bagaimana jika seorang CEO menikah kontrak dengan agen pembunuh bayaran
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
diserang
Setelah keluar dari salon Exclusive Hair & Beauty Lounge, Amira berjalan anggun, sesekali mengangkat rok pastel barunya dengan sebelah tangan. Gayanya, persis seperti putri kerajaan.
"Sombong amat, Mir, jalannya," ujar Renata geli melihat tingkah menantu kontraknya itu.
"Ini luar biasa banget, Bu. Mungkin cuma aku, calon ratu kecantikan dengan latar belakang tukang ojek," sahut Amira dengan bangga.
Renata tertawa kecil. "Tapi kenapa, Mir?"
"Aku baru ganti foto profil WhatsApp, Bu. Banyak yang tanya, pakai aplikasi edit apa. Mereka nggak percaya itu aku."
Mobil Renata sudah menunggu di depan. Baru saja sopir membukakan pintu, tiba-tiba tiga pria berbadan kekar keluar dari mobil hitam tak jauh dari situ. Wajah mereka tertutup masker.
Tanpa banyak basa-basi, mereka langsung menyerang.
Sopir Renata refleks mau melindungi, tapi satu pukulan dari salah satu pria bertopeng membuatnya jatuh pingsan.
"Amira!" pekik Renata panik.
Amira, yang sempat kaget, langsung berubah. Mata lembutnya mengeras, gerakannya menjadi sangat sigap.
"Bu, minggir," katanya dingin.
Satu pria menerjang. Amira menunduk cepat, meraih lengan pria itu, dan dalam sekali gerakan membantingnya ke kap mobil dengan dentuman keras.
Pria kedua menyerang dari belakang. Amira berputar, tendangannya tepat menghantam perut pria itu hingga jatuh berguling di trotoar.
Pria ketiga lebih waspada. Ia mengeluarkan pisau kecil.
Amira tersenyum tipis. "Serius, bawa pisau?"
Dengan langkah ringan, Amira menghindar, menangkap pergelangan tangan pria itu, memelintirnya, hingga pisaunya jatuh. Dengan cepat, ia mencekik leher pria itu dari belakang sampai si penyerang megap-megap lalu jatuh lemas.
"Ya ampun, menantuku bad-ass gila!" ucap Renata, shock sekaligus kagum melihat ketangkasan Amira.
Amira, tanpa sedikit pun berkeringat, mengambil karet gelang besar dari tas salon dan memborgol tangan pria ketiga itu seadanya.
"Bu, satu buat oleh-oleh," katanya santai, mendorong pria itu ke kaki Renata.
"A... aku lapor dulu ke Andika, ya," ujar Renata masih syok.
Andika baru selesai rapat saat ponselnya bergetar. Melihat nama ibunya, ia langsung mengangkat.
"Ada apa, Bu?"
"Andika, ini diserang orang! Untung ada Amira, dia melumpuhkan mereka semua. Sopir masih pingsan," ujar Renata panik.
"Di mana kalian sekarang?" suara Andika langsung tegang, matanya berkilat marah.
"Sudah di rumah. Satu dari mereka ketangkap. Aku suruh jaga di gudang belakang," jelas Renata.
Tanpa pikir panjang, Andika meninggalkan ruang rapat. Wajahnya mengeras. Ada sesuatu yang salah. Dan dia benci kejadian yang tidak bisa dikendalikan.
Gudang belakang rumah.
Penyerang bertopeng itu diikat di kursi. Bajunya berantakan, wajahnya babak belur. Amira duduk santai di atas kotak kayu, sambil ngemil keripik.
"Jangan buang tenaga, Bro. Ikatan gue ikatan mati, cuma gue yang bisa buka," kata Amira malas menatap si penyerang.
Saat Andika masuk, Amira loncat kegirangan
"Suamiku kamu kemana saja aku diserang sedangkan kamu sibuk meating, lihat tuh kecantikanku turun 20%” ucap amira
Andika geleng-geleng kepala bisa-bisa amira bercanda dalam kondisi genting seperti ini tapi dalam hati dia merasa takjub dengan perubahan amira, amira tidak dan-dan saja sudah cantik apalagi sekarang, tapi andika malas mengakuinya.
Andika mendekat, menatap si penyerang dengan tajam.
"Siapa yang mengirimmu?"
Penyerang itu diam. Bibirnya mengatup rapat.
Andika menghela napas, lalu tanpa basa-basi, menarik kerah pria itu dan meninju perutnya keras-keras. Penyerang itu mengerang, tubuhnya terhuyung di kursi.
"Jawab! Atau aku cari keluargamu. Aku punya cukup kekuasaan untuk menemukan mereka dalam hitungan jam!" ancam Andika dingin.
