Dorongan menikah karena sudah mencapai usia 32 tahun demi menghilangkan cap perawan tua, Alena dijodohkan dengan Mahendra yang seorang duda, anak dari sahabat Ibunya.
Setelah pernikahan, ia menemukan suaminya diduga pecinta sesama jenis.
✅️UPDATE SETIAP HARI
🩴NO BOOM LIKE 🥰🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Digital, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Napas Alena menggebu, sulit di atur. Tiba-tiba Alena teringat foto mesra Ahen dengan laki-laki yang fotonya kini ada pada dirinya. Ia merasa jijik.
"Nggaaaakkk!!!"
Alena mendorong tubuh Ahen secara tiba-tiba, Ahen pun sampai mundur beberapa langkah.
"Jangan sentuh aku!"
"Dua pilihan. Besok pulang atau malam ini kita sempurnakan pernikahan ini."
Alena menggeleng.
"Oke besok kita pulang." jawab Alena.
Mendengar jawaban itu pun Ahen kembali santai, ia naik ke tempat tidur dan membaringkan tubuhnya. Alena terduduk lemas di lantai. Lututnya bergetar dan tidak mampu berdiri.
"Aku lebih memilih sampai mati tetap gadis, daripada aku melakukannya dengan orang sepertinya. Golongan manusia menjijikkan." batin Alena.
Keesokan paginya...
Saat Alen membuka mata, ia melihat Ahen sedang menelpon seseorang.
"Kemasi barang-barang, kita pulang."
"Kenapa nggak nanti malem aja sepulang kerja?" tanya Alena.
"Aku sudah izin dan ke kantor jam 2 siang nanti."
"Lah, kok bisa enak gitu ngatur-ngatur jam kerja?"
"Pemimpin perusahaan tempatku kerja itu temanku."
"Wah penyalahgunaan hubungan ini mah."
Ahen tidak menggubris, ia keluar dari kamar meninggalkan Alena yang masih ada di atas kasur.
Saat Alena turun dan pergi ke dapur, ia melihat Ibunya dan Ahen sudah duduk dan bersiap makan. Alen tampak sedih karena harus pulang. Ia duduk si samping Ahen.
"Kenapa mendung mukanya?" tanya Ibu Alena.
Alena menggeleng.
"Ayo makan, walaupun bukan masakan Mama." ucap Ibu Alena.
"Loh, terus? Beli?" tanya Alena.
"Mantu Mama yang masak." jawab Ibu Alena sambil tersenyum ceria.
Ahen disampingnya juga tersenyum.
"Ayo makan, enak loh masakannya. Tadi Mama udah nyicipin."
Alena mengangguk, ia pun mengambil nasi dan Ayam kecap. Saat makanan itu masuk ke dalam mulutnya, Alena mengangguk pelan beberapa kali tanda makanan itu enak
"Enak kan?" tanya Ibu Alena.
Alena mengangguk sambil tersenyum.
"Lebih enak dari buatanmu malah."
Seketika senyum Alena berubah, ia mengerucutkan bibirnya, sedangkan Ahen malah terkekeh.
Setelah makan, mereka bertiga kini berdiri di teras rumah, Ahen baru menutup bagasi mobil. Alena tampak sedih dan terus menggenggam tangan ibunya.
"Ma, Alena pulang ya. Huhu sedih banget." air mata Alena mengalir secara tiba-tiba.
"Ngapain nangis?" tanya Ibu Alena sambil mengusap air mata Alena.
"Aku sedih pisah sama Mama. Hikss.." Alena memeluk erat Ibunya.
Saat di mobil, Alena memasang wajah datar dan menatap kesal pada Ahen.
"Kenapa?" tanya Ahen.
"Kenapa nggak bilang kalau Mama ikut? Kan aku tadi udah nangis-nangis." jawab Alena dengan kesal.
Ibu Alena yang ada di sampingnya pun tertawa.
"Mama juga kenapa nggak bilang,"
"Itu idenya mantu Mama. Ngerjain kamu."
Alena menghela napas.
Walaupun saat ini hatinya gembira karena tidak jadi jauh dari Ibunya, tetap saja ia merasa kesal pada suaminya itu. Sudahlah semalam di dibuat jantungan, paginya pun masih di prank.
Sesampainya di rumah Ahen.
Satpam yang menjaga rumah Ahen pun ikut membantu membawa barang bawaan Ahen dan Ibu Alena.
"Selamat datang, Nyonya." sambut Bi Mia.
"Makasih, Bi." Alena tersenyum menerima sambutan Bi Mia.
"Ma, ini Bi Mia. Orangnya baik." Alena memperkenalkan Bi Mia pada Ibunya.
"Saya Ibunya Alena." ucap Ibu Alena.
"Iya, Nyonya. Saya Mia. Kalau ada perlu apapun kasih tau saya."
Ibu Alena mengangguk.
"Mari saya antar ke kamar." ucap BI mia.
