Shanum disiksa sampai matii oleh dua kakak tirinya. Sejak ibunya meninggal, dia memang diperlakukan dengan sangat tidak baik di rumah ayahnya yang membawa mantan kekasihnya dan anak haramnya itu.
Terlahir kembali ke waktu dia masih SMA, ketika ibunya baru satu tahun meninggal. Shanum bangkit, dia sudah akan membiarkan dirinya dilukai oleh siapapun lagi. Dia bukan lagi seorang gadis yang lemah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13. Kalah Telak
Bola pertama dipegang oleh Shanum. Ia membungkuk sedikit, memantulkan bola dengan ritme rendah dan stabil. Tidak ada gugup sama sekali di wajahnya. Reno bersiap di posisi bertahan, tangannya terbuka, matanya fokus.
'Sejak kapan gadis ini bisa bermain basket? caranya drible dan sikapnya yang tenang. Apa dia benar-benar bisa bermain?' batin Reno.
Meski tampak tenang. Tapi ada rasa terkejut pada Reno karena dia melihat Shanum yang tidak kikuk sama sekali.
Shanum tersenyum menyeringai, tatapan Reno memang fokus. Tapi dari alisnya yang tampak bergerak, pemuda di depannya itu tidak terlalu berkonsentrasi. Shanum merasa itu saat yang tepat.
Dengan cepat, Shanum melakukan crossover dribble ke kiri. Namun dengan cepat pula Reno mengikutinya.
"Kamu pikir bisa melewati aku..." Ucapan Reno terjeda.
Karena tiba-tiba Shanum mengganti arah ke kanan dengan behind the back dribble. Gerakannya cepat, halus, nyaris tanpa celah.
Reno terkaget, nyaris kehilangan pijakan.
"Merasa tertipu?" tanya Shanum sengaja menyindir Reno.
Shanum melesat ke kanan, melangkah dengan spin move, lalu melompat melakukan lay-up dengan tangan kiri.
Blokk
Bola menyentuh papan, lalu jatuh mulus ke dalam ring.
"Satu, kosong" kata Shanum datar, tapi penuh ketegasan.
Para penonton di pinggir lapangan bersorak kecil, tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka lihat. Mereka benar-benar tidak percaya, secepat itu Shanum bisa memasukkan bola ke dalam ring dengan sangat mulus pula.
Davin yang tadinya sangat yakin kalau gadis itu akan kalah. Dan dia akan melihat pemandangan yang cukup menyenangkan. Pada akhirnya terdiam di tempatnya. Cara Shanum memegang bola, bahkan tidak seperti seseorang yang tidak pernah bermain basket.
Sedangkan di tengah lapangan, wajah Reno berubah. Tadi ia sempat menganggap tantangan Shanum hanya lelucon. Tapi setelah satu poin itu, ia tahu permainan ini tidak bisa lagi dianggap sebagai lelucon.
Sekarang, giliran Reno menggiring bola. Ia bergerak cepat dengan hesitation dribble, lalu meluncur ke arah ring. Tapi Shanum mengikuti pergerakannya dengan sabar. Saat Reno melakukan jump shot, Shanum melompat bersamaan.
Dugh
Suara bola yang ditepis bersih menggema di lapangan.
Penonton kembali terkejut. Reno, sang kapten basket, di-block oleh seorang gadis yang bahkan tidak pernah masuk tim. Dan mereka pikir gadis itu bahkan tidak bisa bermain basket sama sekali. Kenyataannya, dengan gerakan pelan itu justru pergerakan Shanum sangat akurat.
Shanum mengambil bola pantulan itu, lalu melaju cepat. Dengan langkah ringan, ia melakukan euro step di depan ring, mengecoh Reno yang mencoba menghadang. Satu langkah kiri, lalu kanan, lalu floater shot melambung cantik.
Wuingg
Bola itu berhasil masuk lagi ke dalam ring.
"Dua, kosong!" kali ini Shanum bicara dengan sedikit ejekan.
Karena ternyata memang keahlian seorang kapten basket dari tim sekolah ini hanya seperti itu. Atau sebenarnya memang Rena belum mengeluarkan seluruh kemampuannya karena menganggap Shanum lawan yang ringan. Tapi tetap saja, Shanum merasa Reno tidak seperti yang orang-orang elukan.
Sorakan makin keras. Beberapa siswa bahkan mulai merekam diam-diam dengan ponsel mereka. Itu kejadian yang cukup langka. Dan itu memang belum pernah terjadi sebelumnya.
Reno kini benar-benar serius. Ia menunjukkan kecepatan dribble khasnya, mencoba ankle breaker move dengan crossover tajam. Namun Shanum tetap tenang, tubuhnya rendah, matanya hanya fokus pada pinggang Reno, bukan bola. Ia tidak terkecoh sedikit pun. Karena dia sudah mempelajari teknik itu bahwa gerakan bola memang bisa mengecoh. Dia harus fokus pada sesuatu yang memang menggerakkan tubuh lawan mainnya.
Reno melepaskan fadeaway jumper, tembakan khas yang sulit dihalau. Pemuda itu sudah merasa sangat yakin dia mengembangkan senyuman menyeringai di wajahnya.
