Area khusus Dewasa
Di mansion kediaman keluarga Corris terdapat peraturan yang melarang para pelayan bertatapan mata dengan anak majikan, tiga kakak beradik berwajah tampan.
Ansel adalah anak sulung yang mengelola perusahaan fashion terbesar di Paris, terkenal paling menakutkan di antara kedua saudaranya. Basten, putra kedua yang merupakan jaksa terkenal. Memiliki sifat pendiam dan susah di tebak. Dan Pierre, putra bungsu yang sekarang masih berstatus sebagai mahasiswa tingkat akhir. Sifatnya sombong dan suka main perempuan.
Edelleanor yang tahun ini akan memasuki usia dua puluh tahun memasuki mansion itu sebagai pelayan. Sebenarnya Edel adalah seorang gadis keturunan Indonesia yang diculik dan di jual menjadi wanita penghibur.
Beruntung Edel berhasil kabur namun ia malah kecelakaan dan hilang ingatan, lalu berakhir sebagai pembantu di rumah keluarga Corris.
Saat Edell bertatapan dengan ketiga kakak beradik tersebut, permainan terlarang pun di mulai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kamu beruntung
Edel melarikan diri dari kamar Basten. Bukan hanya takut ketahuan oleh Lady Corris kalau dia ada di dalam sana dan melakukan sesuatu yang tidak-tidak dengan sang tuan muda. Tetapi dirinya juga takut kepada laki-laki yang bisa di bilang telah melecehkannya itu. Melecehkannya dengan cara yang ...
Edel mengatur nafasnya begitu sampai di luar. Ia menggigit bibirnya. Ya ampun, tadi itu betul-betul tidak dia sangka. Tuan muda kedua menyentuhnya. Gadis itu berlari cepat meninggalkan tempat itu.
Ia masih melamun seperti orang bodoh ketika masuk di kamar pembantu.
"Edel, pekerjaanmu sudah selesai?" Alice mendekatinya. Edel mengangguk.
"Apa tuan Basten ada di kamarnya waktu kau bersih-bersih?"
Pertanyaan tersebut membuat Edel tersentak. Ia menatap Alice.
"Ah?"
"Aku tanya tuan muda Basten ada di kamar atau nggak waktu kamu bersih-bersih?"
"Mm, ada. Tapi masuknya pas aku udah selesai bersih-bersih." bohong Edel. Dia tidak mungkin cerita tentang apa yang terjadi barusan kan? Dia tidak mau di pecat. Walau diperlakukan seperti tadi, setidaknya dia tidak menderita hidup di luar sana. Dua hari yang lalu saja ada yang ngejar dia pakai senjata tajam. Mereka mau bunuh dia. Dan Edel tidak tahu kenapa.
Kebetulan dia bertemu dengan madam Sin dan madam Sin memberinya pekerjaan di mansion ini. Mansion ini sekaligus jadi tempat persembunyiannya dari orang-orang jahat yang mengejarnya itu.
"Kamu lihat wajah tuan muda Basten diam-diam nggak?" Alice berucap pelan. Edel tidak menjawab, hanya menatap perempuan itu.
"Pasti iya kan, gak mungkin nggak. Semua pembantu di sini juga begitu. Peraturannya bilang nggak boleh natap para tuan muda, tapi bisa natap mereka diam-diam kan? Oh ya, tuan muda Basten ganteng banget kan?"
Pertanyaan Alice membuat ingatan Edel kembali ke Basten yang berdiri telanjang di depannya gara-gara dia tidak sengaja menarik handuk lelaki itu. Mr. P Basten yang ... Gambar kejantanan laki-laki itu sangat jelas di ingatannya. Ketika sadar, ia cepat-cepat menghapus ingatan tersebut jauh-jauh dari pikirannya.
"Kamu lagi mikirin apa Edel?"
"Nggak ada!" Sahut Edel langsung.
Alice terkekeh geli melihat wajah merah padam Edel.
"Ih, beneran ya kamu mikir aneh-aneh barusan. Mukamu merah banget, sumpah!"
"Nggak! Aku capek aja!" Edel buru-buru membalikkan badan, pura-pura sibuk membuka lemari kecil tempat seragam pelayan disimpan.
Namun, debar di dadanya belum juga reda. Ia masih bisa merasakan sentuhan jemari Basten di pergelangan tangannya tadi. Sentuhan yang tidak kasar, tapi membuat tubuhnya kaku seperti es. Basten bukan hanya melihatnya dengan tajam, tapi juga menyentuh pipinya, bibirnya, buah dadanya, dan ... Membuat tubuhnya serasa meledak karena jemari nakal laki-laki itu yang bergerak bebas di kewanitaannya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Keesokan paginya, Edel bangun lebih awal dari biasanya. Ia tidak bisa tidur nyenyak semalaman. Bayangan Basten terus menghantuinya, membuatnya gelisah. Gadis itu duduk di ranjang, menarik selimut hingga ke dagu meski pagi cukup hangat.
