NovelToon NovelToon
Pawang Dokter Impoten

Pawang Dokter Impoten

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:18.4k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

Dokter Arslan Erdem Mahardika, pria tampan dan cerdas berusia 33 tahun, memiliki segalanya kecuali satu hal yaitu kepercayaan diri untuk menikah.

Bukan karena dia playboy atau belum siap berkomitmen, tapi karena sebuah rahasia yang ia bongkar sendiri kepada setiap perempuan yang dijodohkan dengannya yaitu ia impoten.

Setiap kencan buta berakhir bencana.
Setiap perjodohan berubah jadi kegagalan.

Tanpa cinta, tanpa ekspektasi, dan tanpa rasa malu, Tari Nayaka dipertemukan dengan Arslan. Alih-alih ilfeel, Tari justru penasaran. Bukannya lari setelah tahu kelemahan Arslan, dia malah menantang balik sang dokter yang terlalu kaku dan pesimis soal cinta.

“Kalau impoten doang, bisa diobatin, Bang. Yang susah itu, pria yang terlalu takut jatuh cinta,” ucap Tari, santai.

Yang awalnya hanya pengganti kakaknya, Tari justru jadi pawang paling ampuh bagi Arslan pawang hati, pawang ego, bahkan mungkin pawang rasa putus asanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 24. Obsesi Bodoh

"Juwita Amanda! Lepaskan!" seru Nayaka sambil menarik paksa lengannya dari cengkeraman Juwita yang semakin nekat.

Matanya menatap tajam, ekspresinya tak lagi jenaka seperti biasa. Suaranya lirih, tapi penuh amarah.

"Kamu ternyata nggak belajar dari pengalaman kemarin?" ucapnya dengan nada menahan diri, "Aku masih kasih kamu kesempatan waktu itu, karena aku pikir kamu cuma perempuan yang patah hati dan nggak tahu cara mengobati luka. Tapi ternyata kamu malah makin gila menyewa preman buat nyulik aku?"

Napas Nayaka memburu, telapak tangannya mengepal, tapi tubuhnya tetap tegak. Matanya menantang.

"Aku bukan cewek lemah yang bisa kamu sikat kayak mainan. Sayangnya, kamu salah target, Ju," imbuhnya tajam.

Juwita Amanda berdiri mematung, namun matanya tak berkedip menatap Dr. Arslan yang diam berdiri tak jauh dari mereka. Wajah pria itu tetap  terlihat datar dan dingin. Tak satupun gerakan menyela di sana, kecuali helaan nafasnya yang nyaris tak terdengar.

"Aku sangat mencintaimu, Arslan," ucap Juwita, nyaris seperti merintih, "Kenapa kamu malah pilih perempuan bar-bar, miskin, dan nggak punya kelas kayak dia?"

Tatapannya merendahkan. Nada bicaranya tinggi. Tapi tetap tak ada reaksi dari Dr. Arslan.

"Dia nggak selevel sama kamu!" serunya, "Aku tahu kamu, Arslan. Kamu orang yang perfeksionis. Kamu butuh perempuan elegan, lembut, pintar dan tahu tempat. Bukan cewek jalanan kayak dia!"

Tari Nayaka tersenyum miring. Ia melangkah satu langkah mendekat. Rambutnya dikuncir seadanya, seragam perawatnya kusut karena sempat berlari dari koridor belakang. Tapi sorot matanya.tak gentar.

"Kamu tahu kenapa dia pilih aku?" ucap Nayaka pelan, "Karena dia nggak cari perempuan yang pura-pura anggun di depan, tapi jahat dan manipulatif di belakang."

Juwita mendengus, "Kamu pikir kamu lebih baik dari aku?"

"Enggak," jawab Nayaka ringan, "Tapi setidaknya aku nggak nyulik orang demi cinta yang nggak dibalas."

"Dia cuma kasihan sama kamu, Nayaka!" teriak Juwita.

Dr. Arslan akhirnya bersuara, "Juwita."