"Kali ini, jangan harap bisa menghalauku" ucapnya yang hanya bisa didengar dirinya dan Shanum saja.
Tapi lagi-lagi Shanum membaca timing dengan sempurna. Tangannya terangkat tepat saat bola dilepaskan. Tembakan Reno meleset, memantul ke ring.
Shanum mengambil rebound dengan sigap. Kali ini ia menggiring bola ke tengah, berhenti tiba-tiba, lalu melakukan step back three-point shot. Bola melayang tinggi, berputar indah di udara.
Swish
Bola masuk sempurna tanpa menyentuh ring.
"Wahhhh. Lima, kosong!" teriak salah seorang siswa dengan mata membelalak.
Siswa lagi-lagi yang sepertinya sudah mulai mengagumi Shanum tampak berdiri dan memberi semangat untuk Shanum dari pinggir lapangan. Melihat itu, Reno sampai mengepalkan tangannya.
Semua yang menonton benar-benar tidak percaya. Shanum, gadis pendiam yang selalu dianggap tidak menonjol, bermain basket seolah ia sudah lama berlatih di level profesional.
Bahkan bukan hanya siswa laki-laki itu saja, beberapa orang siswa laki-laki lain di belakangnya juga tampak mulai mengagumi permainan Shanum.
"Go Shanum, Go!"
"Shanum kamu bisa!"
"Shanum, saranghae!"
Sorakan mulai terdengar begitu ricuh Bahkan bukan hanya kata-kata penyemangat saja yang mulai mereka teriakan. Tapi ini juga sepertinya mulai mengungkapkan isi hatinya karena memang melihat penampilan Shanum yang berubah menjadi lebih cantik dan juga keahlian yang bermain basket begitu luar biasa.
Napas Reno mulai terengah. Keringatnya menetes deras. Bukan hanya karena lelah, tapi juga karena tertekan. Ia, yang biasa menjadi pusat perhatian, kini justru dipermalukan di depan siswa-siswa lain. Sorakan penyemangat yang biasa ditujukan kepadanya kini tertuju hanya kepada Shanum.
Bahkan sorakan siswi perempuan, kalah jauh di banding sorakan siswa laki-laki yang memang sejak dulu tidak suka kepada Reno karena selalu saja Reno yang menjadi pusat perhatian para siswa perempuan di sekolah ini. Mereka membalasnya dengan mendukung Shanum.
"Sejak kapan kamu bisa bermain basket?" gumam Reno setengah tak percaya, sambil mencoba bertahan.
Shanum hanya menatapnya singkat.
"Coba tebak?" jawab Shanum. Yang justru semakin membuat Reno merasa sangat penasaran.
Permainan kembali berlanjut. Shanum menunjukkan kombinasi teknik lain, in and out dribble, no-look fake, hingga crossover double yang membuat Reno nyaris kehilangan keseimbangan. Teman-teman satu tim Reno yang berada di samping lapangan benar-benar tidak percaya. Ternyata gadis yang mereka anggap tidak bisa apa-apa dan introvert itu ternyata memiliki skill yang luar biasa bahkan mengetahui segala jenis teknik dalam permainan basket dengan sangat baik.
Setiap gerakan Shanum tenang, tanpa emosi berlebihan, tapi tepat sasaran. Setiap tembakannya presisi. Setiap langkahnya efisien.
Poin demi poin bertambah. Hingga akhirnya angka menunjukkan 11-0. Shanum menang telak.
Begitu bola terakhir masuk, suasana lapangan pecah. Siswa-siswa yang menonton bersorak keras, ada yang bertepuk tangan, ada yang masih ternganga tidak percaya.
"Gilaaaa, Shanum bisa main basket kayak gitu? ini gilaaa banget sumpah!"
"Baru tahu kalau dia jago banget. Kenapa selama ini diam aja? duh, telat belum ya kalau aku kejar dia sekarang!"
"Aduh, ayang Reno kasihan..." salah satu sisi perempuan yang memang penggemar berat Reno merasa sangat simpatik kepada crush-nya itu.
"Emang dia gak sebanding sama Shanum!" sela salah satu siswa laki-laki yang mulai mengagumi Shanum di sebelahnya.
"Eh diem kamu ketek gorilaa!"
"Kamu yang harusnya diam bulu mata Sarimin!"
Bahkan masing-masing kubu mulai saling menyindir dan berdebat kecil di pinggir lapangan.
Reno berdiri terpaku, bola di tangannya terdiam. Matanya masih memandang Shanum, yang kini hanya menarik napas perlahan, lalu berjalan ke pinggir lapangan seolah tidak terjadi apa-apa.
"Tunggu!" kata Reno.
Shanum tak menoleh, hanya melambaikan tangannya.
"Aku tidak mau bicara lagi denganmu. Ingat taruhan kita!" kata Shanum yang meninggalkan lapangan itu dengan sangat tidak perduli pada Reno.
Reno mengepalkan tangannya. Davin dan yang lain menghampiri Reno.
"Dia..."
"Diam! jangan bicara apapun!" kata Reno yang sepertinya harga dirinya sangat terluka karena sudah dikalahkan oleh Shanum.
***
Bersambung...