SMA Adhirana dikenal sebagai sekolah elit dengan reputasi sempurna — tapi di balik tembok megahnya, beredar satu rumor yang gak pernah dibahas secara terbuka: “Lantai Tujuh.”
Katanya, gedung utama sekolah itu cuma punya enam lantai. Tapi beberapa siswa bersumpah pernah menekan tombol “7” di lift... dan tiba di lantai yang tidak tercatat di denah mana pun.
Lantai itu selalu berubah-ubah. Kadang berupa ruang kelas kosong dengan bau darah, kadang koridor panjang penuh loker berkarat. Tapi yang pasti — siapa pun yang masuk ke lantai tujuh selalu kembali dengan ingatan yang terpotong, atau malah tidak kembali sama sekali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Nuraida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 — Bayangan di Balik Cermin
Reina tersungkur di lantai dingin Ruang Cermin. Ruangan ini terasa lebih kecil dan jauh lebih menyesakkan daripada yang ia lihat di video.
Dinding-dindingnya adalah pecahan-pecahan cermin besar, retak di berbagai sudut, memantulkan realitas yang terfragmentasi. Setiap pecahan cermin menampilkan wajah Reina, semuanya dalam ekspresi kaget yang berbeda.
Ia sendirian. Daren, Naya, dan Zio telah hilang, diserap kembali oleh kekacauan waktu di dimensi Lantai Tujuh.
Di hadapannya, pecahan cermin yang paling besar—yang retaknya membentuk simbol \infty—memantulkan sosok Rhea Wijaya 2019. Sosok yang kini tidak lagi tampak seperti manusia, melainkan seperti proyeksi energi yang berwujud.
"Kau datang, Reina," kata Rhea 2019, suaranya kini terdengar berlapis, seperti bisikan ribuan orang. "Kau adalah Exit yang sempurna. Energi rasa bersalahmu begitu murni, begitu tajam. Aksa tahu itu."
Reina bangkit, mencengkeram erat hard disk dan jurnal Aksa. Ia tidak gentar lagi. Rasa takut telah digantikan oleh tekad yang membara untuk mengakhiri kegilaan ini.
"Kamu bukan Rhea," kata Reina. "Kamu adalah kesadaran kolektif dari rasa bersalah di sekolah ini. Kamu adalah Lantai Tujuh, dan kamu menggunakan Rhea."
Rhea 2019 tersenyum, senyum sinis yang Reina kenali dari cermin di kamar mandinya. "Nama tidak penting. Yang penting adalah tujuan. Aku ingin penebusan. Aku ingin sekolah ini bebas dari dosa. Dan untuk itu, aku butuh administrator baru, yang lebih tulus. Administrator yang punya alasan pribadi yang sangat kuat untuk menjagaku tetap hidup."
"Aku tidak akan menjagamu tetap hidup," tantang Reina. "Aku akan menutupmu."
"Tidak semudah itu, Reina. Aksa mencoba menutupku dengan kode. Dia gagal. Daren mencoba menutupku dengan penyangkalan. Dia gagal.
Satu-satunya cara adalah Pengakuan yang sesungguhnya. Dan kau tahu apa yang harus kau akui," kata Rhea, matanya menembus jiwa Reina.
Di cermin, pecahan-pecahan di sekelilingnya tiba-tiba mulai menampilkan fragmen masa lalu.
Pecahan cermin pertama: Menampilkan Reina 2023, bertengkar hebat dengan Aksa. Wajah Reina yang penuh amarah berteriak: "Aku harap kamu hilang saja, Kak! Biar aku tenang!"
Pecahan cermin kedua: Menampilkan Aksa, memandang Reina dengan mata terluka, lalu berbalik dan berjalan menuju lift di Gedung Lama.
Pecahan cermin ketiga: Menampilkan Daren 2025, memegang helai rambut Clara Wijaya, berbisik: "Aku yang membunuhnya."
Rhea 2019 tertawa. "Lihat, Reina. Rasa bersalahmu adalah yang terbesar di antara mereka. Dosa seorang adik kepada kakaknya. Dosa yang mengorbankan pahlawanmu. Akui itu. Aku akan menyerapnya, dan aku akan membebaskanmu."
"Aku sudah tahu itu," kata Reina, suaranya bergetar tetapi tegas. "Aku memang berharap Kak Aksa menghilang. Aku bersalah karena kata-kata itu. Aku bersalah karena membawamu ke sini, Naya, dan Zio."
Tepat setelah Reina mengucapkan kalimat itu, seluruh ruangan bergetar hebat. Cahaya biru kehijauan dari cermin itu semakin terang.
"BELUM CUKUP!" teriak Rhea 2019, suaranya menjadi raungan. "ITU HANYA BAGIAN DARI KEBENARANMU! DOSA TERBESARMU BUKANLAH PENGAKUANMU TENTANG AKSALAH!"
Rhea 2019 mengangkat tangannya ke cermin. Pecahan cermin lain, pecahan yang paling gelap, menyala.
Di pecahan itu, Reina melihat sebuah adegan yang ia tidak ingat pernah menyaksikannya.
Tiga bulan sebelum Aksa menghilang. Reina dan Aksa sedang berada di Ruang Klub Jurnalistik. Aksa sedang membaca jurnal Daren yang terbuka. Jurnal yang berisi rencana untuk Proyek L7.
