NovelToon NovelToon
Istri Rahasia Dosen Killer

Istri Rahasia Dosen Killer

Status: tamat
Genre:Tamat / Dosen / Nikahmuda / Aliansi Pernikahan / Pernikahan Kilat / Beda Usia
Popularitas:25.2M
Nilai: 4.8
Nama Author: Desy Puspita

Niat hati mengejar nilai A, Nadine Halwatunissa nekat mendatangi kediaman dosennya. Sama sekali tidak dia duga jika malam itu akan menjadi awal dari segala malapetaka dalam hidupnya.

Cita-cita yang telah dia tata dan janjikan pada orang tuanya terancam patah. Alih-alih mendapatkan nilai A, Nadin harus menjadi menjadi istri rahasia dosen killer yang telah merenggut kesuciannya secara paksa, Zain Abraham.

......

"Hamil atau tidak hamil, kamu tetap tanggung jawabku, Nadin." - Zain Abraham

----

Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 10 - Tidak Sesuai Ekspetasi

Ujian susulannya tidak bercanda, memang benar Zain memanggil Nadin untuk mengerjakan soal yang diujikan. Tidak ada perlakuan khusus, soal dan durasi waktu yang dia berikan sama seperti mahasiswa yang lain.

Hanya saja, mungkin tempatnya berbeda. Jika temannya di ruang kelas, Nadin mengerjakan tepat di hadapan Zain. Rasanya apakah sama? Jelas saja tidak, dia lebih gugup dan semakin tidak fokus mengerjakan soal dengan posisi berhadap-hadapan semacam ini.

Terlebih lagi, di dalam ruangan tersebut Zain tidak sendiri. Ada beberapa dosen lain yang juga mengenal Nadin di sana. Dia yang sejak dahulu dikenal sebagai mahasiswi berprestasi jelas saja diledek lantaran harus ikut ujian susulan segala.

Salah satunya Anggara, dosen muda beranak satu dan sempat terang-terangan melamar Nadin sebagai istri kedua. Siapa sangka, pria ternyata ternyata cukup dekat dengan Zain bahkan candaannya juga terdengar menggelikan di telinga Nadin.

"Jangan terlalu serius, Nadin, bilang aja mau nilai berapa ... biar saya yang urus," ucap Anggara kemudian mendekat dan memeriksa lembar jawaban Nadin.

Pria itu tampak membaca, sementara Zain terus memantau dengan wajah super datarnya. "Zain, ampuni yang satu ini ya, kasihan ... sesekali pakai hati, jangan menyulitkan langkahnya."

"Hm, pergilah, kau hanya mengganggu ketenangannya."

Tidak seperti Anggara yang terlihat bersahabat, Zain justru sebaliknya. Sama sekali tidak ada senyum di sana walau Anggara terus saja mengedipkan mata entah apa maksudnya, yang jelas di mata Zain pria itu ganjen, itu saja.

Dia juga bisa menyimpulkan jika Nadin terlihat tak nyaman, baru setelah Anggara tidak lagi mengawasinya wanita itu bisa sedikit lebih tenang. Tanpa sedikit pun bersuara, Zain benar-benar memberikan kesempatan untuk Nadin menyelesaikannya.

"Lima menit lagi."

Tidak pernah bicara, sekalinya bicara berhasil membuat jantung Nadin berdegup tak karu-karuan. Masih ada beberapa soal yang belum dia selesaikan, kehadiran Anggara yang sok care padanya benar-benar merusak konsentrasi.

Beruntung saja, Zain mengusir pria itu tanpa perlu Nadin minta. Di sisa-sisa waktunya, Nadin masih berusaha menyelesaikan soal yang tersisa. Sialnya, baru setengah jalan Zain memintanya berhenti dan tidak melakukan apa-apa, sudah pasti hal itu karena waktunya sudah habis.

"Belum seles_"

"Tidak apa, waktunya sudah habis, cepat berikan," pinta Zain tak terbantahkan.

