Mira tiba-tiba terjebak di dalam kamar hotel bersama dengan Angga—bosnya yang dingin, arogan, dan cuek. Tak disangka, setelah kejadian malam itu, hidup Mira benar-benar terbawa oleh arus drama rumah tangga yang berkepanjangan dan melelahkan.
Mira bahkan mengandung benih dari bosnya itu. Tapi, cinta tak pernah hadir di antara mereka. Namun, Mira tetap berusaha menjadi istri yang baik meskipun cintanya bertepuk sebelah tangan. Hingga suatu waktu, Mira memilih untuk mundur dan menyudahi perjuangannya untuk mendapatkan hati Angga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Rey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BERAPA HARGA KEPERAWANANMU ...?!
Angga mulai merasa khawatir dan gelisah karena Mira tak kunjung keluar dari kamarnya, bahkan sampai sore.
"Kenapa dia tidak keluar kamar sama sekali? Apa jangan-jangan ... dia mati? Ya Tuhan, tidak, tidak! Ini bukanlah film ikan terbang yang alay itu," dengusnya.
"Kenapa dia mengunci diri? Apakah dia sakit? Ataukah dia sakit hati? Duh ...! Bikin serba salah!" Angga kembali mendengkus.
"Apakah gua melakukannya dengan kasar? Rasa-rasanya gua bermain santai. Ah, entahlah ... pusing kepala gua, Nyet ...!" Pria itu kembali memijit pangkal hidungnya, sekedar mengurai rasa pening di dalam kepalanya.
Dia mondar mandir, jalan ke teras, lalu ke dapur, lalu ke ruang tengah lagi. Angga akhirnya naik ke lantai dua, dia masuk ke kamarnya dan hendak rebahan. Kemudian dia melihat bekas darah di sprei itu belum juga ia beresin.
"Ahh, shit ...! Puyeng kepala aing!" gerutunya.
Dia segera mengambil gawainya yang tadi ia letakkan di depan TV. Lalu membuka aplikasi berwarna hijau Segera ia memesan layanan G** clean. Seluruh isi di rumahnya terasa berantakan. Biasanya Mira membersihkan rumah itu setiap pagi, tapi pagi ini Mira sakit.
Setelah petugas layanan G** clean datang, Angga memintanya agar membersihkan kamar, ruang tengah dan dapur. Tak lupa ia meminta agar sprei berdarah itu dikemas ke dalam kantong kresek.
"Aku akan membawanya ke laundryan nanti," gumamnya.
TIIN TIIN TIIN
Tiba-tiba suara klakson mobil berbunyi di depan. Angga mengintip dari jendela.
"Sial, itu Mama," sungutnya.
"Waduh, Mira kok gak keluar, sih?" Pemuda itu mulai gusar saat melihat papanya juga datang.
Dia berlari ke kamar Mira, tanpa rasa malu dan ragu, dia mengetuk kamar itu.
TOK TOK TOK
"Mir ... Mira ... bangun, dong, ada Mama." Angga terlihat panik.
"Mir ... Mira ...!" panggilnya dengan lebih keras lagi.
Tak ada sahutan, Angga pun kembali mendengkus.
"Sial amat gua hari ini!" dengusnya.
TING TONG
Bel rumahnya berbunyi. Angga segera membuka pintu itu dengan cekatan.
"Eh, Mama," sapanya dengan tawa kuda.
Bu Ice mendekat. "Bau alkohol! Pasti habis dugem!" pekiknya sambil berjalan menerobos masuk, melewati tubuh Angga yang mematung di tengah pintu.
"Ah hanya minum sedikit dengan teman-teman," kata pria itu.
"Mana Mira?" sambung Bu Ice seraya melatakkan tas mahal miliknya di atas nakas.
"Masih tidur, Ma," sahut si Angga berbasa basi.
"Mungkin lelah, toh ini kan weekend," tandasnya, lalu terkekeh.
NGUUNG NGUUNG NGUUNG
"Itu siapa di lantai atas?" Bu Ice memicing.
"Oh, itu petugas G** clean, Ma. Lagi bersihin rumah," kata Angga sambil berjalan ke dapur.
"Mama mau es cappucino atau greentea boba?" teriaknya dari dapur.
"Tumben kamu perhatian sama Mama? Pasti ada maunya nih " Bu Ice pun mencebik.
"Tadi pesen makanan online, pesen banyak tapi kagak ada yang bantuin habisin. Ya udah, Angga taruh di kulkas, dah," sahut pria itu.
Bu Ice tak menggubris ocehan putranya, dia naik ke lantai atas dan melihat seorang petugas berbaju hijau sedang membersihkan kamar Angga.
"Kamar kok berantakan begini, sih? Kalian ini habis perang atau habis berantem?" Wanita itu mendengkus saat melihat sprei dan selimut berceceran di lantai. Juga baju-baju yang berserakan di seluruh ruangan.
Tiba-tiba pandangan Bu Ice terfokus pada sebuah noda di atas sprei yang belum digulung oleh petugas kebersihan itu. Bu Ice tersenyum miring saat tahu bahwa itu adalah darah.
"Oh, jadi mereka habis bertempur," bisiknya di dalam hati.
"Maa ... minum dulu!" teriak Angga dari bawah.
"Iya sebentar," sahut Bu Ice dengan senyum mengembang.
"Mama ngapain sih naik ke atas segala? Kamar di atas itu kotor dan berantakan." Pria itu mendengkus.
"Hanya ingin melihat-lihat saja," kata Bu Ice sambil duduk dan menarik nafas panjang.