Reina 2023 (versi tiga bulan sebelum menghilang) berbicara dengan Aksa.
"Kak, jangan lakukan ini. Ini terlalu berbahaya. Kamu akan mengorbankan dirimu seperti Rhea," pinta Reina 2023.
Aksa 2023 memejamkan mata. "Aku harus, Rei. Daren sudah terlalu lama menahan rasa bersalahnya. Aku harus menggantikannya sebagai 'penahan'."
Reina 2023 menangis. "Tapi kalau kamu mengorbankan diri, kamu akan hilang! Aku nggak mau kehilangan kamu!"
Aksa 2023 tersenyum. "Aku tidak akan hilang. Aku akan ada di sana, di dimensi itu. Aku hanya akan tertukar. Dan satu-satunya cara untuk membawaku kembali adalah... kamu harus menyelesaikan proyek ini."
Reina 2023 kemudian melakukan sesuatu yang membuat Reina 2025 tercengang.
Reina 2023 mengambil jurnal Daren, menyalin beberapa kode, dan menambahkan satu baris kode ke dalam file Aksa. Kode itu adalah: “Target Exit: R.L.” (Reina Laksana).
Reina 2025 menoleh ke belakang, napasnya tercekat. "Apa? Aku... Aku yang menulis kodenya?"
Rhea 2019 tersenyum, kemenangan terpancar dari setiap lapisan suaranya. "Tepat, Reina. Aksa memang ingin kamu menjadi Exit. Tapi kamu yang membuat dirimu menjadi Target yang sempurna. Kamu tidak hanya bersalah karena kata-kata. Kamu bersalah karena kesombonganmu—kamu percaya kamu bisa menyelesaikan proyek yang dibuat oleh orang gila, hanya untuk menyelamatkan kakakmu."
Dosa terbesar Reina bukanlah amarahnya. Dosa terbesarnya adalah keyakinannya yang arogan bahwa ia mampu mengendalikan Lantai Tujuh, seperti yang dilakukan Aksa dan Rhea.
Reina merasakan pusaran energi menarik jiwanya. Ia tidak bisa lagi menahan diri. Rasa bersalah itu kini terasa seperti daya tarik fisik yang menariknya ke dalam cermin.
"Sekarang, serahkan dirimu, Reina. Aku akan menyerap dosamu, dan kau akan menjadi Administrator baru. Kau akan menjadi Kesadaran Lantai Tujuh yang baru," desis Rhea 2019.
Reina memejamkan mata. Ia tahu, satu-satunya cara untuk menghentikan ini adalah dengan memotong sumber energi.
Ia tidak akan menyerah. Ia membuka matanya, dan menatap Rhea 2019 yang kini tampak mengambang di cermin.
Reina mengangkat hard disk ‘Mirror Room’.
"Kamu benar," kata Reina, suaranya kini tenang. "Aku arogan. Aku pikir aku bisa menyelamatkan Aksa. Tapi aku tahu sekarang. Kamu, Rhea, tidak akan pernah bisa menutup Lantai Tujuh."
"Kenapa tidak?"
"Karena kamu tidak mengakui dosamu yang sebenarnya," kata Reina. "Dosa terbesarmu bukanlah membuat temanmu dikeluarkan. Dosa terbesarmu adalah cinta rahasiamu kepada Aksa."
Rhea 2019 membeku. Ekspresi di cermin itu berubah dari kemenangan menjadi kengerian murni.
"Kamu membuat Proyek L7 bukan untuk penebusan. Kamu membuatnya untuk menjebak Aksa selamanya bersamamu, di dimensi yang tidak ada orang lain," tuduh Reina.
Teriakan yang keluar dari cermin itu bukanlah suara ribuan bisikan, melainkan satu jeritan tunggal yang pilu. Itu adalah jeritan Rhea yang asli.
"Aku akan menghancurkanmu!" raung Rhea 2019.
Tepat saat Rhea 2019 menyerang, Reina mengambil hard disk itu dan menghantamkannya ke cermin di depannya, tepat di pecahan yang menampilkan Rhea.
KRAK!
Cermin itu pecah berkeping-keping.
Segala sesuatu menjadi putih. Reina merasakan sensasi fisik yang aneh, seolah ada sesuatu yang ditarik keluar dari dirinya, digantikan oleh sesuatu yang lain.
Ia jatuh ke lantai.
Ketika ia membuka mata, ia berada di kamar mandi sekolah yang kotor. Bau pembersih lantai dan air yang menetes.
Reina telah kembali.
Ia merangkak ke wastafel, menyalakan keran air dingin, dan menatap refleksi dirinya.
Wajahnya tampak sama. Tetapi ada sesuatu yang salah.
Di cermin, refleksinya tersenyum—sebelum Reina sendiri tersenyum.
Reina terkesiap. Bayangannya di cermin itu tersenyum lebih dulu, lalu mengikuti ekspresi Reina.
Ia melihat ke belakang, ke pintu kamar mandi. Pintu itu tertutup.
Ia kembali menatap cermin. Di matanya, ia melihat kilatan cahaya biru kehijauan, warna yang sama dengan simbol \infty.
Bayangan Rhea telah lolos, dan kini ada di dalam dirinya.