Suara itu rendah. Tapi cukup untuk menghentikan seluruh ruangan. Bahkan Nayaka pun ikut memutar tubuh.

"Aku tidak pernah mencintaimu," ujarnya tenang, "Dan tidak ada satu detik pun aku merasa iba padamu. Aku hanya menghormatimu sebagai manusia. Tapi kamu sudah melewati batas."

Juwita melangkah mundur. Matanya memerah.

"Dia bar-bar. Dia nggak sopan. Dia bukan perempuan yang cocok untukmu, Arslan..." ucap Juwita dengan suara gemetar.

Dr. Arslan melirik Nayaka yang berdiri santai sambil menggigit bibir menahan senyum.

"Dia memang bar-bar," kata Arslan, "Tapi dia perempuan yang paling jujur dan paling bisa aku percaya."

Nayaka menoleh cepat ke arah pria itu. Jantungnya berdebar tak karuan, tapi wajahnya tetap kalem.

"Dia tidak butuh validasi siapa pun untuk mencintaiku, tidak menyamar jadi versi lain hanya supaya diterima. Dia datang apa adanya dan bagiku itu cukup."

Juwita tidak tahan. Ia membalikkan badan, meninggalkan ruangan dengan langkah cepat. Bahunya bergetar.

Begitu pintu tertutup, Nayaka akhirnya membuang napas lega.

"Eh... barusan kamu bilang cinta, ya?" katanya sambil melirik Arslan dengan alis naik sebelah.

Pria itu menatap datar.

"Aku tidak bilang cinta," jawabnya singkat.

"Yaaa nyaris lah ya," imbuh Nayaka sambil tersenyum jahil, "Kalau kamu udah bisa ngaku jatuh hati, aku bakal traktir es teh manis. Mau?"

Arslan menatapnya tajam lalu berkata, "Aku impoten, Tari Nayaka."

Nayaka terdiam terjadi keheningan. Tapi kemudian ia nyengir dan berkata, "Siapa yang peduli? Yang penting kamu nggak impoten dalam urusan kasih sayang."

Dan untuk pertama kalinya, wajah Dr. Arslan bergeser sedikit. Hampir seperti sedang menahan senyum.

Dr. Arslan membuka pintu mobil untuk Nayaka, lalu masuk ke kursi kemudi. Suasana di dalam mobil terisi keheningan yang menggantung.

Namun bukan keheningan yang asing, melainkan semacam kenyamanan aneh yang hanya muncul ketika dua jiwa tahu mereka sedang menuju ke satu arah yang sama.

"Aku kira kamu cuma mau beliin cincin," celetuk Nayaka, menggoda, “Nggak nyangka ujung-ujungnya ikut meet the monster.”

Arslan tetap menatap lurus ke depan, menyetir tanpa ekspresi.

"Bukan monster. Tapi racun," katanya datar, "Dan sudah terlalu lama aku biarkan merusak banyak hal."

Nayaka tidak banyak bicara. Ia tahu ini bukan saatnya bercanda. Di balik sikap kalem Arslan, ada amarah yang sudah lama dipendam.

Ada luka yang tidak pernah benar-benar sembuh. Dan kali ini, pria itu memilih melindunginya. Bukan dengan cara manis, tapi dengan keberanian yang dingin.

Rumah besar itu berdiri megah. Halaman luas, lampu taman menyala hangat, seolah menyambut kedatangan mereka berdua. Arslan langsung keluar dari mobil, lalu membuka pintu untuk Nayaka.

"Jangan ngomong apa-apa dulu, cukup berdiri di belakangku," ucap Arslan pelan.

"Kalau kamu dibanting kayak di sinetron, aku boleh banting balik, kan?" seloroh Nayaka, masih sempat menggoda.

Arslan hanya melirik sejenak, tidak menjawab. Tapi langkahnya mantap saat masuk ke ruang tamu yang sudah diisi oleh dua orang tua terpandang Papi dan Mami Juwita. Mereka tampak terkejut melihat Nayaka berdiri di samping Arslan.

