NovelToon NovelToon
THE TRILLIONAIRE GUARDIAN

THE TRILLIONAIRE GUARDIAN

Status: tamat
Genre:Menjadi Pengusaha / Anak Lelaki/Pria Miskin / Kaya Raya / Tamat
Popularitas:6.1k
Nilai: 5
Nama Author: Sukma Firmansyah

Seorang kakak miskin mendadak jadi sultan dengan satu syarat gila: Dia harus menghamburkan uang untuk memanjakan adik semata wayangnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sukma Firmansyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10: Rapat Direksi

Suasana di lobi The Royal Hotel pagi ini sangat berbeda. Tidak ada musik santai, tidak ada tamu yang berlalu-lalang santai. Semua staf, mulai dari bellboy, resepsionis, manajer, hingga petugas kebersihan, berbaris rapi di sepanjang karpet merah yang baru digelar.

Mereka mendapat kabar mendadak: Pemilik saham mayoritas baru akan datang melakukan inspeksi.

Di barisan paling depan, berdiri Herman (satpam yang kemarin menghina Atlas) dan Sarah (resepsionis judes). Wajah mereka tegang. Mereka berharap pemilik baru ini akan menaikkan gaji mereka.

"Pasti orang tua kaya raya dari luar negeri," bisik Herman pada Sarah. "Kita harus senyum paling manis, Sar. Siapa tau dapet tip."

Sarah mengangguk sambil membenarkan tatanan rambutnya. "Tenang aja. Senyumku ini pembawa rejeki."

Sebuah iring-iringan mobil mewah memasuki area drop-off. Bukan taksi online seperti kemarin, melainkan tiga mobil Mercedes-Maybach hitam mengkilap yang dikawal dua motor voorijder polisi.

Mobil berhenti tepat di depan pintu lobi.

Jantung Herman berdegup kencang. Dia segera maju dengan sikap hormat berlebihan untuk membukakan pintu mobil utama.

"Selamat datang di The Royal Hotel, Tuan Bes—"

Kata-kata Herman terhenti di tenggorokan. Matanya melotot hingga nyaris keluar dari rongganya.

Kaki yang melangkah keluar dari mobil mewah itu mengenakan sepatu kulit Berluti seharga ratusan juta. Tapi wajah itu... Wajah itu adalah wajah pemuda "gembel" yang kemarin dia lempar dengan bola kertas uang seratus ribu.

Atlas Wijaya.

Di belakang Atlas, Sebastian turun dan langsung berdiri tegak, memayungi tuannya.

Hening.

Keheningan yang mematikan melanda seluruh lobi. Wajah Sarah berubah pucat pasi, seputih kertas HVS. Lututnya gemetar hebat hingga dia harus berpegangan pada meja resepsionis agar tidak ambruk.

Atlas merapikan jas Armani-nya. Dia tidak tersenyum. Dia menatap Herman yang masih memegang gagang pintu mobil dengan tangan gemetar.

"T-Tuan... Tuan Atlas?" suara Herman tercekat, terdengar seperti tikus terjepit. "Jadi... Tuan yang..."

Atlas tidak menjawab. Dia menoleh ke arah Sebastian.

"Sebastian," panggil Atlas datar.

"Ya, Tuan?"

Atlas menunjuk Herman dengan dagunya, lalu menunjuk Sarah yang berdiri kaku di belakang.

"Pecat mereka."

Dua kata. Singkat. Padat. Mematikan.

"Tunggu! Tuan! Maafkan saya!" Herman langsung menjatuhkan dirinya, berlutut di kaki Atlas. "Saya nggak tau! Sumpah saya nggak tau kalau Tuan itu Sultan! Saya cuma jalanin tugas! Saya punya anak istri, Tuan!"

Sarah juga mulai menangis histeris. "Tuan Atlas! Tolong beri kesempatan kedua! Saya janji akan melayani Tuan semur hidup!"

Atlas menatap mereka dingin, tanpa rasa iba sedikitpun.

"Kalian bukan dipecat karena tidak tahu siapa saya," kata Atlas, suaranya menggema di lobi yang sunyi. "Kalian dipecat karena kalian memperlakukan manusia berdasarkan pakaiannya. Di hotel saya, sampah seperti itu tidak punya tempat."

Atlas melangkah pergi, menginjak karpet merah, meninggalkan dua orang itu yang kini diseret keluar oleh tim keamanan baru yang dibawa Sebastian.

"Bersihkan lobi ini," perintah Atlas sambil berjalan menuju lift. "Baunya masih amis."

Lantai Teratas - Ruang Rapat Direksi (Boardroom)

Drama di lobi hanyalah pemanasan. Pertarungan sesungguhnya ada di sini.

Pintu ganda ruang rapat terbuka. Di dalam, duduk tujuh orang pria tua berjas mahal. Mereka adalah Dewan Direksi lama. Wajah mereka masam. Mereka tidak terima perusahaan yang mereka bangun puluhan tahun tiba-tiba dibeli mayoritas sahamnya oleh orang antah-berantah dalam semalam.