"Ja... jangan! Jangan apa-apain keluarga saya! Bunuh saya saja, jangan sentuh mereka," erang si penyerang.
"Siapa yang menyuruhmu?" tanya Andika, matanya menyala penuh amarah.
"Bos... Bos Alessandro..." jawab penyerang itu gemetar.
Andika mengernyit. "Alessandro?"
Renata yang baru masuk langsung pucat. "Alessandro? Dia menyerang lagi?"
"Siapa Alessandro, Bu?" tanya Andika, penasaran.
"Alessandro... musuh besar Oma Viona. Dia diduga dalang di balik kecelakaan yang menewaskan ayahmu. Aku tidak menyangka dia masih mengincarku juga. Mungkin setelah aku, kamu sasarannya," jelas Renata, suara bergetar.
Andika mengepalkan tangan. Ia hendak mengarahkan senjatanya ke si penyerang.
"Tunggu!" seru Amira.
"Ada apa, Mir?" tanya Renata.
"Aku nggak percaya sama dia," jawab Amira. "Dari raut mukanya, aku yakin dia nggak punya keluarga. Dia terlalu gampang mengaku. Kalau Alessandro sekuat itu, keluarganya pasti sudah dilindungi."
Seketika, terlihat kepanikan di wajah sang penyerang.
"Alessandro pasti punya alasan kuat menyerang kita," gumam Renata.
"Membunuh dia nggak ada gunanya," tambah Amira. "Lebih baik lumpuhkan saja. Suatu saat pasti ada yang mencari keberadaannya."
Andika menatap Amira, menimbang. Lalu ia mengangguk pendek. Amira memang benar. Mereka butuh strategi, bukan emosi.
"Alesandro itu siapa, Bu?" tanya Amira.
"Ibu tidak tahu persis siapa dia. Yang jelas, Nyonya Viona yang lebih paham. Dulu, aku sering melihat mereka—trio pebisnis itu. Alesandro orang Italia, Viona orang Indonesia, ibu mertuaku, dan Felix dari Inggris. Mereka bertiga menguasai bisnis di Asia Tenggara. Tapi ada satu kejadian yang menyebabkan mereka pecah. Katanya, Alesandro menuduh Nyonya Viona menyerang istrinya sampai lumpuh, dan satu anaknya meninggal karena serangan itu. Tapi aku tidak yakin Nyonya Viona melakukan hal seperti itu. Yang jelas, sejak peristiwa itu, hubungan mereka memburuk," jelas Renata.
"Sudahlah, yang penting sekarang kita harus secepatnya menghubungi Oma dan memperketat keamanan. Heran, ya, kalau orang tua musuhan lama banget akurnya," ujar Andika.
"Andika, kamu harus membalaskan dendam ayahmu," ucap Renata penuh emosi.
"Aku akan menyelidikinya dulu, Bu. Ibu bilang tadi baru dugaan. Aku sudah menyelidiki, tapi belum ada satu bukti pun yang mengarah pada Alesandro," kata Andika.
"Kalau begitu, Ibu harus ikut ke Singapura. Ibu tidak aman kalau tidak bersama kamu dan Amira. Sekarang, hanya kalian yang Ibu percaya," ucap Renata.
Setelah mengintrogasi penyerang andika menyuruh anak buahnya membawa penyerang itu ke tempat penahan khusus orang-orang yang menyerang keluarga andika, dan sesuai saran amira, si penyerang di suntuk lumpu dulu, Andika mulai curiga dengan amira kenapa amira seperti mempunyai pengalaman dengan dunia gelap. “sepertinya dia bukan ojek biasa” gumam andika dalam hati
...
"Mas Bagus, apakah kita akan diam saja melihat si Andika itu jadi pemilik perusahaan Viona?" ucap Serena dengan nada kesal.
"Tenang saja, aku sudah siapkan rencana," jawab Bagus santai.
"Apa kamu tidak bisa membujuk Nyonya Viona agar memberikan warisannya ke kamu?"
"Aku dipercaya sebagai pengelola. Tapi, dia mewanti-wanti aku untuk menjaga Andika sebagai pewaris utamanya," kata Bagus, wajahnya tampak geram.
"Ini tidak adil, Mas. Selama ini kamu yang berjuang. Harusnya kamu yang mewarisi semua kekayaan Viona!" desak Serena dengan emosi.
"Aku juga paham. Tapi tenang saja, aku sudah merencanakan semuanya," Bagus mendekat, berbisik penuh dendam.
"Aku pastikan, sepulang dari Singapura, mereka bertiga tidak akan pernah kembali hidup-hidup."
Yang baca please kasih ulasan
Like dan coment
Terima kasih
tapi kenapa yah oma viona selalu menuduh allesandro setiap ada masalah perusahaan? dan bagaimana nasib andika selanjutnya
seru nih amira hajar terus