Aluna, 23 tahun, adalah mahasiswi semester akhir desain komunikasi visual yang magang di perusahaan branding ternama di Jakarta. Di sana, ia bertemu Revan Aditya, CEO muda yang dikenal dingin, perfeksionis, dan anti drama. Aluna yang ceria dan penuh ide segar justru menarik perhatian Revan dengan caranya sendiri. Tapi hubungan mereka diuji oleh perbedaan status, masa lalu Revan yang belum selesai, dan fakta bahwa Aluna adalah bagian dari trauma masa lalu Revan membuatnya semakin rumit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Angin sore berembus lembut di atas padang luas yang membentang seperti permadani hijau keemasan. Langit mulai berwarna jingga, cahaya matahari menyelinap malu-malu dari balik awan tipis, memantulkan kilau lembut di permukaan pasir lapang arena pacuan kuda. Deru langkah kuda-kuda yang berlatih terdengar di kejauhan, berbaur dengan suara ringkik pelan dan derit pelana.
Di tengah hamparan luas itu, Revan dan Aluna berdiri, berdua saja. Seolah dua hanya menyisakan mereka saja. Entah sudah berapa putaran Revan menunggangi kuda itu, tapi Aluna belum memiliki keberanian yang sama.
Aluna mengenakan blouse putih dan celana krem yang membaur cantik dengan suasana alam, tampak gugup berdiri di samping seekor kuda coklat berambut hitam mengilap. Tangannya sedikit gemetar saat mencoba memegang tali kekang, sementara Revan yang berdiri di sampingnya tampak tenang_ sedingin biasanya, namun sorot matanya berbeda. Dalam diamnya, terselip perhatian yang tak pernah benar-benar padam.
"Naiknya dari sisi kiri," ujarnya pelan namun tegas, sambil memegang tali kekang dan sedikit mencondongkan tubuh kudanya agar memudahkan Aluna naik.
Aluna melirik sekilas, ia tampak ragu. "Aku takut jatuh..."
Revan tidak menjawab segera. Tangannya meraih pergelangan tangan Aluna, membantunya menapak ke sanggurdi dengan gerakan hati-hati namun mantap. Suaranya tetap datar, tapi ada kehangatan samar yang menyusup di sela-selanya.
“Kalau jatuh, aku di sini,” ucapnya kemudian.
Aluna menoleh, menatap mata yang tak pernah banyak bicara, tapi saat ini terlihat sedikit lebih jujur. Ada sesuatu di sana—tapi Aluna tidak tahu apa itu, yang jelas saat ini ia merasa nyaman berada di dekat pria dingin itu.
Setelah berhasil naik, Revan pun duduk di belakang Aluna, perlahan menuntun kudanya berjalan pelan. Tangan besar dan kokohnya memegang tali kekang, sesekali membimbing tangan Aluna agar ikut mengendalikan.
"Kau terlalu kaku," bisiknya, kali ini nyaris seperti gumaman. “Tenangkan badanmu. Rasakan gerakan kudanya, jangan lawan.”
Aluna tertawa kecil, gugup, “Aku hanya .....,"
"Hanya?"
"Aku hanya nggak terbiasa ada pak Revan sedekat ini...”
Revan terdiam sejenak. Ia menunduk, membiarkan dagunya nyaris menyentuh bahu Aluna, lalu menjawab perlahan, “Mungkin mulai saat ini kamu harus terbiasa."
Kuda berjalan tenang di bawah langit sore yang semakin temaram, sementara hati Aluna tidak, apa yang dikatakan oleh Revan berusaha. Menyiratkan banyak sekali makna yang sulit untuk ia mengerti.
Hingga langit mulai gelap dan mereka menyudahinya. Revan tidak membawa Aluna pulang, melainkan ia membawa Aluna ke villa keluarganya. Keluarganya adalah pemilik peternakan sekaligus perkebunan di sekitar villa.
Saat memasuki villa, Aluna kembali dibuat terkejut saat mendapati meja makan dengan nuansa makan malam yang romantis, berbagai hidangan mewah sudah tersaji di sana, lilin yang menghiasi meja dan sebuah kue ulang tahun.
"Pak Revan ...., ini semua?"
"Sengaja saya siapkan untuk kamu." ucap Revan dengan tada tenang seperti biasanya.
Berbeda dengan Revan, Aluna tidak setenang itu, bahkan kedua matanya kini sudah berkaca-kaca. Revan cukup cepat menyadarinya, ia segera mengulurkan tangannya, menghapus air mata yang hampir jatuh ke pipi,
"Sekarang bukan waktunya menangis. Duduk dan kita potong kue."
Aluna hanya bisa mengangguk, dan berjalan pasrah saat pria itu menggandengnya dan membawanya duduk.
Revan mengambil sebuah korek, mendekatkan kue ke arah Aluna, menyalakan lilin kecil yang ada di atasnya,
"Buat permintaan, baru tiup lilinnya." ucap Revan dan Aluna lagi-lagi hanya mengangguk, ia menutup mata. Mengucapkan doanya dalam hati. kemudian membuka matanya kembali dan meniup lilinnya. Senyum terulas di bibir Aluna.
"Terimakasih untuk kejutan hari ini pak Revan." ucap Aluna penuh hari.
Revan menganggukkan kepalanya, "Selamat ulang tahun Aluna Rahardi."
Tapi tiba-tiba Aluna menangis tersedu hingga bahunya bergetar hebat, Revan pun begitu tanggap dan langsung menarik tubuh Aluna ke dalam pelukannya.
"Kenapa menangis?"
"Karena hari ini adalah hari dimana aku kehilangan kakakku, pak Revan." ucap Aluna pilu dan kali ini bukan hanya Aluna yang bersedih bahkan Revan pun memiliki luka yang sama.
"Setelah hari ini, aku janji aku akan menggantikan lukamu dengan sejuta kebahagiaan." ucap Revan tapi Aluna tidak begitu meresponnya karena ia masih merasakan kesedihan atas kepergian kakaknya.
Bersambung
Happy reading