Saat Atlas masuk, tidak ada yang berdiri menyambut.

Seorang pria gemuk dengan cerutu di tangan, Pak Handoko (Direktur Keuangan), menatap Atlas dengan tatapan meremehkan.

"Oh, jadi ini bocah ajaibnya?" Handoko menyeringai, menghembuskan asap rokoknya. "Dengar-dengar kamu baru 24 tahun? Nak, ini ruang rapat korporat, bukan tempat main Monopoly."

Atlas berjalan tenang menuju kursi utama di ujung meja—kursi Komisaris Utama.

Sebastian menarik kursi itu untuk Atlas. Atlas duduk, menyilangkan kaki, dan menatap Handoko tepat di mata.

"Matikan rokokmu," perintah Atlas. "Asapnya mengganggu."

Handoko tertawa keras, diikuti beberapa direktur lain. "Kamu siapa berani perintah saya? Saya sudah di sini sejak kamu masih pakai popok! Saya yang bikin hotel ini untung! Kamu cuma anak kemarin sore yang kebetulan dapet warisan!"

BRAK!

Atlas tidak menggebrak meja. Sebastian yang meletakkan tumpukan dokumen tebal di depan Handoko dengan keras.

"Itu adalah laporan audit penggelapan dana yang Anda lakukan selama 5 tahun terakhir, Tuan Handoko," ucap Sebastian sopan namun menusuk. "Mark-up biaya renovasi, suap vendor katering, dan uang tutup mulut kasus pelecehan staf."

Tawa Handoko mati seketika. Wajahnya berubah merah padam, lalu biru. Dia membuka dokumen itu dengan tangan gemetar. Lengkap. Semua bukti transfer haramnya ada di sana.

"Dari mana... dari mana kalian dapat ini?" desis Handoko.

Sistem Atlas adalah cheat dunia nyata. Informasi adalah hal termudah yang bisa dibeli dengan Wealth Points.

Atlas mencondongkan tubuhnya ke depan. Aura The King's Presence menekan seisi ruangan. Udara terasa berat, membuat para direktur tua itu sesak napas.

"Handoko, kamu dipecat. Tim hukum saya di bawah sudah menunggu untuk mengantarmu ke kantor polisi," kata Atlas tenang.

"K-kamu nggak bisa! Saya punya saham 5%!" teriak Handoko panik.

"Sudah saya beli paksa pagi ini lewat pasar negosiasi. Kamu nol. Kosong."

Dua bodyguard masuk, mengangkat Handoko yang meronta-ronta keluar dari ruangan.

Atlas kemudian mengalihkan pandangannya ke sisa direksi yang kini duduk tegak, berkeringat dingin, dan menunduk takut. Tidak ada lagi yang berani menatap mata pemuda itu.

"Ada lagi yang merasa dirinya lebih pintar dari saya?" tanya Atlas pelan.

Hening. Sunyi senyap.

"Bagus," Atlas bersandar santai. "Mulai hari ini, aturan di hotel ini berubah. Fokus utama kita bukan lagi sekadar profit, tapi pelayanan tanpa pandang bulu. Dan satu lagi..."

Atlas menatap General Manager (GM) yang duduk di ujung meja.

"Siapkan satu lantai khusus di hotel ini sebagai 'Rumah Sakit Darurat' dengan peralatan medis lengkap. Siagakan 24 jam untuk adik saya kalau-kalau dia bosan di rumah dan ingin menginap di sini."

"B-baik, Tuan Komisaris!" jawab GM itu serempak dengan direktur lainnya.

Atlas berdiri. Rapat selesai dalam 10 menit.

[MISI SELESAI: Corporate Takeover.]

[Status: Dominasi Mutlak.]

[Reward: Reputasi Bisnis +100 (Predator Muda).]

[Cashback Aset: Dividen Harian mulai aktif (Estimasi Rp 1 Miliar/hari).]

Atlas berjalan keluar ruang rapat dengan perasaan lega. Dia baru saja membersihkan racun dari perusahaannya.

Sekarang, dia bisa pulang. Orion pasti sudah menunggunya untuk makan siang.

Saat Atlas masuk ke dalam lift, dia tersenyum tipis. Menjadi orang kaya itu menyenangkan, tapi menjadi orang kaya yang bisa menginjak orang jahat? Itu candu.

1
mustika saputro
keren banget
Sukma Firmansyah: thanks abangku,jangan lupa baya karya saya yang lain
total 1 replies
Pakde
🙏🙏🙏🙏🙏
Sukma Firmansyah: jangan lupa rating nya pakde, subs juga
kalo ada yang baru biar bisa ketauan
total 1 replies
Pakde
lanjut thor
Sukma Firmansyah: waduh, udah tamat pakde
next novel baru
semoga suka
btw
ada yang kurang kah dari ceritanya
total 1 replies
Sukma Firmansyah
bagus
Sukma Firmansyah
siangan abangku
Pakde
lanjut thor 🙏🙏🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!