Ikatan Takdir

Tak banyak yang tahu siapa Rafa sebenarnya.

Di hadapan dunia, ia hanyalah pria berpenampilan sederhana—kemeja polos, jam tangan tanpa merek mencolok, mobil biasa. Ia berbicara seperlunya, tak pernah mencari sorotan. Banyak orang, termasuk mereka yang pernah meremehkannya, mengira Rafa tak lebih dari karyawan biasa yang hidup lurus dan tenang. Bahkan mungkin banyak mengira jika Rafa kerja serabutan.

Padahal kenyataannya jauh berbeda.

Rafa adalah CEO dari perusahaan yang dibangun di atas fondasi lama—perusahaan milik ibundanya, seorang perempuan visioner yang sejak awal mengajarkannya satu hal:

kekuasaan tak harus berisik untuk menjadi kuat.

Saat ibunya wafat, amanah itu tak langsung ia pegang sendiri. Rafa masih terlalu kecil. Maka ia dirawat oleh Bibi Ratih, bibi dari ibunya, perempuan tegas yang tahu persis cara menjaga rahasia dan keamanan. Di bawah asuhan Ratih, Rafa belajar hidup rendah hati, menyembunyikan identitas, dan membedakan mana orang yang mendekat karena tulus, dan mana yang mendekat karena kepentingan.

Itulah sebabnya, ketika dewasa, Rafa memilih tetap tampil sederhana.

Kini, untuk sementara waktu, tugas CEO digantikan oleh Ardi—bukan sekadar asisten, tapi sahabat yang paling ia percaya. Ardi mengelola perusahaan dari balik layar, menjaga stabilitas, menutup celah-celah yang bisa dimanfaatkan musuh lama yang kini mulai bergerak kembali.

Sementara Rafa sendiri memilih berada di tempat yang dianggap banyak orang sebagai “langkah mundur”.

Ia memilih menjaga Kanaya.

Bukan sebagai wanita yang harus dilindungi karena lemah—

melainkan sebagai istrinya,

dan sebagai seseorang yang tanpa sadar berdiri di persimpangan masa lalu yang berbahaya.

Rafa tahu, jika ia kembali ke kantor dan menampakkan kekuasaannya sekarang, Kanaya justru akan menjadi sasaran. Maka ia menyingkir dari sorotan, membiarkan dunia melupakannya, sementara ia berdiri paling dekat dengan orang yang paling berharga baginya.

Kanaya tak pernah meminta perlindungan seperti ini.

Namun Rafa memberikannya dengan senyap.

Dan di balik kesederhanaan itu, tersimpan satu kenyataan yang belum diketahui banyak orang:

Jika Rafa akhirnya bergerak terbuka,

bukan hanya Angela yang akan terguncang—

melainkan seluruh jaringan lama yang pernah menyentuh hidup Kanaya dan Nadira.

Ketenangan Rafa bukan tanda kelemahan.

Itu adalah kesabaran sebelum badai.

*

Sejak hari pertama Ardi duduk di kursi CEO sementara, tekanan datang tanpa jeda.

Ruang rapat lantai tertinggi yang biasanya sunyi kini penuh tatapan curiga. Para direksi senior saling bertukar pandang—mereka tahu Rafa menghilang dari permukaan, dan kekosongan kekuasaan selalu mengundang keberanian orang-orang yang selama ini menunggu celah.

“Dengan segala hormat,” ujar salah satu komisaris, suaranya dingin, “kami perlu kepastian. Di mana Rafa sebenarnya?”

Ardi tersenyum tipis, profesional, tanpa emosi.

“Rafa sedang menjalankan tugas strategis. Perusahaan tetap berjalan di bawah mandat penuh yang beliau berikan kepada saya.”

Ia mengeluarkan surat kuasa resmi. Tanda tangan Rafa tertera jelas. Sah. Tak terbantahkan.

Namun tekanan tak berhenti di ruang rapat.

Investor mulai menekan lewat jalur belakang.

Mitra lama tiba-tiba menunda kerja sama.

Audit mendadak diumumkan—terlalu cepat, terlalu rapi, seolah ada yang sengaja menguji pertahanan.

Di ruang kerjanya yang kini menjadi miliknya sementara, Ardi menatap layar penuh angka. Ia tahu ini bukan sekadar gejolak bisnis biasa. Ada tangan lama yang bergerak—jaringan yang pernah bersinggungan dengan dana ilegal masa lalu ayah Kanaya dan Nadira.

Malam hari, ponselnya bergetar. Nomor tak dikenal.