"Oh ya, Mira tidur dimana? Kok di atas kosong?" tandasnya.
"Di kamar tamu, Ma," sahut Angga spontan.
"Apa dia sakit?" Bu Ice memicing.
"Ah, tidak. Dia baik-baik saja, kok." Angga terlihat keki.
"Apakah kalian bertengkar?" Wanita itu mulai memburu.
"Tidak, Ma .... Dia hanya kecapekan." Angga mencebik.
"Kenapa dia tidur di kamar tamu?" Wanita itu menautkan kedua alisnya.
"Dia ... dia ... dia risih kalau tidur di kamar atas, panas, ya, panas." Angga tergagap.
"Kan ada AC?" Bu Ice kian memicing.
"Mira itu masuk angin kalau kena AC." Angga terkekeh.
"Heeemmbb .... Semalam kau dugem dengan siapa?" Bu Ice kian mengintrogasi putranya.
Angga terdiam.
"Mama sudah tahu jawabannya." Wanita itu mendengkus lalu beranjak dari hadapan Angga dan berjalan menghampiri kamar Mira.
TAP TAP TAP TAP
Terdengar suara hentakan sepatu mahalnya yang begitu anggun.
TOK TOK TOK
"Mir ... Mira ... ini Mama, buka pintu dong," teriak Bu Ice dengan lembut.
"Mir ... Mira ...," lanjutnya lagi.
CEKLEK
Pintu kamar Mira terbuka. Terlihat wanita itu sangat lesu dan lemas. Dia memijit lehernya dan mencoba tersenyum.
"Maaf, Ma, Mira agak kurang enak badan," ucapnya dengan suara serak.
"Kamu sakit? Demam, kah?" Bu Ice meletakkan tangannya di kening menantunya itu.
"Ya ampun ... ini panas banget, Mir. Ayo kita ke dokter saja!" tandasnya, setengah panik.
"Ndak usah, Ma. Hanya demam biasa," jawab si Mira seraya dengan wajah memerah, suhu tubuhnya sangat tinggi.
"Kenapa kau tidur di kamar tamu? Apakah Angga mengusirmu?" Bu Ice mencebik.
"Tidak, Ma. Hanya gerah saja di atas," sahut Mira dengan lesu.
"Tidurlah, Mama akan membuatkanmu makanan. Kamu harus minum obat dan istirahat! Mama akan mendatangkan pembntu untuk kalian. Paham?" Bu Ice terus berbicara panjang lebar dengan tegas.
"Tidurlah lagi! Mama akan ke dapur," tandasnya.
Mira pun berjalan kembali ke dalam kamar dengan kaki mengangkang, dia terlihat kesulitan berjalan dengan normal, efek diperawani.
"Kenapa jalanmu begitu? Apa kamu sedang bisulan?" Bu Ice mencebik.
"Lagi ... lagi datang bulan, Ma," sahut Mira, ia berbohong.
"Hheeemmmbbb ...." Bu Ice pun mengangguk-angguk lalu meninggalkan kamar tamu yang ditempati Mira itu.
"Angga! Istrimu sedang sakit, temanilah! Jangan main handphone terus!" teriak Bu Ice dari dapur.
Angga pun mendengkus dan masuk ke kamar Mira juga. Dia terduduk di tepi ranjang tanpa berucap apa-apa. Mira pun kembali memejamkan mata. Badannya demam, tubuhnya serasa ngilu semua, kemaluannya juga masih nyeri.
Angga menatap wajah Mira yang tersembul dari balik selimut. Sekelebat ingatan tiba-tiba datang, ingatan saat semalam mereka bercinta. Angga ingat betul, bagaimana wajah Mira saat ia tunggangi.
"Soal semalam ... itu tidak sengaja. Saya dalam keadaan mabuk." Pria itu membuka obrolan.
Mira masih memejamkan mata.
"Saya tahu kamu tidak tidur!" Angga mendengkus.
"Soal semalam ... itu murni kecelakaan. Saya juga dirugikan, kita sama-sama rugi," sambungnya dengan enteng.
"Tolong rahasiakan dari kawan-kawan di kantor. Dan jangan sampai Carla tahu. Paham?" Pria itu mendengkus.
"Kalau kamu bisa diajak kerja sama, setelah pernikahan ini berusia tiga bulan, kita bisa berpisah lebih cepat. Kamu hanya butuh waktu untuk bersabar sampai tiga bulan itu, kok. Toh sekarang pernikahan kita sudah berjalan dua minggu, tinggal dua bulan setengah lagi. Bukankah itu waktu yang cepat? Setelah itu, kamu bisa bebas! Paham?" Angga menatap Mira dengan lekat.
"Paham kan?!" tegasnya lagi saat melihat Mira tidak merespon.
Mira membuka matanya, dia melirik sinis kepada pria itu.
"Lalu bagaimana jika aku hamil?" Mira mendongak, lalu mendengus sebal.
"Egois sekali! Setelah mengambil keperawananku, kini Anda dengan mudah membicarakan tentang perceraian?" Mira menyeringai.
Angga pun terbelalak.
"Lalu apa maumu?! Berapa rupiah yang kau minta atas keperawananmu itu? Haah ...? Katakan saja! Aku tunggu jawaban dan nomor rekeningmu di whatsapp!" bisiknya dengan geram di telinga Mira.
"BERAPA HARGA KEPERAWANANMU ITU ...!" Pria itu berteriak.
"Cih ...! Menjijikkan sekali! Dasar pria pecundang!" umpat Mira.
"Jaga mulutmu, Mir ...!" Angga kian tersulut emosi.