Alena pun masih mengekor mengikuti Ibunya dan bi Mia. Alena terkejut saat Bi Mia mengantar Ibunya ke kamarnya.
"Duh, kok dianter ke kamarku? Nanti kalau Mama curiga gimana?" batin Alena.
Alena merasakan jantungnya berdegup kencang saat pintu itu di buka.
"Bagus kamarnya, makasih ya Mia." ucap Ibu Alena.
"Sama-sama Nyonya."
Alena kembali di kejutkan dengan kondisi kamarnya yang sudah bersih tidak ada barangnya satupun.
"Di pindah kemana barang-barangku?" batinnya.
"Nanti biar saya yang nyiapin barang-barang nyonya. Nyonya istirahat saja." ucap Bi Mia.
Setelah itu Alena dan Bi Mia keluar kamar.
"Bi, barangku pada kemana?" tanya Alena.
"Sudah di pindah ke kamar Tuan, Nyonya."
"HAH?!" Alena terperanjat.
"Siapa yang mindahin?!" tanya Alena.
"Tadi pagi-pagi sekali Tuan menelpon dan meminta saya dan pak Andre satpam disini untuk memindahkan semua barang Nyonya ke kamar Tuan."
Alena menghela napas. Ia pun menemui Ahen yang sedang ada di taman belakang rumah.
"Ahen." panggilnya.
Ahen hanya menoleh.
"Kok barangku dipindahin ke kamarmu? Aku tidur dimana terus?" tanya Alena.
"Biar Ibumu nggak curiga, jadi ku pindah barangmu. Masalah tidur, kita tetap pisah kamar. Kamu tidur sama Ibumu, untuk pakaian dan lainnya bisa kamu ambil ke kamar tiap mau ganti."
Alena menghela napas.
"Sampek kapan?" tanya Alena.
"Ya seterusnya."
****
Hari sudah siang, pukul 1 siang Bi Mia memanggil Alena dan Ibunya untuk makan bersama dengan Ahen.
"Mama nanti tidur di temenin Alena ya, Ma." ucap Ahen.
"Loh, kenapa?" tanya Ibu Alena.
"Mama kan baru disini. Biar Alena yang nemenin, Mama kalau butuh apa-apa kan enak ada yang nemenin."
Alena mengangguk setuju.
"Aku juga kangen pengen tidur sama Mama." ucap Alena.
"Mama nggak enak kalau gara-gara Mama, kalian jadi nggak tidur bareng." ucap Ibu Alena.
"Ma, nggak apa-apa. Alena mohon."
Ibu Alena pun pasrah.
"Iya deh, tapi untuk malam ini aja ya."
Ahen pun mengiyakan.
Malam harinya saat akan istirahat.
"Len, kamu belum ganti baju?" tanya Ibu Alena yang baru keluar dari kamar mandi.
"Males, Ma. Lagian nggak bau kok."
"Iya sih, tapi jangan kebiasaan gitu. Inget pesen Mama, mata suamimu perlu di manja dengan penampilanmu."
"Tapi kan malam ini mau tidur sama Mama, bukan sama Ahen. Masa mata Ahen ada disini sekarang?"
Ibu Alena menghela napas, kemudian ia membaringkan tubuhnya di tempat tidur.
"Dasar keras kepala. Jangan di ulangi lagi, setiap suami pulang, kamu udah harus bersih. Kecuali kamu emang nggak punya waktu buat ngelakuin itu, masalahnya kan kamu udah nggak ngerjakan kerjaan rumah kan?"
"Iya-iya." Alena ikut merebahkan diri dan memeluk Ibunya.
"Ma, besok aku tidu sama Mama lagi ya?" pinta Alena.
"Kamu itu udah bersuami, bukan masih lajang. Kasihan suamimu ditinggal terus."
"Hmmm, dia sibuk mulu sama kerjaannya, mana punya rasa kesepian."
"Itu kan nampak diluarnya aja sibuk, di dalam hatinya juga pasti sebenernya pengen di manja, diperhatikan, dan lainnya. Kamu sebagai istri harus bisa memenuhi itu, supaya suamimu nggak mudah kecantol pelakor dengan alasan kesepian." ucap Ibu Alena sambil mengelus kepala anaknya itu.
"Kalau masalah pelakor itu sih laki-lakinya aja, Ma."
"Kamu boleh bilang gitu kalau kamu udah melakukan yang terbaik buat suami kamu, tapi kamu nggak bisa bilang gitu kalau kamu nggak ngelakuin yang terbaik buat suamimu. Bagaimanapun, dia manusia biasa. Setua apapun laki-laki, pasti ada sisi dimana dia pengen di manja."
Alena hanya diam mendengarkan.
"Inget, besok mandi, yang wangi yang rapi pas menyambut suamimu pulang."
Alena menghela napas pelan lalu mengangguk.
Tapi kadang yang di pikirin malah cuek aja karena merasa dah mapan jadi bisa hidup sendiri,bisa mandiri tanpa harus punya pendamping hidup.