NovelToon NovelToon
Hamil Anak Sang Pewaris

Hamil Anak Sang Pewaris

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / One Night Stand / Hamil di luar nikah / Pernikahan Kilat / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: bgreen

Laura Clarke tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis. Pertemuannya dengan Kody Cappo, pewaris tunggal kerajaan bisnis CAPPO CORP, membawanya ke dalam dunia yang penuh kemewahan dan intrik. Namun, konsekuensi dari malam yang tak terlupakan itu lebih besar dari yang ia bayangkan: ia mengandung anak sang pewaris. Terjebak di antara cinta dan kewajiban.

"kau pikir, aku akan membiarkanmu begitu saja di saat kau sedang mengandung anakku?"

"[Aku] bisa menjaga diriku dan bayi ini."

"Mari kita menikah?"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bgreen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bertanggung jawab

"Apa yang kau masukkan ke dalam makananku? Siapa yang menyuruhmu?" ucap pria itu dengan suara menggelegar, wajahnya dipenuhi emosi.

""L-lepas... Lepaskan..." ucap Laura dengan suara tercekat, merasa hampir kehilangan napas. Tenggorokannya terasa seperti terbakar, dan pandangannya mulai kabur.

Pria itu, seolah tersadar dari amarahnya, dengan segera melepaskan cengkeraman tangannya di leher pelayan wanita tersebut.

Laura terbatuk dengan keras setelah pria itu melepaskan cekikannya. Udara terasa begitu berharga saat memasuki paru-parunya yang terasa sakit.

Khukk... khukk...

Laura terduduk lemas ke lantai, tubuhnya gemetar hebat. Air mata terus mengalir di pipinya, membasahi seragam pelayannya. Ia memegangi lehernya yang memerah, merasakan denyutan nyeri yang tak tertahankan.

Sedangkan pria itu tampak menahan sesuatu di dalam tubuhnya. Ekspresi wajahnya berubah-ubah antara marah, bingung, dan frustrasi. Ia mengepalkan tangannya erat-erat, berusaha mengendalikan emosi yang berkecamuk di dalam dirinya.

"A-aku hanya disuruh mengantar makanan," ucap Laura gugup dan terbata-bata membela dirinya. Suaranya serak dan nyaris tak terdengar.

"Siapa yang menyuruhmu?" ucap pria itu, berjongkok di depan Laura yang menangis menahan sakit di tenggorokannya. Matanya menatap Laura dengan tajam, seolah berusaha mencari kebohongan di balik tatapannya.

"Pelayan yang bernama Janet, dan pria di depan kamar memberiku uang sebagai tips," jawab Laura dengan jujur, berusaha meyakinkan pria itu bahwa ia tidak bersalah.

"Shit!" umpat pria itu dengan geraman tertahan. Ia mengacak rambutnya frustrasi. Tak lama kemudian, terdengar suara pintu depan kamar yang berusaha dibuka dari luar. Seseorang mencoba masuk, dan pria itu tahu bahwa ia harus bertindak cepat.

Dengan gerakan cepat dan sigap, pria itu menggeser meja panjang yang terbuat dari kayu mahoni, menghalangi pintu masuk kamar.

Meja itu berat dan besar, namun pria itu berhasil mendorongnya hingga menutupi hampir seluruh lebar pintu. Ia berharap meja itu cukup kuat untuk menahan siapa pun yang mencoba masuk dari luar.

BRAK... BRAK...

Suara dorongan pintu dari luar terdengar semakin keras dan panik. Seseorang berusaha dengan sekuat tenaga untuk membuka pintu, namun meja itu berhasil menahan mereka. Pintu berderit dan bergetar hebat, namun tidak bergeming sedikit pun.

Setelah memastikan pintu sudah tertahan dengan meja, pria itu meraih ponselnya dari saku celana.

Jari-jarinya dengan cepat memencet nomor seseorang, lalu menempelkan ponsel itu ke telinganya.

Ia menunggu dengan cemas, berharap orang yang ia hubungi segera mengangkat teleponnya.

"Angkat, angkat..." gumamnya pelan, matanya terus mengawasi pintu yang masih didorong dengan keras dari luar. Ia tahu bahwa waktu semakin menipis, dan ia harus segera mencari solusi sebelum orang-orang itu berhasil masuk ke dalam kamar.

*

Laura masih terduduk di lantai, tubuhnya gemetar hebat. Air mata terus mengalir di pipinya, meninggalkan jejak basah di seragam pelayannya.

Ia masih merasakan sakit di lehernya, bekas cengkeraman pria itu. Ia sama sekali tidak tahu apa yang tercampur dalam makanan itu, atau mengapa pria itu begitu marah.

Ketakutan mencengkeram hatinya. Ia baru saja mengalami kejadian yang mengerikan.

Pria itu hampir saja membunuhnya. Ia tidak pernah membayangkan bahwa pekerjaannya sebagai pelayan hotel bisa membawanya ke situasi yang begitu berbahaya.

Laura hanya bisa diam, wajahnya dipenuhi kebingungan. Ia menatap pria itu dengan tatapan kosong.

Ia melihat pria itu sibuk berbicara dengan seseorang di telepon, suaranya terdengar tegang dan khawatir.

