku" Racaunya, dengan tangan bergerak liar di bagian dadaku.
Perlahan ia melepas kancing kemejaku yang langsung membuat fokusku berantakan.
"Kamu lelah, kamu harus istirahat"
"Aku mau istirahat setelah kamu menyentuhku" Mini ganti tangannya melepas kancing dresnya sendiri.
Apa yang dia lakukan dan katakan benar-benar di luar kesadarannya.
"Ayolah, Arga! Kamu juga menginginkannya, kan?"
"Kamu lelah, Malea" Berulang kali aku mengatakan itu, dan jawaban Malea tetap sama. Menolak untuk tidur.
"Touch me, please"
"Tidak, Malea!"
"Jangan munafik, Ga. Kamu juga menginginkan ini kan?"
"Tapi bukan dalam kondisimu yang seperti ini"
"Sama saja Ga"
"Kamu tidak sadar, Lea"
"Aku sadar, sangat sadar"
Dia terus menggodaku, tangannya sejak tadi tak berhenti bergerilya di setiap jengkal tubuhku. Padahal yang ku lihat, wajahnya sudah sangat merah dan matanya menyorot lelah.
"Ayo Ga, yang di bawah sana sudah sangat tegang, jangan menolakku"
Apa yang bisa ku lakukan? Aku melemah, hasratku sontak naik ketika tangannya meraba bagian paling sensitive di tubuhku.
Tak berfikir lagi, akhirnya aku menuruti permintaanya, mulai menpelkan bibirku di bibirnya.
Wanita di bawahku pun menyambut ciumanku dengan begitu lihainya.
Ah.. Persetan!! siapa yang bisa bertahan dalam situasi seperti ini? Yang lain pikir nanti.
Ciuman kami semakin memanas, dan tubuh kami menempel begitu rapat..
*****
masih pengen di peyuk2 kan sama Arga
hormon bumil tuh Dede utunya masih pengen di manja2 sama ayah nya,,
kebat kebit ga tuh hati kmau
Ayo thor lanjut lagi yg byk ya...penanasaran bgt kelanjutannya...
kenapa ga jujur aja seh.
tapi Lea takut ngomongnya,takut ga di akui sama mas arga
ayo Lea jujur aja aaah bikin gemes deeh