Seorang mafia yang kejam dan dingin menemukan dua bayi kembar yang cantik di dalam dus yang di letakkan di tempat sampah. Mafia itu merasa iba dan merawat mereka. Kadang dia kesal, lelah dan ingin rasanya melempar mereka ke belahan dunia lain. Itu karena mereka tumbuh menjadi anak yang jail, aktif dan cerewet, selalu menganggu kesenangan dan pekerjaannya. Namun, dia sudah sangat sayang pada mereka. Mereka juga meminta mami sampai nekat kabur karena tidak diberikan mami. Dalam perjalanan kaburnya, ada seorang wanita menolong mereka.
Wanita yang cantik dan cocok untuk menjadi mami mereka. Bagaimana usaha mereka untuk menjadikan wanita itu mami?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dakilerr12, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab.6
"Sayang, kamu sudah menemukan mereka?" tanya Adhisti. Dia sampai menginap di rumah Alkan, karena khawatir pada si kembar. Saat ini dia sedang duduk di ruang keluarga bersama Akana.
"Belum, Mah," jawab Alkan, seraya memijit keningnya. Semua sudah dia kerahkan untuk mencari dua putri kembar kesayangannya. Namun belum juga membuahkan hasil.
"Sekarang sudah malam, mereka tidur di mana? Apakah mereka sudah makan atau belum? Alkan, bagaimana jika mereka tidur di emperan terus ada yang jahat... tidak! Alkan, Mamah tidak bisa membayangkan, jika cucu-cucu Mamah menderita. Pokoknya kamu harus segera menemukan mereka!" Adhisti menjadi histeris saat membayangkan Dhara dan Dhira di jahati oleh sekumpulan preman.
"Alkan juga ingin segera menemukan mereka Mah, Alkan sedang mencari mereka. Mamah tenang saja, Dhara dan Dhira itu anak-anak hebat. Mereka pintar, licik, juga pandai bela diri. Tidak mudah mengalahkan mereka." Alkan mencoba menenangkan Mamahnya.
"Mereka itu anak gadis yang baru berusia delapan tahun Alkan. Sejago-jagonya mereka, tetap saja mereka itu masih anak-anak. Kalau kamu ingin mencari, kenapa masih di sini? Cari sana! susuri jalanan, periksa setiap emperan."
"Mah, aku baru pulang dari mencari mereka. Aku ingin istirahat sebentar dan mandi. Badanku rasanya lengket, habis muter-muter mencari si kembar."
"Ini semua, gara-gara kamu! Tidak mau mengabulkan permintaan mereka, cuma kasih Mami aja nggak bisa!" Adhisti menjadi marah pada Alkan.
"Mamah pikir, gampang! mencari wanita yang sayang pada si kembar? Aku itu selektif untuk kebaikan mereka. Bukan tidak mau tetapi belum ketemu wanita yang tulus. Mamah aja mengenalkan wanita, tipe matre semua, atau yang cerewetnya, mengalahkan panjangnya kereta," sarkas Alkan.
"Masa, sih! Dari sekian banyak wanita yang Mamah kenalkan, tidak ada satu pun yang tulus?" tanya Adhisti.
"Tidak ada! Yang mereka perdulikan cuma tiga 'P' yaitu, penampilan, penghasilan dan pencitraan." Alkan terus berdebat dengan Adhisti.(🤭🙏)
***
"Kalian! Kecil-kecil berani melawan kami!" marah seorang pemuda pada dua gadis cilik yang memiliki paras serupa.
"Kenapa kami harus takut?" tanya salah satu gadis cilik itu.
"Kalian, sama manusia seperti kami. Kecuali kalian setan, baru kami pikirkan untuk takut atau tidak!" ucap gadis kecil lainnya.
"Kalian kurang ajar! Ngatain kami setan!"
Pemuda dengan banyak tato di kedua tangannya, merasa tersinggung dengan perkataan gadis kecil itu
"Wah, kurang pintar Kakak ini! Saya bilang kalian sama manusia seperti kami. Kecuali kalian setan... ke-cu-ali," anak itu sampai mengeja kata kecuali, agar lebih jelas.
"Udah bro sikat aja, nggak usah banyak debat!" teriak temannya yang memiliki tato di lehernya.
"Kalian kalau mau lewat, serahkan uang kalian! Atau kalian ikut kami!"
"Dih, ngapain juga ikut kalian. Nih lihat! Saya bawa uangnya cuma Rp 10.000 buat beli telur di warung." Gadis cilik itu menunjukkan uang yang di bawanya.
"Bro, kita bawa aja mereka, gimana? Mereka cantik, bisa buat di jual. Lihat jam tangan mereka, sepertinya mahal." Semua preman yang berjumlah empat orang melihat kepada jam tangan kedua gadis cilik itu.
"Ayo kita bawa mereka!" titah temannya yang langsung di turuti semuanya. Mereka mendekati kedua gadis itu dan memegang tangan mereka. Tentu saja kedua gadis itu melawan, mereka menendang kemaluan lawan yang ada di hadapannya dengan kencang. Sehingga dua orang preman langsung jatuh terduduk kesakitan.
"Wah kalian berani melawan!" Satu orang maju ke depan dan menyerang anak kecil itu.
"Hati-hati Dhara!" teriak gadis cilik yang hanya melihat Dhara di serang oleh preman. Dhara melawan preman itu yang menyerangnya secara asal.
Bugh! Bugh!
Arghh..!
Sedangkan Dhara membalas serangan itu dengan arah yang tepat sasaran dan cepat, sehingga hanya dalam waktu singkat saja preman itu sudah tumbang.