Nadin yang tak lagi punya kesempatan terpaksa mengumpulkan lembar jawaban itu dengan perasaan tak rela. Pertama kali dalam hidup, Nadin merasa belajar kerasnya tak berguna.

Entah memang faktor tak fokus hingga otaknya terasa tumpul, atau memang dasar soalnya diluar nalar. Yang jelas, soal-soal yang diberikan membuat otak Nadin seolah dipaksa kerja keras hingga berasap.

Begitu diserahkan, Zain juga segera memeriksanya. Suasananya semakin lebih tegang, Nadin melihat dengan nyata bagaimana jawabannya dicoret-coret di depan sana.

Sudah seperti bimbingan skripsi, Nadin dibuat tertekan mana kala melihat tanda silang bertebaran di lembar jawaban. Semakin lama, jantung Nadin semakin berdetak tak karuan hingga di detik-detik terakhir Nadin dibuat tercengang kala melihat hasil akhirnya.

D, itulah nilai akhir Nadin dari ujian susulannya sore ini. Mata Nadin mengerjap pelan, mana tahu salah lihat. Hingga, ketika Zain serahkan dia sampai tidak bersedia menerimanya.

.

.

"D?"

"Hm, apa matamu rabun juga?"

Dada Nadin panas, dia menarik napas dalam-dalam dan mengepalkan tangan yang dia sembunyikan di balik meja. Dia tahu Zain memang terkenal pelit, tapi tidak dia sangka akan benar-benar sepelit ini.

"Apa tidak salah, Pak? D?"

"Tidak, nilaimu sedikit lebih baik dibanding teman-temanmu."

Dari kejadian ini Nadin simpulkan, bahwa nilai A dari Zain agaknya mustahil dia dapatkan. Terbukti, kedatangannya malam itu memang tak lebih dari sebuah kebodohan. Ya, Nadin berusaha lapang dada memasukan lembar jawaban dengan nilai jelek yang pertama kali dia dapatkan itu ke dalam tas, sudah pasti sembari menahan emosi.

Mengkhayal sekali dia dapat nilai A, bahkan plus-plus kalau kata Jihan. Nyatanya, jangankan dapat nilai A, B saja sangat jauh dari jangkauan. Agaknya dia terlalu lancang berekspetasi, jujur saja sewaktu pertama kali masuk Nadin berpikir jika Zain akan memberikan keistimewaan untuknya.

"Tahu begini mending aku traktir Jihan saja." Nadin membantin, penyesalannya bukan lagi perkara nekat mendatangi Zain waktu itu, tapi juga ikut ujian susulan sore ini.

Tak bisa dipungkiri, siapapun yang berasa di posisinya jelas saja patah. Wajahnya tak lagi murung, melainkan cemberut di hadapan Zain, sungguh dia tidak mampu untuk terlihat tenang-tenang saja di hadapan Zain.

"Kamu kenapa? Kurang puas nilainya segitu?"

Sebenarnya iya, tapi jika Nadin mengatakan kurang puas, maka besar kemungkinan Zain akan menawarkan ujian ulang. Dan, Nadin tidak ingin dibuat gila kedua kalinya. "Puas, Pak, mungkin memang segitu kemampuan saya ... next time saya akan berusaha lebih baik lagi."

Zain tersenyum tipis, agaknya Nadin tidak lagi berambisi kali ini. Bukan putus asa, tapi dia pasrah dan menerima saja, seperti slogan mereka mungkin inilah yang terbaik.

"Yakin? Padahal masih ada waktu andai mau mengulang lagi."

Tanpa keraguan, Nadin mengangguk mantap karena memang sama tidak ada niat sedikit pun untuk mengulang lagi, tidak ada. Saat ini, Nadin hanya ingin pulang karena dia merasa sudah telanjur lelah.