“Ada apa, Arslan?” tanya sang ayah dengan nada bingung.

Pria itu berdiri tegak. Nadanya tenang tapi tajam. Nafasnya stabil, sorot matanya menusuk.

“Om, aku sudah capek menghadapi tingkah konyol dan kekanak-kanakan Juwita Amanda,” ujarnya pelan namun tegas

“Kemarin aku tidak laporkan ke polisi karena aku masih sangat menghargai Om dan Tante, apalagi kita relasi lama. Tapi ketika Juwita menyewa preman untuk menculik calon istriku..”

Nafasnya tertahan sesaat. Tangannya mengepal. Sorot matanya tidak berpaling.

“Itu sudah kelewatan. Kali ini, kalau Juwita masih bertingkah, jangan salahkan aku bertindak tegas,” imbuhnya.

Papi Juwita langsung berdiri. Wajahnya merah padam. Suaranya meninggi tapi gemetar karena malu.

“Apa?! Dia melakukan apa?!” bentaknya sambil menatap istri di sampingnya.

Mami Juwita tidak bisa berkata apa-apa. Sementara itu, Nayaka tetap berdiri diam, tapi matanya waspada, memperhatikan situasi.

Arslan melanjutkan, “Aku bisa bawa bukti CCTV, saksi, bahkan petugas keamanan yang sempat ikut mengamankan Nayaka saat kejadian. Tapi aku tidak ingin membuat nama keluarga Om tercoreng. Itu sebabnya aku datang baik-baik.”

“Juwita tahu kamu impoten, Arslan. Tapi dia tetap ngotot. Kami pun sudah melarang,” ucap Mami Juwita pelan, malu, "Dia tidak bisa menerima kenyataan."

“Tepat,” ucap Arslan dingin, “Dan obsesi itu berbahaya bukan cuma buat aku, tapi buat siapapun yang dekat denganku.”

Tiba-tiba suara sepatu berderap terdengar dari arah tangga. Juwita muncul dengan wajah penuh amarah.

“Kamu sengaja bawa dia ke sini, ya?! Buat mempermalukan aku?!” serunya histeris, menunjuk Nayaka.

“Aku bawa dia karena dia korban dari obsesimu,” jawab Arslan cepat, “Kalau kamu masih punya sisa harga diri, minta maaf dan berhenti.”

Juwita maju beberapa langkah. Wajahnya memerah, matanya liar.

“Kamu pikir dia lebih baik dari aku?! Lihat dia! Bar-bar! Nggak ada sopan santunnya!” katanya bergetar.

Arslan tak berkedip. Ia menoleh pada Nayaka yang masih diam.

“Dia memang bar-bar,” ujarnya, “Tapi dia tidak berpura-pura jadi siapa-siapa. Dia tidak manipulatif tidak munafik dan tidak pernah maksa orang lain untuk mencintainya.”

Nayaka menunduk, senyumnya tipis. Tapi matanya berkaca-kaca. Ada kalimat yang tidak terucap, tapi hati kecilnya tahu: ia dicintai. Bukan karena citra. Tapi karena keberanian jadi diri sendiri.

Papi Juwita mendekat dan menarik lengan anaknya.

“Cukup! Kamu bikin malu keluarga. Dari dulu kamu dilarang, tapi kamu keras kepala. Arslan sudah jelas batasnya, dan kamu makin jadi!”

“Papi dia..”

“Tidak ada alasan! Kamu disuruh sekolah tinggi, punya karier bagus, tapi kelakuan kamu kayak anak kecil!” hardik sang ayah.

Juwita menangis, tapi bukan tangisan penyesalan. Lebih seperti kegagalan mengendalikan sesuatu yang selama ini dianggap miliknya.

Arslan memandang semua orang di ruangan itu, lalu berkata pelan namun pasti.

