Nalea, putri bungsu keluarga Hersa, ternyata tertukar. Ia dibesarkan di lingkungan yang keras dan kelam. Setelah 20 tahun, Nalea bersumpah untuk meninggalkan kehidupan lamanya dan berniat menjadi putri keluarga yang baik.
Namun, kepulangan Nalea nyatanya disambut dingin. Di bawah pengaruh sang putri palsu. Keluarga Hersa terus memandang Nalea sebagai anak liar yang tidak berpendidikan. Hingga akhirnya, ia tewas di tangan keluarganya sendiri.
Namun, Tuhan berbelas kasih. Nalea terlahir kembali tepat di hari saat dia menginjakkan kakinya di keluarga Hersa.Suara hatinya mengubah takdir dan membantunya merebut satu persatu yang seharusnya menjadi miliknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss_Dew, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Azlan dan Zavian saling pandang. Mereka tahu suara yang dimaksud adalah suara hati Nalea.
“Mendengar apa, Pa?” Azlan bertanya, berusaha terlihat bodoh.
“Jangan pura-pura bodoh, Azlan!” bentak Ivander. “Suara hati Nalea! Saat dia bilang kau bodoh karena membiayai Sisil, dan saat dia bilang aturan jam malam itu munafik karena Sisilia sering pulang subuh!”
Zavian mengangguk pelan. “Ya, Pa. Saya juga mendengarnya. Saya kira saya hanya berhalusinasi.”
“Ini bukan halusinasi! Kita semua mendengarnya!” Ivander memukul meja. “Kita harus menyelidiki kebenaran dari setiap kata yang dia ucapkan di dalam hatinya!”
“Mengapa dia bisa tahu jika kita memiliki anggapan bahwa Nalea merupakan anak liar yang tidak pantas menikmati kekayaan keluarga Hersa !” Mutiara, yang ternyata sudah kembali dan berdiri di ambang pintu, berbisik histeris. “Mengapa Nalea hampir tahu semua hal-hal yang terjadi di keluarga ini? Apa jangan-jangan ada mata-mata gangster di rumah ini!”
Ivander mengerutkan dahinya, memang benar apa yang dikatakan istrinya. Semua kenyataan yang dikatakan oleh Nalea nyaris benar.
"Kita jangan gegabah, jangan ada yang bersikap berlebihan. Apapun yang dikatakan Nalea jangan langsung dipercaya sebelum kita mendapatkan kebenaranya. Apalagi ini menyangkut Sisilia yang sudah lama tinggal di keluarga ini," jawab Ivander dengan raut wajah yang sulit ditebak. Ada sedikit rasa kecewa, setelah mengetahui jika Sisilia terlalu berfoya-foya.
"Mamah pikir, kita juga harus mencurigai Sisilia. Jujur, sangat berat menaruh rasa curiga terhadap Sisil yang selama ini mamah sayangi. Tapi keluarga kita juga tidak boleh bodoh, isi hati dan pikiran orang lain tidak mudah ditebak," ungkap Mutiara sedih
Zavian, yang memang mencurigai Sisilia, langsung setuju. “Saya akan memasang beberapa kamera tersembunyi. Selain itu juga, Sisilia memang harus diawasi.”
Ivander mengangguk. “Baik. Azlan, kau segera selesaikan masalah tagihanmu. Dan perhatikan Sisilia. Apa benar dia sering menguras kantongmu?”
“Dan yang paling penting,” lanjut Ivander, menatap ketiga anaknya dengan tatapan serius. “Kita harus berpura-pura tidak mengetahui apa pun. Berpura-pura semua berjalan normal. Jangan sampai Nalea tahu kita bisa mendengar suara hatinya. Kita harus mencari tahu apa dia ini… anugerah, atau bencana!”
Mutiara memeluk suaminya. “Ya Tuhan, Ivander. Jika semua yang dikatakan Nalea benar tentang Sisilia… kita telah menyayangi manusia iblis selama ini.”
Kak Azlan, kak Zavian, Papah, Mamah, aku tahu kalian tidak mudah menerima kehadiranku saat ini karena didikan gangster yang sudah mendarah daging. Tapi aku bukan orang yang tidak tahu balas budi, anggap saja kedatanganku kali ini sebagai peringatan. Setidaknya nyawa keluarga kandungku tidak berakhir di tangan Sisilia dan Lidya.
Semua anggota keluarga Hersa yang ada di ruangan itu serentak menoleh ke pintu. Mereka tahu Nalea sudah berada di lantai atas, tetapi suara hatinya terdengar jelas, memenuhi ruangan. Mereka kini tahu, hidup mereka tidak akan pernah sama lagi.
...******...