Tanpa menunggu persetujuan Zain, dia berlalu pergi dari ruangan itu. Berulang kali Nadin menyabarkan diri, tapi sepanjang perjalanan dia terus mengomel dan meratapi nasib buruknya.

"Woah, bisa-bisanya ... D? Ya, Tuhan, kepalaku sampai sakit, apa harus bisa mengendalikan air dulu baru dia kasih nilai A?"

Nadin Marah? Iya, baru kali ini dia ingin mengubur dirinya sendiri. Dengan langkah panjangnya, Nadin berjalan menelusuri trotoar hingga kepalanya semakin runyam berkat perpaduan klakson dari para pengendara yang berlalu di jalan raya.

Biasanya, kekesalannya akan hilang jika dibawa jalan-jalan, tapi sore ini semakin lama dia berlalu, dia semakin kesal dan ingin sekali meluapkan amarah.

"Tidak bisa dibiarkan, orang sepertinya tidak cocok jadi dosen ... udah galak, pelit, idup lagi!!"

Dia terus mengomel, Nadin sudah berjalan cukup jauh dan terhenti kala sebuah mobil hitam menepi dengan suara klakson yang membuat jantung Nadin seakan berpindah dari tempatnya.

Sejak tadi dia umpat, kini pria itu benar-benar ada di hadapannya, dan jelas Nadin tidak berani mengomel secara langsung. Masih dengan kacamata hitam yang bertengger di hitung bangirnya, Zain menatap Nadin seraya memerintahkannya untuk masuk segera.

"Masuklah, sore hari tidak begitu baik untuk jalan kaki."

"Duluan saja, aku mau jalan-jalan sebentar." Alasannya saja, dia masih kesal perkara nilai D dan belum ada niatan untuk duduk di samping Zain.

Begitu mendapat penolakan, Zain tiba-tiba turun hingga Nadin gelagapan dibuatnya. Tindakannya sungguh tak terbaca, Nadin yang takut jika dilempar ke tengah jalan raya memilih masuk tanpa menunggu diperintahkan untuk kedua kalinya. "Kenapa harus digiring dulu, dia sejenis itik atau bagaimana?"

.

.

- To Be Continued -

1
Sapna Anah
💪💪💪💪💪
Syahrini Cacha
Luar biasa
Mom's Velzya Rifchie
pendahulu nya udh aku baca Thor kecuali yg blm dady syakil ma crta ameera,,
karya nya keren² dan sangat menghibur ...
Makasih kak othor,sehat selalu semakin berjaya dgn krya² terbaik nya...
Istri Sah Dewangga ~: Aamiin, makasih buanyak Kakak 🫰🫰🫶
total 1 replies
guntur 1609
makasih thir novel mu sungguh sangat sangat sangaaaaat bagus sekali. semangat sma novel baru lainya
guntur 1609
ok aku suka ceritanya. mudah2an lbh gila lagi banyolan ya dari kisah Zain familys
guntur 1609
hahhah kena tula kau kan dari dady mu
guntur 1609
semua nama anaknya bagus semua. tambah lagi Zain
guntur 1609
dasar zeshan. licik.
guntur 1609
jadi terharu lihat Zain sprti tu
guntur 1609
kwkwkwkwkwk kumat lagi si zain
guntur 1609
si sweet babang zain
guntur 1609
hahah sdh dari cetakan yang seperti tu khai.. Zain tetaplah Zain. apapun yg terjadi
guntur 1609
wah brti triplet. selamat ya Zain dan nadin
guntur 1609
hahah kapok kaubazka. disangka jihan kau suka 🍆makan 🍆
guntur 1609
hhahahhaha hha... gagal maning
guntur 1609
salahmu nad punya suami sprti Zain yg gak mau kalah dlm berdebat
yudi wahyudi
Biasa
yudi wahyudi
Kecewa
guntur 1609
haahahahah Zain ni sifatnya tetap nyebelin tapi ni lebih kalam dan agamis
guntur 1609
ya ialah kebanyakan ragi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!