"Cuma segitu aja, kemampuan Kakak? Lagaknya aja sudah seperti jagoan, baru segitu sudah K.O!" ucap Dhara meremehkan. Sang lawan, tentu tidak terima diremehkan oleh anak kecil, bisa jatuh harga dirinya di depan teman-temannya.
"Kalian, tidak bisa di kasih hati! Baiklah, sekarang aku tidak akan ragu pada kalian!" Orang itu kembali menyerang, tangan yang bertato itu berusaha menonjok wajah Dhara, tetapi dia hanya dapat menonjok angin. Dhara berhasil menghindar, dia menunggu waktu yang tepat untuk menyerang.
Di rasa waktunya tepat, Dhara melancarkan serangan bertubi-tubi kepada lawannya. Dia menonjok perutnya berkali-kali dengan tenaga penuh, lawannya membungkuk karena kesakitan.
Pada saat itulah, Dhara memberikan hadiah tonjokan maut darinya.
Bugh!
Bamm!
"Arghh..."
Sang lawan terjengkang ke belakang, hidungnya mengeluarkan darah dengan satu tonjokan saja. Sungguh malang preman itu, selain sakit fisiknya, dia juga merasakan malu karena kalah oleh gadis kecil. Harga dirinya telah tercoreng.
Selain preman itu, teman-temannya juga sudah babak belur. Dhira menyerang mereka seorang diri. Ketika satu preman ingin membantu temannya menyerang Dhara, Dhira langsung menyerang orang itu. Dua temannya yang sudah terluka rudalnya, ikut membantu menyerang Dhara. Mereka dendam pada Dhara dan Dhira karena telah melukai aset kebanggaan mereka. Dhara dan Dhira memakai pakaian yang berbeda, baik warna maupun modelnya, jadi preman itu dapat membedakan mereka.
***
Anita merasa gelisah di rumah, sudah hampir satu jam Dhara dan Dhira pergi untuk membeli telur di warung. Padahal jarak antara warung dan rumah tidaklah begitu jauh. Anita akan menyusul mereka. Dia cemas sekali dengan kedua anak itu.
Saat Anita berjalan dan hampir saja sampai di warung, dia melihat di bawah cahaya lampu jalan. Empat orang pemuda yang terduduk di hadapan si kembar. Anita menghampiri mereka, dia pikir para pemuda itu telah mengganggu si kembar.
"Dhara, Dhira apa yang telah terjadi? Apa mereka mengganggu kalian?" tanya Anita sambil berlari menghampiri si kembar.
"Tidak Kak, mereka tidak mengganggu kami," jawab Dhira. Anita mengalihkan perhatiannya pada para pemuda tadi. Dia cukup terkejut sampai matanya melotot melihat penampilan mereka yang babak belur.
"Mereka, kenapa?" tanya Anita pada si kembar. Dhara dan Dhira saling menatap. Mereka tidak mungkin mengatakan kalau mereka yang telah membuat para preman itu babak belur.
"Mereka tadi pada berantem Kak, kami tidak tahu sebabnya," ucap Dhira.
"Kalian itu tidak malu! Berantem, dilihat sama anak kecil. Wajah kalian jadi jelek begitu. Ayo, sayang kita pulang!" Nita mengajak si kembar pulang. Setelah menegur para preman.
"Kalian sudah beli telur belum?" tanya Nita pada Dhara dan Dhira.
"Belum Kak, tadi mau beli, tetapi di hada... pan kami ada yang berantem jadi kami takut lewat." Dhara yang semula ingin bilang dihadang langsung berganti di hadapan saat Dhira memberinya kode.
"Ya sudah, tidak apa-apa. Sekarang aja kita belinya. Lain kali kalau ada yang berantem kalian segera menjauh ya, takutnya nanti kalian yang terkena pukulan salah sasaran." Nita berdiri di tengah mereka dan menggandeng keduanya.
"Iya Kak." Dhara dan Dhira menjawab kompak. Dhira dan Dhara lalu saling melirik dan tersenyum di belakang Nita. Lalu mereka menengok ke belakang dan tersenyum kepada para preman yang memperhatikan mereka, kemudian Dhara dan Dhira menjulurkan lidah, meledek preman-preman itu.
Salah satu preman menanggapi ledekan mereka dengan mengacungkan jari tengah. Dhira yang melihat itu kemudian mengambil batu.
Dhara yang paham apa yang akan dilakukan Dhira mengajak Nita bicara untuk mengalihkan perhatian.
"Kak, ternyata di sini lampunya gelap, ya?"
tanya Dhara. Nita melihat kearah Dhara, pada saat itulah Dhira melempar batu itu ke arah preman tadi dan tepat mengenai sasaran. Batu itu mendarat dengan kencang di dahi sang preman.
Teman-temannya menertawakan kemalangannya, apes sekali.
"Kalian tidak setia kawan, tertawa di atas penderitaan teman sendiri!" Preman itu merajuk pada teman-temannya.
"Sorry Bro, bukan begitu. Kami menertawakanmu yang bodoh meledek mereka. Mereka itu jago banget. Gue gak nyangka kita berempat kalah sama anak bau kencur, cewek lagi!" Preman dengan tato di kedua tangannya mengakui kehebatan Dhara dan Dhira.
"Apes benar kita kali ini." Sahut temannya.
"Yuk ah, kita balik aja. Eh, tapi kalian jangan bilang kalau lawan kita itu anak kecil. Malu! Mau di taruh di mana ini muka, bisa jatuh harga diri kita jadi jagoan kampung," ucap pria yang bertato di lehernya.
"Iya, gue juga malu. Pokoknya ini rahasia antara kita aja."
"Oke! Beres." Sahut yang lainnya.
jgan2 Dominic kaka na anita yg tetpisah
kayanya anita bakal menimbulkan trauma