NovelToon NovelToon
When The Webtoon Comes Alive

When The Webtoon Comes Alive

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Percintaan Konglomerat / Teen School/College / Fantasi Wanita / Transmigrasi / Cewek Gendut
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Anastasia

Evelyn, penulis webtoon yang tertutup dan kesepian, tiba-tiba terjebak dalam dunia ciptaannya sendiri yang berjudul Kesatria Cinta. Tapi alih-alih menjadi tokoh utama yang memesona, ia justru bangun sebagai Olivia, karakter pendukung yang dilupakan: gadis gemuk berbobot 90kg, berkacamata bulat, dan wajah penuh bintik.

Saat membuka mata, Olivia berdiri di atas atap sekolah dengan wajah berantakan, baju basah oleh susu, dan tatapan penuh ejekan dari siswa di bawah. Evelyn kini harus bertahan dalam naskahnya sendiri, menghindari tragedi yang ia tulis, dan mungkin… menemukan cinta yang bahkan tak pernah ia harapkan.

Apakah ia bisa mengubah akhir cerita sebagai Olivia? Atau justru terjebak dalam kisah yang ia ciptakan sendiri?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anastasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 3.Perubahan sikap Olivia.

Setelah menutup telepon dengan produser drama itu, Evelyn terduduk lama di depan laptopnya. Tangannya masih gemetar, dan pikirannya kacau. Tawaran adaptasi drama adalah impian banyak kreator, tapi syaratnya… membuat cerita lebih romantis.

Ia membuka draft Kesatria Cinta, menatap halaman demi halaman yang selama ini ditulis dari luka dan kejujuran hatinya. Cerita itu bukan hanya kisah fiksi,itu adalah serpihan dirinya yang paling dalam.

Namun... ia tahu.

Dunia nyata menuntut lebih dari sekadar idealisme.

“Baiklah,” gumamnya. “Kalau memang harus lebih romantis... aku akan coba.”

Evelyn menyalakan lampu kamar, menyeduh kopi instan, dan mulai menulis ulang adegan-adegan penting. Ia mencoba menambahkan momen-momen manis antara Leo dan Luna,tatapan diam-diam, dialog canggung yang berujung senyum malu, hingga pelukan tidak sengaja saat hujan turun.

Tapi saat menulis...

Ia berhenti.

Tangannya menggantung di atas keyboard.

Kepalanya kosong.

Ia tidak tahu bagaimana rasanya mencintai.

Ia tidak tahu bagaimana rasanya deg-degan karena seseorang.

Ia bahkan tak tahu bagaimana rasanya dipandang istimewa oleh siapa pun.

“Aku gak pernah pacaran… aku gak tahu bagaimana cara menulis ini.”

Evelyn memejamkan mata, menekan emosinya.

Yang ia tahu hanyalah ditatap jijik. Dihakimi. Ditinggalkan.

Romantis hanyalah sesuatu yang ia lihat dari drama, bukan yang pernah ia rasakan sendiri.

Tapi ia tidak menyerah.

Cinta… bukan hal yang ia pahami, tapi ia berusaha untuk belajar.

Walaupun ia tak pernah tahu rasanya jatuh cinta. Bahkan saat teman-temannya dulu sibuk membicarakan gebetan atau menyembunyikan surat cinta, Evelyn hanya duduk di sudut perpustakaan, menggambar.

Jadi ia belajar.

Ia membaca novel-novel cinta.

Menonton drama TV Korea, Jepang, hingga Barat.

Membaca ulang fanfic dan forum diskusi.

Mencatat, menghafal pola, bahkan meniru dialog.

Tiga hari penuh ia mengurung diri. Ia tidak keluar kamar, bahkan tidak menyentuh ponsel. Semua waktunya habis untuk satu hal untuk belajar tentang romatis.

Lalu ia menyusun adegan yang dia pelajari, dan menjadikan cerita saat Leo dan Luna bersentuhan tangan. Menulis ulang momen cemburu, pelukan di balik payung, dan pernyataan cinta saat senja. Ia menambahkan latar romantis dengan taman bunga, pesta dansa sekolah, dan momen menatap bintang bersama.

Akhirnya, dengan mata lelah dan harapan besar, ia mengirim revisi naskahnya ke pihak produser.

Namun...

Dua hari kemudian, balasan itu datang.

“Secara teknis bagus, tapi... sayangnya tidak terasa alami. Hubungan Leo dan Luna masih terasa datar dan dipaksakan. Tidak ada emosi nyata di antaranya. Maaf, kami butuh sesuatu yang lebih hidup.”

Komentar itu menghantam Evelyn seperti petir.

Ia terdiam. Lalu memeluk lutut di depan laptopnya yang menyala bisu.

“Aku sudah berusaha… Tapi bagaimana aku bisa menulis cinta... kalau aku bahkan tak pernah tahu rasanya dicintai?”

Tangisnya pecah dengan pelan tapi dalam.

Rasa gagal, kecewa, dan kesepian menyatu dalam dada.

Namun...

di balik rasa hancurnya, muncul satu pikiran:

“Kalau aku tak bisa menulis cinta di dunia nyata… mungkinkah aku harus merasakannya langsung di dunia ciptaanku sendiri?”

