NovelToon NovelToon
Istri Rahasia Sang CEO

Istri Rahasia Sang CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Cinta Seiring Waktu / Romansa / CEO
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Rienss

“Sah!”
Di hadapan pemuka agama dan sekumpulan warga desa, Alan dan Tara terdiam kaku. Tak ada sedikitpun senyum di wajah meraka, hanya kesunyian yang terasa menyesakkan di antara bisik-bisik warga.
Tara menunduk dalam, jemarinya menggenggam ujung selendang putih yang menjuntai panjang dari kepalanya erat-erat. Ia bahkan belum benar-benar memahami apa yang barusaja terjadi, bahwa dalam hitungan menit hidupnya berubah. Dari Tara yang tak sampai satu jam lalu masih berstatus single, kini telah berubah menjadi istri seseorang yang bahkan baru ia ketahui namanya kemarin hari.
Sementara di sampingnya, Alan yang barusaja mengucapkan kalimat penerimaan atas pernikahan itu tampak memejamkan mata. Baginya ini terlalu cepat, terlalu mendadak. Ia tak pernah membayangkan akan terikat dalam pernikahan seperti ini, apalagi dengan gadis yang bahkan belum genap ia kenal dalam sehari.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rienss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pamit

Siang itu, Tara yang barusaja pulang dari ladang dikejutkan oleh kedatangan seorang pria muda berpakaian rapi di depan rumahnya. Pria berkaca mata hitam itu berdiri di samping sebuah mobil sedan warna hitam dengan tatapan fokus ke arah ponsel di tangan.

Tara mengerutkan kening, langkahnya pun melambat sejenak. Gadis itu menatap curiga, dari pakaian dan kendaraannya, pria itu jelas bukan dari warga desa.

Seolah menyadari tengah diperhatikan, pria  menurunkan ponselnya. Namun ia tak mengatakan apapun, hanya menatap gadis yang membawa bakul berisi sayur mayur itu.

“Anda ini siapa?” tanya Tara hati-hati begitu mereka berhadapan. “Anda sedang mencari rumah siapa? Apa Anda sedang tersesat?”

Pria itu menggaruk tengkuk. “Mmm... sebenarnya saya sedang mencari seseorang,” jawabnya kemudian. Ia lalu menyalakan kembali layar ponselnya dan menunjukkan peta lokasi digital dengan titik koordinat yang bergetar pelan. “Menurut sistem pelacakan, lokasi orang yang saya cari ada di sekitar sini.”

Tara menaikkan sebelah alisnya. “Memangnya siapa yang Anda cari, Pak?” tanyanya tampak waspada.

Pria itu lalu membuka galeri di ponselnya dan menunjukkan foto seorang pria pada Tara. “Orang ini. Apa kau pernah melihatnya.”

Seketika Tara membeku dengan matanya yang membola begitu melihat wajah di layar itu. Tentu saja dia mengenali pria itu. Pria yang beberapa hari lalu ia temukan pingsan di tepi dengan banyak luka di tubuhnya. Sialnya pria itu kini justru telah menjadi suaminya karena kesalahpahaman warga desa.

Pria muda di hadapan Tara menatapnya penuh harap. “Bagaimana, Mbak. Apa kau  pernah melihatnya?”

Tara tak langsung menjawab, matanya melirik ke arah rumahnya yang tampak sepi.

“K_kau... siapanya orang ini memangnya?” tanya Tara curiga bercampur cemas. Ia khawatir pria asing itu akan berniat tidak baik pada Alan. Suami dadakannya itu belum benar-benar pulih dari luka-lukanya.

Semenyebal-nyebalkannya Alan selama beberapa hari tinggal di rumahnya, Tara juga tidak tega melihat pria itu terluka lagi.

Pria muda  itu menatap Tara. “Saya ini...”

“Rico!” suara itu memotong percakapan. Pria muda itu refleks menoleh ke arah sumber suara, begitu juga dengan Tara.

Mata pria itu membelalak begitu melihat Alan. “T_Tuan...” ucapnya tergagap, merasa lega sekaligus terkejut melihat kondisi bosnya yang mengenakan pakaian sederhana dan lusuh, serta terdapat luka-luka di beberapa bagian wajahnya yang biasanya bersih dan tampan.

Alan melangkah mendekat. Ia menatap tajam ke arah Rico, membuat pria muda itu menelan kembali kalimat yang hendak ia ucapkan, seolah tahu apa yang diinginkan oleh bosnya itu.

“Lama sekali kau sampai,” ujar Alan datar seraya merangkul pundak Rico, seolah mereka adalah teman dekat, bukan seorang atasan dan bawahan.

“I_iya, Tu...eh... maksud saya Mas,” ujar Rico kikuk seraya menggaruk kepala.

Tara yang sejak tadi memperhatikan, menatap kedua pria itu bergantian dengan dahi berkerut. “Kalian saling kenal?” tanyanya penasaran.

Alan tersenyum kecil yang entah kenapa justru membuat Rico semakin tegang. “Y_ya... dia ini... temanku.”

Rico segera mengangguk, membenarkan saja kebohongan Alan. “B_benar, Mbak. Saya ini adik temannya Mas Alan.”

“Oh, begitu” Tara mengangguk paham. Setelah itu ia memilih untuk tidak bertanya lebih jauh. “Kalau begitu silahkan masuk, Mas. Saya buatkan minuman dulu.”

“Tara tidak usah repot,” potong Alan cepat. “Rico..., dia... akan segera pergi.”

Tara menaikkan sebelah alisnya. Ia pikir kedatangan pria bernama Rico itu untuk membawa Alan pergi setelah mereka bertemu. Pasalnya setiap hari pria yang masih berstatus suaminya itu selalu bilang akan segera pergi.

