Naren kehilangan pekerjaannya dan terpaksa kerja serabutan demi menghidupi istri serta tiga anaknya.
Namun pengorbanannya tidak cukup untuk menahan hati Nadira, sang istri, yang lelah hidup dalam kekurangan dan akhirnya mencari kenyamanan di pelukan pria lain.
Di tengah getirnya hidup, Naren berjuang menahan amarah dan mempertahankan keluarganya yang perlahan hancur.
Mampukah Naren tetap mempertahankan keluarga kecilnya di tengah peliknya kehidupan? Menurunkan Ego dan memaafkan istrinya demi sang buah hati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengusahakan yang terbaik
Pagi itu, matahari baru naik setengahnya, akan tetapi rumah sederhana yang dihuni dua orang dewasa dan tiga anak kecil tampak sibuk dengan aktivitas masing-masing.
Kadang kala suara tawa terdengar dari anak-anak yang dibantu bersiap oleh ayahnya. Kadang pula suara sendok dan piring dari arah dapur menambah suasana semakin hangat.
"Ayah, anak-anak ayo makan!" teriak Nadira yang sudah menyiapkan segalanya.
Naren, sang suami yang sedang membantu anaknya-anaknya tersenyum hangat. "Ayo anak-anak kita sarapan dulu, ibu ratu telah selesai bertempur," ujarnya penuh senyuman dan memperlihatkan lesung pipinya yang manis.
Di usianya yang menginjak 35 tahun dengan usia pernikahan hampir 8 tahun, tidak memudarkan ketampanan dan cinta untuk istri dan anak-anaknya. Melihat mereka tumbuh dengan baik, membuat Naren semakin semangat mencari nafkah.
"Mas Naren makanlah dulu, biar Seren sama aku dulu."
"Kamu yang sarapan dulu Nadira, kalau mas berangkat kerja kamunya bagaimana? Seren lagi aktif-aktifnya," balas Naren lembut.
Meski sedikit kesusahan karena balita satu tahunnya, Naren tetap sarapan agar anak-anaknya tidak telat ke sekolah. Mereka hadir karena keinginannya maka tidak akan ia biarkan istrinya menderita hanya karena mengasuh buah hati mereka.
"Jaga diri dirumah. Kalau memang nggak sempat beres-beres nanti kita lakukan bersama," ujar Naren sebelum meninggalkan rumah dan mengantar anak-anaknya ke sekolah. Anak pertama mereka sudah duduk di sekolah dasar kelas satu, sedangkan anak kedua di taman kanak-kanak.
Beruntungnya Naren tiba tepat waktu di kantor tempatnya bekerja. Ia memegang posisi cukup penting yaitu manajer keuangan di salah satu cabang perusahaan Alexander Group.
Baru saja mendudukkan diri di kursi dan bersiap berjibaku dengan laporan-laporan keuangan, namanya kembali di sebut oleh rekan kerja satu divisinya.
"Pak Naren di panggil ke ruangan kepala cabang,"
"Tiba-tiba?" Naren mengerutkan keningnya. Meski begitu tetap memenuhi perintah untuk menemui atasannya.
Dia mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk, berdiri di seberang meja menunggu atasannya membuka suara.
"Sayang sekali padahal saya sangat menyukai kinerjamu. Kalau saja kamu nggak membuat kesalahan mungkin beberapa bulan lagi kamu dipromosikan menjadi kepala cabang," ujar sang atasan membuat Naren bahagia dan bingung secara bersamaan.
Di promosikan adalah impiannya, tetapi kalimat atasannya tidak begitu baik di dengar.
"Kantor pusat mendeteksi kecuranganmu pak Naren."
"Ke-kecurangan?"
"Suratnya langsung dari pusat." Memberikan amplop putih persegi panjang.
Dengan jantung berdegup kencang, Naren menerima amplop tersebut. Detakan jantungnya seolah berhenti membaca isi amplop itu. Tulang-tulangnya melemah sampai tidak bisa menopang bobot tubuhnya.
Naren berlutut tanpa sadar. Dia memiliki tiga anak dan tentunya membutuhkan biaya besar tapi kenapa cobaan ini menghampirinya begitu tiba-tiba?
"Tapi Pak, saya nggak menggelapkan dana perusahaan meski sepeserpun."
"Untuk itu saya nggak bisa memberi jawaban pak Naren. Suratnya langsung dari pusat, saya hanya bertugas menyampaikan."
Dengan perasaan berkecamuk, Naren meninggalkan ruangan atasannya. Ia meremas surat PHK itu sekuat yang ia bisa. Ia seolah kehilangan tumpuan hidupnya sekarang.
Pengabdiannya pada perusahaan selama bertahun-tahun berakhir dengan nama baik yang dipertaruhkan. Naren berani bersumpah tidak pernah mengelapkan dana bahkan 1 rupiah pun. Ia menjunjung tinggi kejujuran selama bekerja sebagai manajer keuangan.