Kau akan melayaniku
Kalimat itu terus terngiang-ngiang di kepalanya. Membuatnya merinding. Tapi pekerjaan tetap harus dijalankan. Ia tidak bisa bersikap mencurigakan. Kalau Madam Sin atau Lady Corris curiga, dia bisa kehilangan pekerjaan dan tempat perlindungan satu-satunya dari orang jahat yang ia yakini ingin membunuhnya.
Dengan langkah pelan, Edel menuju dapur. Alice dan pembantu lainnya sudah ada di sana, sedang menyiapkan sarapan untuk para penghuni mansion. Aroma roti panggang dan sup hangat menguar dari tungku.
"Alice, ada yang bisa aku bantu?" tanyanya. Ia belum bertemu madam Sin dan belum ada jadwal tertulis untuk pekerjaannya seperti yang lain, jadi dia belum tahu mau bekerja apa. Ketika Alice memberinya tugas, langsung ia kerjakan.
Ia mengambil celemeknya dan langsung sibuk membantu. Tangannya bekerja otomatis memotong roti, menyusun piring, menuang susu, tapi pikirannya terbagi. Sesekali ia mencuri pandang ke arah lorong yang mengarah ke kamar para tuan muda. Jantungnya berdebar.
Apa Basten akan muncul?
Dan jika iya ... akan bersikap seperti apa laki-laki itu padanya? Apakah akan berpura-pura tidak terjadi apa-apa? Atau malah akan mengulang perlakuan gilanya itu dengan memanggilnya diam-diam ke tempat pribadinya?
"Edel!"
Suara Alice membuyarkan lamunannya.
"Roti kamu hampir gosong."
"Oh! Maaf..."
Alice menatapnya heran.
"Kamu kenapa sih? Dari kemaren linglung terus."
Edel hanya menyengir. Pembantu yang lain juga menatapnya heran, ada yang tersenyum miring.
"Tumben banget madam Sin bawa pelayan nggak ada pengalaman kerja ke sini." salah satu dari mereka berkata dengan nada seperti merendahkan, membuat suasana menjadi canggung.
"Sudah-sudah, kerja lagi semuanya." kata Alice mencairkan suasana. Semuanya kembali mengerjakan tugas mereka masing-masing.
Beberapa menit kemudian, terdengar suara langkah kaki menuruni tangga. Edel reflek menunduk. Langkah itu … berat dan pelan. Pelayan yang lain juga menunduk karena tidak boleh menatap.
Edel membeku di tempat. Dia pikir itu Basten. Ternyata bukan.
Yang muncul di ambang pintu dapur adalah Ansel, tuan muda pertama. Pria itu mengenakan kemeja putih tipis dan celana panjang. Rambutnya sedikit acak, wajahnya masih menyiratkan kantuk, tapi sorot matanya tajam, langsung mengarah ke Edel yang berdiri membelakanginya. Tentu Ansel langsung mengenali Edel meski dari belakang.
"Air hangat," katanya pelan.
"Dan roti bakar dua."
Alice yang menjawab,
"Iya, tuan muda."
Saat Edel mendengar suara tersebut bukan suara Basten, ia pun bernafas lega.
Edel bergerak pelan mengambil gelas dan menuang air hangat ke dalam cangkir keramik putih. Ia bisa merasakan tatapan Ansel yang menusuk punggungnya.
"Ini, tuan muda," ucap Edel pelan, menunduk, lalu menyodorkan cangkir dan piring berisi dua potong roti bakar.
Ansel tidak langsung mengambilnya. Ia menatap wajah gadis itu lama, membuat Edel makin gugup.
"Kamarku berantakan, kau saja yang bersihkan." kata lelaki itu kemudian. Suara datar dan nada memerintahnya kental sekali.
Sebelum menjawab, Edel menoleh ke Alice. Begitu Alice menganggukkan kepala, Edel pun membalas perkataan Ansel.
"Baik tuan muda."
Ansel mengambil roti bakar dan air hangatnya tanpa bicara lagi. Ia berbalik dan pergi dari dapur, meninggalkan kesunyian yang menegangkan. Edel dan pembantu lain memandangi punggung pria itu yang menjauh, lalu menelan ludah dengan susah payah. Ansel tidak bersikap seberani Basten, tapi sorot matanya sama menakutkan, dingin dan mengintimidasi.
"Kamu beruntung," bisik Alice begitu Ansel sudah hilang dari pandangan.
"Biasanya tuan muda Ansel nggak pernah minta pelayan bersihkan kamarnya langsung, hanya madam Sin yang boleh. Dia pilih-pilih."
Edel tidak tahu apakah itu memang keberuntungan. Rasanya seperti dilempar ke kandang singa, lagi.
Setelah menyelesaikan beberapa tugas ringan, ia berjalan pelan menuju kamar Ansel, membawa keranjang kecil berisi alat kebersihan. Tangannya gemetar. Kalau tadi malam Basten bertindak seperti itu, apakah hari ini Ansel juga akan melakukan sesuatu? Tidak, jangan sampai.
Langkahnya makin pelan ketika berdiri di depan pintu kamar tuan muda pertama. Ia mengatur napas, lalu mengetuk dua kali.
"Masuk," terdengar suara dari dalam.