“Kalau begitu saya masuk dulu,” ujarnya kemudian, dan langsung diangguki oleh Alan.

Seperginya Tara, Alan dan Rico masuk ke dalam mobil dan mereka berbincang ukup lama di sana.

Beberapa menit kemudian, pintu mobil kembali terbuka. Alan keluar dengan wajah tenangnya. Ia menatap sekitar sejenak sebelum menunduk ke arah jendela mobil yang sedikit terbuka.

“Kau tunggu di sini. Aku akan segera kembali,” ucapnya tegas.

Dari balik kemudi, Rico mengangguk. “Baik, Tuan.”

“Itu siapa, Nak Alan?”

Alan sempat terhenyak mendengar suara itu. Ia refleks menoleh ke belakang, mendapati Arif yang berdiri tak jauh darinya sambil memegangi cangkul di pundak.

Alan sempat terdiam sebelum menjawab. “Itu teman saya, Yah. Semalam saya menghubunginya dan memintanya datang."

Arif mengangguk pelan, tak menanggapi lebih jauh. Selama beberapa hari tinggal di rumahnya, pria itu tidak pernah benar-benar tahu siapa Alan sebenarnya, dan kenapa ia sampai terluka parah bahkan sempat tak sadarkan diri saat Tara menemukannya tergeletak di tepi hutan di dekat ladang miliknya.

Hanya nama lengkap sang menantu yang sempat ia dengar saat prosesi ijab qobul di balai desa waktu itu, Alandra Hardinata.

Sempat di awal pertemuan ia berfikir untuk bertanya, namun melihat luka-luka di tubuh Alan waktu itu, ia memilih menahan diri. Mungkin nanti, saat kondisi setelah kondisi Alan sedikit membaik. Tapi sampai detik ini, bahkan pertanyaan itu tak juga kunjung keluar dari mulutnya.

“Kalau begitu ajak dia masuk, cuaca hari ini sangat panas,” ucap Arif sebelum ia berbalik dan melangkah lebih dulu menuju ke teras rumahnya.

Alan menatap punggung mertuanya itu sejenak, lalu mengikuti langkahnya dari belakang.

Dan begitu keduanya tiba di teras, Alan memanggil Arif pelan. “Yah..., saya ingin bicara sebentar.”

Arif menoleh dan menatap wajah menantunya yang terlihat tegang. “Ada apa, Nak?”

Alan terdiam sejenak, memilih kata-kata yang tepat. lalu ia berdehem pelan. “Begini, Yah. Rencananya saya akan ke kota hari ini. Ada tawaran pekerjaan dari teman lama saya di sana.”

Arif menatapnya lekat. “Sekarang? Tapi bagaimana dengan kondisimu?”

“Saya sudah merasa jauh lebih baik, Yah,” potong Alan cepat, berusaha meyakinkan Arif. Ia tak ingin menunda kepulangannya lagi, terlebih setelah mendengar kabar dari Rico bahwa Lira, istrinya jatuh sakit dan sempat dirawat di rumah sakit setelah tahu ia menghilang tanpa kabar.

Arif tak langsung menanggapi, ia sempat mengalihkan tatapannya ke halaman sebelum kembali menatap menantunya.

“Kalau begitu bicaralah dengan Tara, biar dia bersiap,” ujar pria itu kemudian.

Alan terdiam sejenak. “Tapi saya tidak bisa membawa Tara sekarang, Yah.”

Alis Arif berkerut. “Maksudmu?”

Alan menghela napas dalam-dalam. “Begini, Yah. Kehidupan di kota... tidak mudah. Saya bahkan belum tahu akan tinggal dimana nantinya. Jadi lebih baik jika Tara tetap tinggal di sini dulu bersama Ayah.”

Alan menjeda ucapannya sejenak. Ia menatap Arif, mencari tanda-tanda pria itu percaya ucapannya. “Saya janji, setelah nanti menemukan tempat tinggal yang tepat, saya akan kembali menjemput Tara. Saya hanya tidak ingin membuatnya tidak nyaman, Yah,” imbuhnya  meyakinkan.

Arif tak langsung menjawab. Ia hanya menatap menantunya itu cukup lama. Lalu, dengan berat hati akhirnya pria itu mengangguk. “Kalau begitu baiklah,” ujarnya pelan berusaha menahan kekecewaan. ”berhati-hatilah di sana, jaga diri dan kesehatanmu juga.”

Alan memejamkan mata sejenak, kemudian mengangguk. “Terima kasih, Yah. Kalau begitu saya akan segera bersiap.”

Dalam hati Alan merasa lega. Meskipun ada sedikit rasa bersalah karena ia mengarang kebohongan, tapi setidaknya ia telah memenuhi permintaan Tara untuk mencari alasan yang tepat untuk ayah mertuanya sebelum ia pergi dari desa itu. Anggap saja itu sebagai balas budi karena gadis itu telah menolongnya.

Tanpa keduanya sadari, di balik pintu yang sedikit terbuka, Tara berdiri diam dan mendengarkan semua. Gadis itu memejamkan mata. Ia tahu Alan akan pergi dan tak akan kembali. Tapi setidaknya, untuk saat ini ayahnya tidak perlu merasa curiga atau terluka oleh kepergian pria itu.

1
Rahmat
Dirga rebut tara dr pria pengecut seperti alan klau perlu bongkar dirga biar abang mu dlm masalah
Rahmat
Duh penasaran gimana y klau mrk bertemu dgn tdk sengaja apa yg terjadi
ida purwa
nice
tae Yeon
Kurang greget.
Rienss: makasih review nya kak. semoga kedepan bisa lebih greget ya
total 1 replies
minsook123
Ngakak terus!
Rienss: terima kasih dah mampir kak. Salam kenal dan semoga betah baca bukuku ya🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!