Karena pertempuran antar saudara untuk memperebutkan hak waris di perusahaan milik Ayahnya. Chairil Rafqi Alfarezel terpaksa harus menikahi anak supirnya sendiri yang telah menyelamatkan Dirinya dari maut. Namun sang supir malah tidak terselamatkan dan ia pun meninggal dunia setelah Chairil mengijab qobul putrinya.
Dan yang paling mengejutkan bagi Chairil adalah ketika ia mengetahui usia istrinya yang ternyata baru berusia 17 tahun dan masih berstatuskan siswa SMA. Sementara umur dirinya sudah hampir melewati kepala tiga. Mampukah Ia membimbing istri kecilnya itu?
Yuk ikuti ceritanya, dan jangan lupa untuk memberikan dukungannya ya. Seperti menberi bintang, Vote, Like dan komentar. Karena itu menjadi modal penyemangat bagi Author. Jadi jangan lupa ya guys....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ramanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DARAH LEBIH KENTAL DARI AIR.
"Mah, Kak Barra berkali-kali ingin membunuh Airil. Apakah Mamah tahu itu?"
Herlina tampak terkejut setelah mendengar perkataan putra keduanya. "Apa?! Kamu bilang apa tadi?" Tanyanya, tampaknya ia masih belum percaya pada pendengarannya.
"Airil bilang, Kak Barra berkali-kali, mencoba membunuh Airil, Mah. Bahkan kemarin Dia, menyuruh orang untuk menculik Istri Airil," jelas Chairil mengulangi perkataannya tadi, dan menambahkannya sedikit..
Mendengar kata istri, Barra dan juga yang lainnya tampak terkejut. "Istri? Sejak kapan kamu punya istri?" Tanya Barra tampak penasaran. Namun tak direspon oleh Chairil. Karena tatapan Chairil, mengarah ke Mamahnya.
"Nggak mungkin! Itu tidak mungkin Airil! Barra, tidak mungkin Setega itu sama kamu. Jadi Mamah tidak percaya, kalau Barra yang melakukan itu. Karna kalian itu bersaudara kandung. Jadi sudah pasti kalian akan saling melindungi." Katanya tampak tidak percaya dengan perkataan Chairil.
"Heh... Sudah Airil duga itu Mah. Mamah pasti tidak percaya," kata Chairil, sambil menyunggingkan senyuman tipisnya, namun menggambarkan kesedihan. "Mah, apa perlu Airil putarkan kembali vidionya?" Tanyanya lagi.
"Tidak perlu! Lebih baik Mamah tanyakan langsung pada Barra." Balas Herlina. Lalu ia pun langsung menghampiri Putra pertamanya. "Barra, jawab pertanyaan Mamah dengan jujur. Apa benar yang dikatakan Adik kamu, bahwa kamu ingin membunuhnya?" Tanyanya pada Barra.
Mendengar pertanyaan sang Mama Barra, langsung memasang wajah palsunya yang terlihat terkejut juga tampang tak bersalahnya. "Eh! Itu fitnah Mah! Barra nggak mungkin melakukan hal seperti itu. Mamah kan tahu sendiri, seperti apa Anak Mamah ini," sangkalnya, membuat wajah sang Mamah tampak lega. Namun berbeda dengan Chairil, ia langsung menyunggingkan senyuman miringnya.
"Cih, mana ada maling mengaku, kalau mengaku pasti penjara penuh!" Ujar Chairil, tampak jijik saat melihat tampang sang Kakak, yang merasa tak bersalahnya.
"Diam Lo Airil!" Bentak Barra tampak geram pada Chairil. "He! Lo pikir selama ini, Gue nggak tahu ya, kalau Lo tuh sering iri sama keberhasilan Guekan? Makanya Lo memfitnah gua, biar gue mundur dari pencalonkan jadi wakil direktur, Iyakan?" Katanya lagi, memutar balikkan fakta.
"Hah! Capek Gua, ngomong sama orang yang kayak gini!" Balas Chairil tampak males melihat wajah kakaknya. " Dan, gua sama Lo aja. Karena Lo yang paling tahu." Katanya lagi pada Danu.
"Oke Ril!" Balas Danu dengan singkat. Lalu Danu pun menghampiri Barra. "Mari Kak Barra, ikut saya ke kantor polisi. Anda bisa menjelaskan semuanya disana," katanya lagi, bermaksud ingin meraih tangan Barra. Namun tubuhnya langsung di dorong oleh Herlina.
"Pergi kamu Danu! Jangan menyentuh Anak saya!" Teriaknya, lalu ia langsung berdiri membelakangi Barra, seakan ingin melindunginya.
"Tante, biarkan kami menjalani tugas kami! Jadi tolong jangan halangi kami. Kalau tidak Tante akan..." Ujar Danu terdengar tegas. Namun perkataannya langsung di patah oleh Herlina.