“Ardi,” suara di seberang rendah dan tenang, “katakan pada Rafa, bayangannya terlalu panjang. Kalau dia tidak muncul, kami akan memaksa.”

Sambungan terputus.

Ardi menghela napas panjang, lalu mengirim pesan singkat ke Rafa:

"Tekanan meningkat. Mereka menguji batas. Aku tahan sebisa mungkin. Fokus jaga Kanaya."

Balasan Rafa datang cepat, singkat, tapi tegas:

"Jangan mundur. Aku akan bergerak jika mereka menyentuhmu atau Kanaya."

Ardi menutup ponsel. Tangannya sedikit gemetar—bukan karena takut, tapi karena beban yang kini sepenuhnya ia pahami.

Ia bukan sekadar penjaga kursi.

Ia adalah tameng.

Keesokan harinya, Ardi membuat keputusan berani. Ia membekukan satu proyek besar yang melibatkan mitra lama—langkah yang pasti memicu reaksi, tapi juga memutus satu jalur uang mencurigakan.

“Kalau mereka mau perang,” gumam Ardi pada dirinya sendiri, “kita mulai dengan mematikan logistiknya.”

Di luar, hujan turun deras.

Di dalam, Ardi berdiri tegak di tengah badai yang bukan miliknya—

namun ia terima, demi satu tujuan yang sama dengan Rafa:

Menjaga Kanaya,

dan memastikan masa lalu tak lagi menelan korban.

Serangan balik itu akhirnya dimulai—

bukan dengan amarah, melainkan data.

Ardi tahu, permainan ini tak bisa lagi dimainkan di balik meja. Tekanan sudah terlalu terang, dan musuh terlalu berani. Maka untuk pertama kalinya sejak menggantikan Rafa, ia memilih bergerak terbuka.

Pagi itu, perusahaan mengumumkan langkah besar:

restrukturisasi mitra strategis dan audit independen total.

Langkah yang terdengar profesional di permukaan,

namun mematikan bagi pihak-pihak tertentu.

Dalam hitungan jam, pasar bereaksi. Saham berfluktuasi. Media bisnis mulai berspekulasi. Nama perusahaan kembali jadi sorotan—dan untuk pertama kalinya, para pemain lama panik.

Di ruang rapat, Ardi berdiri di depan layar besar.

“Kita hentikan semua kerja sama yang alur dananya tidak transparan,” katanya tegas. “Tak peduli seberapa lama hubungan itu.”

Salah satu direktur mencoba menekan.

“Ini bisa menjatuhkan nilai perusahaan.”

“Lebih baik jatuh sementara,” jawab Ardi dingin, “daripada tenggelam selamanya.”

Di luar gedung, seseorang mulai melawan.

Artikel-artikel negatif bermunculan. Tuduhan manipulasi laporan. Gosip tentang CEO bayangan. Bahkan nama Rafa mulai diseret—tanpa bukti, tapi cukup untuk menciptakan keraguan.

Ardi sudah menduga.

Ia menunggu.

Dua hari kemudian, perusahaan menggelar konferensi pers terbuka. Tanpa Rafa. Tanpa drama.

Ardi tampil sederhana, rapi, tenang.

“Kami membuka seluruh laporan keuangan kepada auditor independen internasional,” katanya di hadapan kamera. “Jika ada pihak yang merasa dirugikan oleh langkah ini, silakan tempuh jalur hukum.”

Kalimat itu seperti undangan perang.

Malamnya, Ardi menerima laporan rahasia dari tim kepatuhan:

"Tiga perusahaan cangkang terdeteksi. Alur dana terhubung ke jaringan lama. Nama Angela muncul di satu simpul, sebagai perantara."

Ardi menatap laporan itu lama.

Jadi benar. Serangan balik ini kena sasaran.

Ia mengirim satu pesan ke Rafa:

"Mereka bereaksi keras. Nama Angela muncul. Kita memotong jalur uang mereka."

Balasan Rafa singkat:

"Lanjutkan. Aku siap jika perlu muncul."

Di tempat lain, Angela memecahkan gelas di tangannya. Untuk pertama kalinya, rencana rapi yang ia susun mulai retak.

Serangan balik bisnis Ardi bukan hanya soal angka dan saham.

Itu adalah sinyal:

Permainan lama sudah berakhir.

Dan siapa pun yang masih berdiri di sisi gelap—

akan dipaksa keluar dari persembunyiannya.

Dan Ardi sangat yakin akan hal itu.

.

.

.

BERSAMBUNG

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...