“Aku sudah bilang dari awal. Aku bukan laki-laki sempurna. Tapi aku tahu siapa yang membuatku lebih baik. Dan aku tidak akan pernah biarkan perempuan seperti Nayaka terluka hanya karena masa laluku.”

Lalu ia menoleh pada Nayaka.

“Kita pulang,” ucapnya.

Dan gadis itu, tanpa ragu, berjalan menyusul pria yang dari dulu selalu ia lihat seperti batu dingin. Tapi hari ini, ia tahu, ada bara yang perlahan menyala. Dan itu cukup untuk ia genggam selamanya.

Sentuhan mereka makin dalam, makin dalam dari sekadar rindu yang tak tersampaikan. Nafas Arslan menghangat di leher Nayaka, sementara jemarinya masih erat memeluk pinggang kekasihnya, seakan tak ingin dunia ikut campur dalam ruang kecil milik mereka berdua.

Degup jantung Nayaka berpacu, antara gugup dan terbakar rasa.

Lalu, di tengah kebisuan yang pekat, ia merasakan sesuatu ada yang keras, tapi jelas bukan batu. Ada yang tegak, namun bukan tongkat. Dan ada yang berkibar, tapi tentu bukan bendera.

Nayaka terdiam, menahan napas. Wajahnya memanas. Dalam diam, matanya menatap Arslan laki-laki itu pun membalas tatapannya, masih dengan dada yang naik-turun karena gejolak yang tak bisa sepenuhnya ia jinakkan.

“Maaf,” gumam Arslan lirih, menundukkan wajahnya, namun tetap tak melepaskan pelukan.

Nayaka tidak menjawab. Ia hanya menyandarkan kepalanya di dada Arslan. Degup mereka menyatu. Tak ada yang perlu dijelaskan, sebab cinta memang kadang tak butuh kata.

Hanya butuh keyakinan bahwa mereka berdua sedang jatuh, dalam dan dalam, ke pelukan yang sama.

1
Midah Zaenudien
semngat berkarya jgn bt cerita x stuk2 d tempat x
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: siap kakak... kedepannya akan muncul konflik
total 1 replies
Ummi Sulastri Berliana Tobing
lagi donk 🥰🥰
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: insha Allah besok kakak sekitar jam 12 WITA sudah update
total 1 replies
Lukman Suyanto
lanjuttt
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: insha Allah, besok makasih banyak masih setia baca
total 1 replies
Lukman Suyanto
lanjutt
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: insha Allah besok kakak 🙏🏻🥰
total 1 replies
Sholikhah Sholikhah
wong mantune Bu Retno juga orang biasa gitu kok gak ngaca. tolong dong kirim kaca ke Bu Retno
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: irinya Segede gabang kak 🤭
total 1 replies
Sholikhah Sholikhah
yah nyindir nih, yg bisanya hanya baca dan like 😄😄😄😄
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hehehe 🤭🤣🙏🏻
total 1 replies
Eva Karmita
Naya tersengat belut listrik nya pak dokter 🤣🤣🤣💓💓
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hahaha mati dong 🤣
total 1 replies
Daeng
sangat menghibur
Yani
pwngantin baru oiii pengantin baruu.. yikes sapa dluan yg dpt bonusan malam pertama.. 😁😁
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: semuanya dapat yang gede dan panjang 😂🤭
total 1 replies
Yani
pernikahan semua netizen ini Mah
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: mewakili yah 🤣
total 1 replies
Yani
waduh Merissa tercubit diriku ha ha haha
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hahaha 😂🤭
total 1 replies
Maulida greg Ma
hahaha segitunya
Maulida greg Ma
nggak apa-apa istri sendiri
Maulida greg Ma
nikahnya barengan semoga hamil juga barengan
Farhana
ya Allah mereka benar-benar random
Farhana
benar godaan istri luar biasa
Farhana
semoga samawa
Naila
haha kaget tapi penasaran 🤭🤣
Naila
akhirnya sah juga
Inha Khaerunnisa
Haha
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!