"Diam Kamu!" Potongnya, setelah itu ia memalingkan wajahnya ke Chairil. "Airil, Mamah tidak akan terima, kalau sampai teman kamu ini membawa Kakak kamu! Kalau Dia nekad juga, maka kamu akan segera melihat Mamah kamu ini menjadi mayat. Kamu dengar itu Airil?!" Ancamnya, pada Chairil.
Hati Chairil terasa begitu sakit setelah mendengar ancaman dari sang Mamah. Hingga tanpa sadar air matanya mengalir begitu saja. Namun dengan cepat ia langsung menepisnya.
"Dan, untuk hari ini saja, Gua minta ELo, menjadi orang yang buta dan tuli. Karena Gua juga akan, menganggap diri Gua, seorang yatim piatu !" Katanya terdengar parau. Sebab ia sedang menahan kesedihannya.
Mendengar perkataan Chairil, Andara maupun Herlina, tampak terkejut. "Eh! Airil, apakah kamu sudah gila, menganggap kami sudah meninggal, hah?!" Tanya Andara tampak marah. Namun tak di hiraukan oleh Chairil. Chairil malah menatap wajah Rendi dengan mata yang terlihat merah.
"Ren, ayo kita pergi dari sini." Katanya lagi pada Rendi. Dan Rendi pun langsung mendorong kursi roda Chairil, tanpa berkata apapun. Dan ketika mereka hendak melewati pintu, Chairil menahan ban kursi rodanya, seraya berkata.
"Saya sudah menganggap diri saya seorang yatim piatu. Jadi saya harap, Anda berdua juga harus menganggap saya sudah tiada! Selamat tinggal!" Katanya tanpa menoleh kebelakang sedikit pun. Lalu setelah itu ia pun kembali mengerak kursi rodanya. Dan langsung dorong kembali oleh Rendi, meninggalkan ruangan rapat tersebut.
Herlina langsung menjerit histeris, setelah mendengar perkataan Chairil. "Tidaak!! Airiiil! Airiiil!!" Teriaknya dan berusaha ingin mengejar Chairil. Namun sepatu hak tingginya seperti menghalanginya. Sebab kakinya malah terpelekok dan akhirnya terjatuh ke lantai.
"Mamah!" Sentak Andara dan juga Barra secara bersamaan. Lalu mereka langsung menghampiri Herlina.
"Mah, kamu tidak apa-apa?" Tanya Andara tampak cemas. Dan ia berusaha ingin membantu istrinya agar bangkit dari lantai, "Ayo Mah, Papah bantu," katanya lagi.
"Hiks... Jangan hiraukan Mamah, Pah. Hiks... Hiks... Sebaiknya Papah kejar Airil, Cepat Pah! Heuhuhu... Mamah nggak rela Airil pergi hiks... hiks. Cepat kejar Airil, Pah!" Pinta Herlina pada Andara, dengan wajah yang sudah dibanjiri Air mata.
"Untuk apa Mamah menghiraukan lagi anak yang kurang ajar begitu sih, Mah. Dia saja sudah menganggap Mamah dan Papah matikan? Jadi kita juga harus menganggap dia sudah mati. mah." Ujar Barra, kembali memasang wajah palsunya yang terlihat sedih. Padahal ia begitu senang, karena pada akhirnya yang tersingkir adalah Chairil.
"Diam kamu Barra! Hiks... Kamu tidak akan pernah paham hati seorang Ibu. Hiks... Ini semua gara-gara kamu! Hiks.. hiks..." Kata Herlina, sambil memukuli dadanya Barra. "Kenapa, hiks... Kenapa kamu begitu tega sih Nak? Hiks... Hiks... Airil Adik kandung kamu, hiks... ingatlah darah lebih kental dari Air. Jadi ikatan keluarga itu lebih kuat dari apapun, Nak. Jadi Mamah mohon sama kamu, pergilah meminta maaf kepada Adik. Dan bawakkan lah Dia kembali ke Mamah, hiks..." Pintanya lagi pada Barra, Seraya ia mengatupkan kedua tangannya.
"Tidak Mah! Aku tidak akan sudi meminta maaf ke Dia! Seharusnya Dialah yang meminta maaf ke Barra, Mah!" Balas Barra, yang terlihat merasa tak bersalah. Membuat Herlina menjadi geram melihatnya, dan tanpa ia sadari tangannya langsung mendarat ke pipi putra pertamanya itu.
Plaak!!
Bersambung...
******
Jangan lupa berikan dukungannya ya guys. Berikan Bintang, Vote, Like serta komentarnya oke. Biar authornya semangat loh.
thor prasaan dkit bngt dah up ny, ga terasa/Grin/
double up kk/Grin/