Hari yang seharusnya menjadi awal kebahagiaan Eireen justru berubah menjadi neraka. Dipelaminan, di depan semua mata, ia dicampakkan oleh pria yang selama ini ia dukung seorang jaksa yang dulu ia temani berjuang dari nol. Pengkhianatan itu datang bersama perempuan yang ia anggap kakak sendiri.
Eireen tidak hanya kehilangan cinta, tapi juga harga diri. Namun, dari kehancuran itu lahirlah tekad baru: ia akan membalas semua luka, dengan cara yang paling kejam dan elegan.
Takdir membawanya pada Xavion Leonard Alistair, pewaris keluarga mafia paling disegani.
Pria itu tidak percaya pada cinta, namun di balik tatapan tajamnya, ia melihat api balas dendam yang sama seperti milik Eireen.
Eireen mendekatinya dengan satu tujuan membuktikan bahwa dirinya tidak hanya bisa bangkit, tetapi juga dimahkotai lebih tinggi dari siapa pun yang pernah merendahkannya.
Namun semakin dalam ia terjerat, semakin sulit ia membedakan antara balas dendam, ambisi dan cinta.
Mampukah Eireen melewati ini semua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eireyynezkim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siapa yang Mencarimu?
Eireen tersenyum lebar, menaikkan kedua alisnya, menunggu jawaban dari laki-laki itu, setelah mengungkap isi hatinya.
Xav awalnya hanya diam, ekspresi wajahnya pun datar. Namun, tiba-tiba tangannya bergerak, menggeser tubuh Eireen agar tidak ke pinggir.
Kemudian, tanpa kata, ia menjatuhkan tubuh perempuan itu begitu saja.
"Auh, sakit, tahu...!" protes Eireen kesal bukan main.
Xav tidak menanggapi, justru mengalihkan pandangan, fokus mengemudi lagi. Seolah ungkapan cinta Eireen tidak penting sama sekali.
Eireen pun bangkit, sambil bibirnya bergerak-gerak, seperti sedang menggerutu sendiri. "Awas saja, kalau kau nanti akhirnya jatuh cinta juga padaku! Tidak akan kubiarkan semuanya mudah untukmu. Bahkan untuk pegang tangan saja, kau harus berusaha keras. Ingat itu!"
Xav tetap diam, walau ia mendengarkan sejak tadi. Dalam hati, ia mengomel sendiri. 'Sial benar nasibku. Harusnya kubiarkan saja dia hanyut tadi! Ck.'
Bagi Xav, gadis itu menggangu sekali. Tapi, satu sisi, ia masih butuh Eireen bersamanya, agar semua terungkap sekaligus.
Sementara, Eireen tidak mau menyerah begitu saja. Pantang baginya berhenti berjuang, lebih-lebih, semakin lama, Xav semakin mendekati tipe laki-laki idamannya.
Tapi, gadis bermata abu-abu kebiruan itu tidak memaksa mendekat. Ia justru duduk di lantai, menekuk dan memelik kakinya, menghadap ke arah Xav yang berdiri memegang kemudi.
"Kau memang tidak peka. Padahal, aku sedang berusaha mengalihkan kekhawatiran. Hmm. Entah apa yang terjadi pada Pamanku sekarang. Jangan sampai, dia kenapa-kenapa gara-gara aku!"
Xav bisa merasakan rasa bersalah yang dalam dari ucapan Eireen itu. Mengingat, itu pun yang sedang ia rasakan sekarang.
Setelah apa yang terjadi pada ajudannya, yang sempai sekarang masih koma, karena berusaha melindunginya. Ia memiliih melakukan semuanya sendiri, walau harus melawan ayah dan ibunya begini.
Meski tindakan itu terlihat egois, sebenarnya, Xav juga sedang sangat tidak ingin membuat orang terdekatnya celaka karenanya, itu saja.
Dengan pandangan mata mulai sedikit kabur, karena agak melamun, Eireen melanjutkan perkataannya. "Kau tahu? Di saat orang tuaku, membuangku seperti sampah, Pamanku itu yang datang menyelamatkanku, bahkan membesarkanku selama ini. Seumur hidupku pun mengabdi, tidak akan cukup untuk membalas budi padanya. Tapi, kalau dia celaka, karena aku..."
"Aneh." Xav tiba-tiba berceletuk.
"Apa yang aneh?"
Laki-laki itu tanpa menoleh, melanjutkan bicara. "Bukankah katamu terakhir kali dia menyuruhmu kabur?"
"Ehm. Mungkin, orang yang mencariku bertanya padanya dan dia tidak mau mengatakan aku dimana. Apa yang aneh?"
"CK." Xav berdecak. "Bodoh!"
"Katakan yang jelas maksudmu!"
"Ya kau bodoh, kalau tidak mau menyerahkanmu saat ditanya, dia tidak akan menghubungimu. Tapi lihat, dia menghubungimu, menyuruh lari, seolah tahu, siapa yang mencarimu itu!"
Eireen jadi berpikir. 'Apa iya? Tapi, Paman Savero hanya seorang warga sipil biasa. Bahkan pekerjaanku pun dia tidak tahu.'
"Bosmu baik-baik saja. Tapi dia memperingatkanmu, tidak lama setelah kau hilang. Apa kau tidak berpikir, jika dua orang itu tahu satu sama lain?" Xav berceletuk lagi, mulai bersumsi. "Bosmu aman, dia mencarimu, setelah pamanmu tidak bisa dihubungi lagi, kan? Tahu dari mana, Bosmu kalau kau dalam bahaya, padahal dia baik-baik saja? Aku yakin, dia tidak dikejar siapa-siapa."
