Alana tidak pernah menyangka bahwa satu malam di kamar nomor delapan ratus delapan akan menukar seluruh masa depannya dengan penderitaan. Di bawah pengaruh obat yang dicekoki saudara tirinya, dia terjebak dalam pelukan Kenzo Alfarezel, sang penguasa bisnis yang dikenal dingin dan tidak punya hati.
Sebulan kemudian, dua garis merah pada alat tes kehamilan memaksa Alana melarikan diri, namun kekuasaan Kenzo melampaui batas cakrawala. Dia tertangkap di gerbang bandara dan dipaksa menandatangani kontrak pernikahan yang terasa seperti vonis penjara di dalam mansion mewah.
Kenzo hanya menginginkan sang bayi, bukan Alana, tetapi mengapa tatapan pria itu mulai berubah protektif saat musuh mulai berdatangan? Di tengah badai fitnah dan rahasia identitas yang mulai terkuak, Alana harus memilih antara bertahan demi sang buah hati atau pergi meninggalkan pria yang mulai menguasai hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. Fmz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23: Pelayan Yang Bermuka Dua
Sesosok bayangan manusia mulai muncul secara perlahan dari kegelapan dinding dan menatap Alana dengan sebuah senyuman yang sangat aneh serta sangat mencurigakan. Alana menahan napas sambil meraba sekeliling ranjang kayu untuk mencari benda tumpul yang bisa digunakan untuk membela dirinya dari ancaman yang nyata.
Wanita itu melangkah mendekat dengan nampan berisi segelas susu hangat dan sepotong roti yang masih mengepulkan uap panas ke udara. Dia mengenakan seragam pelayan berwarna biru tua yang tampak sangat rapi namun sorot matanya menyimpan kilatan yang tidak bisa terbaca oleh orang awam.
"Jangan takut, Nyonya Muda, saya hanya pelayan pribadi yang diutus untuk melayani segala keperluan Anda selama berada di sini," ucap wanita itu dengan suara yang sangat lembut.
Alana tidak lantas percaya begitu saja dan tetap menjaga jarak aman dengan punggung yang bersandar kencang pada tiang ranjang kayu yang berderit nyaring. Dia memperhatikan setiap gerak-gerik pelayan tersebut yang tampak sangat sopan namun memiliki senyum yang terasa sangat dipaksakan dan sangat hampa.
"Siapa namamu dan siapa yang benar-benar mengirimmu ke kamar pengap ini di tengah malam yang sangat sunyi?" tanya Alana dengan nada suara yang penuh dengan kecurigaan.
Wanita itu membungkuk dalam seolah menunjukkan rasa hormat yang sangat tinggi sebelum akhirnya meletakkan nampan tersebut di atas meja kecil yang penuh dengan debu. Dia menatap Alana dengan pandangan yang tiba-tiba berubah menjadi sangat sayu seolah sedang bersimpati pada nasib malang sang nyonya muda tersebut.
"Nama saya adalah Siti, dan saya dikirim oleh Nyonya Besar Widya untuk memastikan Anda mendapatkan nutrisi yang cukup bagi janin itu," jawab Siti dengan kepala tertunduk.
Mendengar nama Widya disebut, jantung Alana berdegup kencang karena dia tahu bahwa ibu mertuanya tidak mungkin mengirimkan bantuan tanpa memiliki niat yang sangat tersembunyi. Dia teringat pada ramuan hitam pekat yang pernah dipaksakan masuk ke dalam mulutnya beberapa waktu yang lalu oleh wanita angkuh tersebut.
"Bawa kembali makanan itu karena aku tidak merasa lapar sama sekali dan aku tidak butuh bantuan dari siapa pun di rumah ini," perintah Alana dengan tegas.
Siti justru tertawa kecil dengan suara yang sangat halus namun terdengar sangat mengerikan di telinga Alana yang sedang dalam kondisi sangat tertekan. Dia mengambil gelas susu tersebut lalu mengaduknya perlahan dengan sendok perak hingga menimbulkan suara denting yang sangat memekakkan telinga di kesunyian malam.