Sore hari menjelang malam, udara di kediaman Hersa terasa damai. Mutiara, yang masih terguncang oleh suara hati Nalea, sibuk berkutat di dapur, dibantu Mbak Maya. Ia mencoba mengalihkan pikiran dengan membuat hidangan makan malam.
Di lantai atas, Nalea berbaring di kamarnya yang nyaman. Kasur yang empuk dan bantal yang lembut memeluknya, jauh dari dingin dan kerasnya tidur di gudang pada kehidupan sebelumnya.
Ah, sungguh ironis. Di sini, aku bisa tidur nyenyak, sementara di luar sana, musuhku sedang merencanakan kehancuran. Setidaknya, kasur ini layak dihargai.
Nalea baru saja terlelap, tetapi tiba-tiba ia tersentak, matanya terbuka lebar. Sesuatu yang penting, yang fatal, baru saja terlintas di ingatannya.
Wedang Jahe!
Nalea langsung melompat turun dari kasur. Ia harus cepat. Buru-buru, ia membuka pintu dan mengendap-endap menuruni tangga, bergerak dengan kecepatan dan keheningan khas seorang Ratu Gangster.
Ia berjalan menuju dapur. Dan benar saja, di sana ia menemukan Mutiara sedang mengobrol santai dengan Sisilia, sementara Sisilia terlihat sibuk mengaduk sesuatu dalam cangkir keramik.
“Mamah, ini wedang jahe buatan Sisil. Diminum ya, biar badan Mamah hangat,” kata Sisilia dengan suara manis, menyerahkan cangkir itu kepada Mutiara. “Sisil buatkan khusus. Jangan sampai dingin, nanti khasiatnya hilang.”
Sial! Dia sudah membuatnya! Tepat waktu seperti di kehidupan sebelumnya!
Nalea segera bersembunyi di balik pilar dekat pintu masuk dapur. Ia fokus mendengarkan.
Sisilia! Kau benar-benar iblis! Wedang jahe itu sudah kau tambahkan logam berat merkuri. Kau melakukannya perlahan, terakumulasi setiap hari. Dalam kurun waktu kurang dari dua tahun, ginjal Mamah akan rusak dan Mamah akan membutuhkan donor ginjal. Dan tentu saja, aku yang akan kau paksa untuk mendonorkan ginjalku, menguras habis tubuhku lagi!
Deg! Deg! Deg!
Mutiara, yang baru saja menerima cangkir itu dan mendekatkannya ke hidung, terkejut mendengar suara hati Nalea. Tangannya yang memegang cangkir mendadak kaku, nyaris menjatuhkannya. Wajah Mutiara seketika pucat pasi.
Logam berat? Merkuri? Ginjal rusak? Donor ginjal?
Mutiara menatap Sisilia dengan ngeri. Gadis yang selama ini ia sayangi, yang ia lindungi, tega merencanakan pembunuhan terselubung terhadapnya?
“Mamah, kenapa melamun? Cepat diminum. Lihat, uapnya sudah hilang sedikit,” Sisilia mendesak dengan senyum polos yang kini terlihat seperti topeng di mata Mutiara.
Mutiara ingin menolak, berteriak, membuang minuman itu. Tetapi ia terlalu terkejut, terlalu lumpuh oleh kengerian pengkhianatan. Tubuhnya kaku, tak berdaya untuk menolak permintaan ‘putrinya’.
Sisilia tersenyum tipis. Bagus, Mamah selalu penurut. Sebentar lagi, Grup Hersa akan menjadi milikku sepenuhnya.
Tepat ketika Mutiara mengangkat cangkir itu ke bibirnya, sebuah tangan bergerak cepat dan menyambar cangkir dari tangannya.
Srek!
Nalea menyerobot wedang jahe itu. Tanpa berkata-kata, Nalea meneguknya habis dalam satu tarikan napas, dengan ekspresi yang sangat cuek.
Sisilia terkejut, wajahnya berubah masam. “Kak Nalea! Apa-apaan sih! Itu kan untuk Mamah! Mamah, lihat Nalea! Dia sengaja menggangguku!” Sisilia merengek, berusaha kembali menjadi anak baik.
Nalea meletakkan cangkir kosong itu di meja dengan bunyi keras. Ia menyeka sisa wedang jahe di bibirnya.
“Haus,” jawab Nalea singkat, tanpa menatap Sisilia.
Biarkan saja. Merkuri itu masuk ke tubuhku. Minum satu cangkir masih aman untuk ginjalku. Tapi setidaknya, ginjal Mamah selamat. Sisilia, kau pasti kesal setengah mati. Lets we start the game!.
mana ada darah manusia lebih rendah derajatnya daripada seekor anjingg🥹🥹🤬🤬🤬