Ia tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan, namun ia bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang sangat serius sedang terjadi.

Ia merasa seperti terperangkap dalam mimpi buruk yang tidak berujung. Ia ingin segera bangun dan kembali ke kehidupannya yang normal.

Namun, ia tahu bahwa ini bukan mimpi. Ini adalah kenyataan yang harus ia hadapi. Ia harus mencari cara untuk keluar dari situasi ini dengan selamat.

*

Setelah pria itu mengakhiri percakapannya di telepon, ekspresi wajahnya tampak berubah drastis. Ia terlihat berkeringat deras, dan matanya mulai memancarkan kegelisahan yang mendalam. Ia mengusap wajahnya dengan kasar, lalu menghela napas panjang.

Mata keduanya pun bertemu. Tatapan pria itu kini tidak lagi dipenuhi amarah. Ia menatap Laura dengan intens, seolah sedang mencari jawaban di dalam matanya.

Kemudian, pria itu kembali mendekati Laura. Langkahnya mantap, namun raut wajahnya menunjukkan bahwa ia sedang berperang dengan dirinya sendiri.

"Kemarilah, kau harus bertanggung jawab dengan apa yang sudah kau lakukan," ucap pria itu dengan suara berat, menarik tangan Laura menuju ke dalam kamar. Cengkeramannya kuat, namun tidak menyakitkan seperti sebelumnya.

"Tuan... maafkan aku. Aku bersumpah, aku tak tahu apa pun yang terjadi. Aku hanya pekerja paruh waktu yang disuruh mengantarkan makanan ke sini," ucap Laura memohon, berusaha melepaskan diri dari cengkeraman pria itu. Air mata kembali membasahi pipinya.

Pria itu tidak mempedulikan ucapan Laura. Ia terus menyeret Laura ke dalam kamar, menuju ke arah tempat tidur yang besar dan mewah.

Laura meronta-ronta, namun tenaganya tidak sebanding dengan kekuatan pria itu. Ia merasa seperti domba yang digiring menuju jurang kematian. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi padanya, namun ia tahu bahwa ia berada dalam bahaya besar.

BRAK...

Pintu kamar itu langsung ditutup dengan keras, menggema di seluruh ruangan. Pria itu segera mengunci pintu, memastikan tidak ada yang bisa masuk atau keluar.

Ia menyeret wanita itu dengan kasar, lalu menghempaskannya ke ranjang king size empuk di hotel tersebut. Tubuh Laura terpental dan mendarat dengan tidak nyaman di atas kasur.

BUGH...

"Tuan, aku minta maaf. Aku mohon. Tolong lepaskan aku. Aku bersumpah aku tak tahu apa pun yang terjadi saat ini," mohon Laura dengan suara bergetar, air mata membanjiri wajahnya. Ia berusaha bangkit, namun pria itu menahannya dengan tatapan tajam.

"Aku tak peduli. Diamlah jika kau tak ingin terluka," ucap pria itu dengan dingin, tanpa sedikit pun menunjukkan rasa kasihan.

Pria itu lalu mulai membuka kemeja putihnya, kancing demi kancing terlepas hingga memperlihatkan dadanya yang bidang.

Ia mendekati Laura dengan tatapan sayu, namun penuh dengan hasrat yang membara. Laura menyadari jika sesuatu yang tercampur ke dalam makanan pria itu merupakan obat perangsang.

Hal itu membuat air mata Laura semakin deras mengalir. Ia takut, namun tak bisa berbuat apa pun. Ia merasa seperti mangsa yang tak berdaya di hadapan predator yang lapar.

Ia tak berani melawan karena takut dengan pria yang ada di depannya saat ini. Jika ia berani melawan, pria itu bisa saja langsung membunuhnya. Ia tahu bahwa pria itu bukan orang sembarangan. Ada aura kekuasaan dan bahaya yang terpancar dari dirinya.

Seseorang ingin menjebaknya. Seseorang telah merencanakan semua ini dengan matang. Namun, naasnya, Laura malah terjebak dalam situasi yang mengerikan ini. Ia menjadi korban dari permainan kotor yang ia sendiri tidak mengerti.

"Aku akan melakukannya dengan cepat, sebelum orang-orang di luar sana berhasil masuk," ucap pria itu dengan nada mendesak, lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Laura.

Sentuhan bibirnya di bibir Laura terasa kuat dan menuntut. Laura mencoba membalas, namun pikirannya terlalu kacau untuk bisa fokus.

Hmph... Umph... Ugh... Cup... Haa... Desahan kecil lolos dari bibir Laura, bercampur dengan napas pria itu.

Tubuh Laura bergetar hebat saat pria itu mulai menyentuh tubuhnya dengan lembut. Rasa takut menjalar di setiap inci kulitnya, membuatnya semakin tegang dan tidak berdaya.

Ia tahu bahwa ia harus menyerahkan dirinya pada pria yang sama sekali tidak ia kenal, dalam situasi yang sangat tidak diinginkan. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, namun ia hanya bisa berharap bahwa semua ini akan segera berakhir.

1
Lucyana H
visulnya lebih suka yg asia,
aurel
hai Thor aku sudah mampir jangan lupa mampir juga di karya aku " istri ku adalah kakak ipar ku "
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!