"Nyonya Muda harus tahu bahwa menolak pemberian Nyonya Besar adalah sebuah kesalahan yang sangat fatal dan sangat berbahaya bagi keselamatan Anda," bisik Siti dengan nada yang mengancam.
Alana melihat perubahan drastis pada raut wajah Siti yang semula tampak ramah kini berubah menjadi sangat dingin dan penuh dengan kelicikan yang sangat nyata. Pelayan itu melangkah maju hingga wajahnya hanya berjarak beberapa senti saja dari wajah Alana yang mulai memucat pasi akibat rasa takut yang luar biasa.
"Apa yang sebenarnya ada di dalam susu ini hingga kau begitu memaksa aku untuk meminumnya sekarang juga?" teriak Alana sambil mencoba menepis gelas tersebut.
Tangan Siti dengan sangat cepat mencengkeram lengan Alana hingga gelas susu itu tidak jatuh melainkan tetap berada dalam genggamannya yang sangat kuat dan sangat kokoh. Dia menunjukkan sebuah botol kecil berisi cairan bening dari balik saku seragamnya yang segera membuat Alana menyadari bahwa ada racun yang sedang mengintai nyawanya.
"Ini hanyalah sedikit obat penenang agar Anda tidak terlalu banyak melakukan perlawanan terhadap aturan ketat Tuan Muda Kenzo yang sangat perkasa," sahut Siti dengan seringai lebar.
Pergulatan singkat terjadi di antara mereka hingga susu itu tumpah membasahi lantai kayu dan mengeluarkan bau kimia yang sangat menyengat dan sangat tajam. Alana berhasil mendorong Siti hingga wanita itu jatuh tersungkur namun Siti segera bangkit kembali dengan mata yang sudah merah padam karena amarah yang meledak-ledak.
Siti mengeluarkan sebuah alat komunikasi kecil dari telinganya lalu melaporkan kegagalannya kepada seseorang yang berada di balik layar dengan suara yang penuh dengan getaran ketakutan. Alana menyadari bahwa Siti hanyalah pion kecil dari sebuah rencana besar yang ingin menghancurkan kandungannya secara perlahan namun pasti melalui tangan orang dalam.
"Tuan Muda Kenzo akan segera mengetahui tentang pengkhianatanmu jika kau tidak segera pergi dari kamar ini sekarang juga!" ancam Alana dengan suara yang lantang.
Siti tidak menjawab namun dia justru mendekati lemari tua tadi dan menekan sebuah tombol rahasia hingga sebuah pintu kecil di balik lemari itu terbuka lebar secara otomatis. Dia masuk ke dalam kegelapan lorong rahasia tersebut sambil menatap Alana dengan tatapan yang seolah mengatakan bahwa ini bukanlah pertemuan terakhir mereka di mansion ini.
Alana terduduk lemas di atas lantai sambil memandangi tumpahan susu yang kini mulai berbuih putih di atas permukaan kayu jati yang sangat tua dan sangat berdebu tersebut. Dia menyadari bahwa musuh di dalam rumah ini jauh lebih banyak daripada yang dia bayangkan sebelumnya dan setiap sudut bangunan ini memiliki mata-mata yang selalu mengawasi.
Tiba-tiba, Kenzo melangkah masuk ke dalam kamar dengan wajah yang sangat gelap dan melihat kekacauan yang baru saja terjadi di depan matanya sendiri. Dia melihat botol kecil yang tertinggal di lantai lalu beralih menatap Alana yang sedang menggigil hebat dengan pakaian yang sedikit berantakan akibat pergulatan dengan pelayan tadi.
"Siapa yang berani masuk ke sini tanpa izinku dan apa yang sebenarnya mereka lakukan padamu hingga kau terlihat sangat kacau?" tanya Kenzo dengan suara yang sangat rendah.
Alana tidak langsung menjawab melainkan hanya menunjuk ke arah lemari tua yang sudah tertutup rapat kembali seolah tidak pernah terjadi apa pun di sana. Dia melihat Kenzo mulai berjalan mendekati lemari tersebut dengan tangan yang sudah mengepal kuat karena rasa penasaran yang mulai merayap dan membuatnya menjadi sangat posesif.