Evelyn duduk di lantai kamarnya. Laptop masih menyala, menampilkan naskah revisi yang ditolak. Kalimat terakhir dari email produser masih menggantung di layar:

"...tidak terasa alami. Tidak ada emosi nyata di antaranya."

Kata itu yang ditelan dalam pikiran Evelyn, ia menarik napas berat, lalu menepis kertas-kertas yang berserakan di sekelilingnya. Semua catatan romansa yang ia pelajari selama tiga hari terakhir terasa sia-sia.

“Semua orang bisa nulis cinta... kecuali aku,” gumamnya pelan.

"Ah.., seperti apa itu dicintai dan mencintai!! " Serunya dengan lantang.

Lalu, emosinya meledak.

“Aku gak bisa!” teriaknya, menghentakkan kaki.

“Aku udah nyoba! Aku udah begadang! Aku nonton ratusan drama, baca ratusan cerita! Tapi tetap aja... mereka bilang gak ada perasaan?! Gimana bisa ada perasaan kalau aku bahkan gak tahu rasanya?!”

Evelyn meremas rambutnya, napasnya memburu. Ia berjalan mondar-mandir di kamar, lalu akhirnya meraih handuk dan pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka. Ia butuh menenangkan diri.

Tapi malam itu… takdir lain menunggunya.

Saat masuk kamar mandi kecilnya, lantainya licin karena air tumpah dari gayung yang tertinggal di lantai.

Kakinya terpeleset.

Tubuhnya oleng.

Kepalanya terbentur dinding.

Bra..ak!

Gelap.

Hening.

Tak ada suara.

Tubuh Evelyn tergeletak tak sadarkan diri, dan waktu seperti berhenti untuk sesaat.

Dan sesuatu tiba-tiba yang ia rasakan, ia sudah menjadi Olivia teman Luna gadis gemuk, fisik yang tidak cantik tapi ia termasuk putri dari keluarga kaya.

Sekarang mereka berdua duduk dalam satu bangku, dikelas yang sama dan sama-sama di benci satu sekolah.

Olivia yang masih bergelut dengan amarahnya, tak sanggup lagi menahan emosi yang menggelegak dalam dada.

Kata-kata bisik-bisik yang menusuk telinga itu terus menggema di kepalanya tawa mengejek, kalimat penuh hinaan, dan lirikan merendahkan yang selalu mengiringi langkahnya di lorong sekolah.

Tangan Olivia mengepal erat, rahangnya mengeras. Di atas meja, sebuah buku catatan tebal tergeletak. Ia tak berpikir panjang. Dengan gerakan cepat, ia meraih buku itu dan melemparkannya ke arah gadis yang sedang bergunjing di depannya.

Bra..ak!

Buku itu menghantam meja tepat di depan si gadis, membuat semua orang terdiam. Ruangan yang sebelumnya riuh langsung hening. Mata semua murid tertuju pada Olivia, yang kini berdiri dari kursinya dengan napas tersengal dan mata yang memerah karena menahan air mata dan kemarahan.

"Memangnya kalian siapa berani menghakimiku!, aku melakukan itu karena muak dengan sikap kalian yang menghinaku" Ucapan lantang Olivia.

Ia lalu memundurkan kursinya, dan berjalan kearah gadis yang barusan menghinanya tadi.

Luna yang berusaha menghentikan Olivia untuk tenang, Olivia yang sudah terbakar amarah tanpa memperdulikan larangan Luna.

Suasana kelas menjadi tegang, saat Olivia sudah didepan gadis yang menghinanya.

"Kalau kalian punya sesuatu untuk dikatakan, katakan langsung ke aku, bukan di belakang!"serunya dengan suara lantang, penuh luka, tapi juga keberanian yang selama ini terkubur dalam diamnya.

" Siapa yang membicarakan mu?, jangan ge-er! "Bantah salah satu dari mereka.

Olivia lalu mengacak-acak meja mereka dengan brutal. " Kau pikir telingaku tuli?, kau, kau dan kau apa keluarga mu lebih kaya dari keluarga ku?. "

Tak ada yang menjawab. Hanya tatapan kaget dan rasa bersalah yang memenuhi ruangan. Tapi bagi Olivia, keheningan itu lebih baik daripada tawa palsu yang biasa ia dengar.

Benar sekolah ini yang aku ciptakan dengan strata sosial dan aku lebih tinggi dari mereka, beraninya melawan penciptamu!, pikir Evelyn.

"Kenapa?.tidak bisa menjawab!, jangan sekali-kali remehkan Olivia morgan atau kalau tidak aku jadikan keluarga mu miskin dalam satu hari" Bentak Olivia dengan tatapan tajam.

Mereka tadi langsung tertunduk, sambil mengangguk pelan. "Maafkan kami Oliv".

" Jangan hanya minta maaf sama aku, sana minta maaf dengan Luna juga! "Perintah Olivia tegas.

Mereka berempat satu demi satu meminta maaf dengan Luna, Luna pun dibuat terkejut dengan sikap Olivia sahabatnya.

Bukan hanya Luna, Leo, Damian bahkan Owen yang dari tadi tertidur di kelas melihat sikap Olivia yang tidak seperti biasanya.

"Sejak kapan sih gendut galak seperti itu? " Gumam Owen sambil tersenyum.

Olivia pun kembali duduk di bangku sebelah Luna, Luna memberikan dua jempol pada sahabatnya itu sambil tersenyum.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!