"Masa iya mereka saling kenal? Bukankah keluargamu menelusuri informasi tentangku? Apa... dari situ kau tidak mencium sesuatu, jika Paman Savero bukan orang sipil biasa mungkin?"
Xav tidak langsung menjawab. Tapi, ia ingat benar laporannya. Tidak ada informasi yang mengarah pada Savero, dia pure hanya sipil biasa.
"Hei, kenapa diam?!" sergah Eireen yang sedari tadi menunggu.
"Yang jelas, kau hanya akan buang-buang waktu mengkhawatirkan dia. Lupakan dan jangan menggangguku dengan ceritamu lagi!" ketus Xav.
Eireen jadi kesal mendengarnya. "Tadi ajak diskusi, sekarang justru begini. Maumu apa sih?"
Teringat kata-kata Xav terakhir, ekspresi wajah Eireen yang tadinya kesal pun berubah jadi menyeringai tengil. "Oh... aku tahu...!"
"Mulai lagi gilanya!" lirih Xav sudah curiga, pasti gadis itu akan mengatakan hal-hal di luar nalar lagi.
Eireen pun berdiri, mendekat ke arahnya. Saat sudah berdiri di sebelahnya, ia melongokkan kepala, biar bisa melihat wajah Xav. "Itu tadi caramu menenangkanku, kan?"
Xav mengalihkan wajah gadis itu dengan telapak tangan, malas sekali menjawab, bahkan bertatapan begitu.
"Ih pegang-pegang. Aku itu tahu... tadi.. walau menyebalkan, tapi jelas kau tidak mau aku khawatir kan? Kau itu peduli, tapi sok-sok an saja bersikap dingin. Ya, kan? Kan? Hayo mengaku...!" Eireen lagi-lagi melongokkan kepala, menunjuk gemas ke wajah Xav.
"Heh. Dasar gadis gila!" Xav awalnya tidak peduli. Tapi, melihat senyum aneh begitu, lama-lama ia terganggu juga.
Ia singkirkan lagi wajah itu. "Sana pergi!"
Namun, Eireen justru memegang tangannya. Ia mau menarik tangannya balik, tidak bisa.
Eireen justru menggandengnya, berdiri di sebelahnya, menghadap depan. "Pegang-pegang terus. Nah, begini baru romantis! Masa begini saja harus diajari?! Dasar tidak peka!"
Xav semakin kesal saja. Ia terus berusaha menarik tangannya, tapi tidak bisa. Tangan satu lagi pun sedang memegang kemudi.
Ia mungkin bisa kasar, tapi, bisa-bisa Eireen jatuh kalau dilakukan. "Lepas, atau kau akan tahu akibatnya!" ancam Xav dengan nada menahan marah.
Eireen justru memicingkan mata, tersenyum menatapnya. "Gila ya? Semakin marah, kau semakin tampan saja. Apa rahasianya?"
Digombali perempuan seperti itu, Xav terdiam beberapa detik.
"Cie... salah tingkah ya? Apa aku perempuan pertama yang mengatakan kau tampan? Tidaklah pastinya. Berarti, aku perempuan tercantik yang mengatakan kalau kau tampan, kan?"
Alis Eireen naik turun, tangannya menunjuk-nunjuk gemas. "Ya, kan? Mengaku saja lah! Ya, kan?"
SRET!
Tangan Xav seketika ditarik, saat melihat gadis itu lengah. Eireen kemudian bersedekap tangan. "Baiklah, aku tidak perlu mendengar jawaban ya darimu, karena semua sudah jelas bagiku."
"Kau tahu? Justru dingin-dingin perhatianmu itu, yang menarik bagiku! Jadi lanjutkan saja, aku suka!" imbuhnya.
Xav menahan geram dalam hati. 'Sial, sampai kapan aku harus mendengar ocehannya?'
Beruntungnya, pelabuhannya sudah terlihat lagi. Xav pun segera meningkatkan kecepatan boatnya.
Eireen sendiri justru menikmati, merentangkan tangan, seolah sedang liburan. "Hu... Wah...!"
'Benar-benar gadis gila!' umpat Xav dalam hati.
Saudara kembarnya memang seenaknya saja juga, tapi Eireen lebih-lebih lagi, gilanya tidak terprediksi.
Tidak berselang lama, boat itu bersandar. Xav menungu, hanya memberi isyarat dengan mata, seolah bicara. 'Cepat turun!'
"Siap, Tuan Panda!" sahut Eireen sambil melakukan gerakan hormat tanpa senjata.
Perempuan itu segera keluar dari kapal. Ia membantu mengikat tali boat ke tiang dermaga.
Tapi, Xav justru meninggalkannya.
"Lho, kemana? Tunggu!" Eireen segera mengejarnya. Xav pun lari, sudah seperti anak kecil berlarian sambil kejar-kejaran.
Sejujurnya, Xav mau meninggalkan Eireen saja.
Mengingat, gadis itu semakin lama semakin membuatnya tidak nyaman.
Tapi, akhirnya, gadis itu sudah duduk di dalam mobil juga, bersamanya. "Wah... mobilmu bagus-bagus ya? Tunggu? Mobilku?! Dimana?"
Belum sempat Xav menjawab, beberapa mobil terlihat datang ke arah mereka.
"Siapa lagi itu?" ucap Eireen.
Belum sempat menjawab, orang-orang di mobil itu sudah membuka pintu. Mereka menembaki mobil Xav dan Eireen.
DOR! DOR! DOR!