"Pak Naren mau kemana? Kok barang-barangnya di bereskan?"
"Saya dipecat."
"Kok bisa?" tanya teman divisinya dengan wajah kaget. Tidak ada angin tidak ada hujan atasan mereka di pecat begitu saja.
"Pasti ada kesalahan Pak, nggak mungkin banget di pecat begitu saja. Aku yakin ada yang nggak suka sama bapak," celetuk yang lainya.
"Jangan buruk sangka, mungkin saja memang saya melakukan kesalahan yang nggak saya sadari sebelumnya." Naren berusaha tersenyum.
Pria berusia 35 tahun itu mengambil napas dalam-dalam sebelum membawa semua barangnya keluar dari kantor cabang. Di dalam mobil ia termenung, secepatnya dia harus mencari pekerjaan. Tapi yang lebih membuatnya kepikiran adalah cara terbaik memberitahukan Nadira tentang berita buruk ini.
Keunangan mereka semakin melemah akhir-akhir ini sebab biaya anak-anak kian menumpuk. Padahal Naren berencana untuk menambah asisten rumah tangga demi membantu Nadira di rumah.
"Aku harus bagaimana?" lirihnya.
Alih-alih pulang, Naren memilih singgah di sebuah masjid untuk menenangkan diri. Memperhatikan sekeliling sampai atensinya tertuju pada dua orang dengan jaket yang sama.
"Alhamdulillah orderan hari ini lumayan banget, cukuplah buah menutupi kebutuhan hari ini."
"Sama, musim hujan seperti ini memang orang-orang pada doyan order makanan," balas bapak-bapak satunya.
Merasa pembicaraan mereka menarik, Naren pun mendekat dan duduk di antara mereka.
"Pak, saya boleh bertanya?"
"Boleh, mau tanya apa?"
"Cara daftar di aplikasi online transportasi bagaimana? Bisa kalau pakai mobil? Kebetulan saya nggak bisa naik motor."
"Daftarnya tinggal ke kantor bawa kendaraan dan berkas-berkas yang di butuhkan. Berkas- berkasnya pada umunya sama saat melamar kerja."
"Oh begitu ya pak, makasih sebelumnya." Naren tersenyum senang, setidaknya dia bisa jadi sopir online sembari mencari pekerjaan tetap agar terus memiliki pemasukan.
***
Naren pulang ke rumahnya selayaknya pulang kantor pada umumnya. Hatinya menghangat melihat anak-anak dan istrinya sedang bersantai di depan tv. Ia mengucap salam dan di balas oleh kedua putranya.
"Yey ayah pulang. Ayah bawa apa hari ini?" seru si sulung dan langsung mencium punggung tangan ayahnya.
"Yah ayah lupa membeli sesuatu, lain kali ya." Mengusap rambut Naresa pelan.
"Aku kira mas bakal lembur, aku belum masak apapun."
"Nggak apa-apa, kamu pasti lelah mengurus anak-anak dan rumah. Biar mas yang masak," jawab Naren penuh senyuman.
Pria itu mengecup kening istrinya dan berlalu ke kamar. Di kamar mandi ia membersihkan tubuhnya dengan berbagai pikiran di kepala. Sebagai kepala keluarga, ia harus mencari jalan keluar sebelum anak dan istrinya tahu. Ia tidak ingin mereka menderita.
"Selama aku mendapatkan uang, Nadira nggak perlu tahu aku dipecat," gumam Naren yang tidak ingin menambah beban istrinya.
"Mas terlihat sangat lelah? Ada masalah di kantor?" tanya Nadira setelah Naren keluar dari kamar mandi.
"Sedikit Sayang, tapi akan teratasi dengan cepat," jawab Naren.
"Kalau ada apa-apa cerita sama aku."
"Tentu saja, kalau bukan sama kamu, mas cerita sama siapa dong?" Naren menjawil hidung Nadira hingga mereka tertawa bersama.
"Sebentar lagi ulang tahun pernikahan kita yang ke delapan. Kali ini aku mau ke Edinburgh," ucap Nadira manja.
"Sayang, sepertinya ulang tahun kali ini kita jalan-jalannya di dalam negeri saja ya?"
"Ih kenapa? Teman-teman aku pada jalan-jalan keluar negeri. Aku mau pamer. Masa iya suami aku manajer keuangan tapi nggak bisa ajak istrinya jalan-jalan keluar negeri."
"Susah ambil cutinya Sayang."
"Kalau begitu aku saja gimana?"
Lama Naren berpikir sampai akhirnya menyetujui permintaan istrinya. Jika pergi sendiri, biayanya tidak terlalu banyak. Ya meski tetap saja akan menghabiskan puluhan juta. Mungkin saja istrinya stress di rumah terus mengasuh anak-anak mereka.
.
.
.
.
.
Hay-hay ibu Bucin bawa novel baru lagi nih. Cowoknya hijau banget sampai bikin jatuh cinta. Siap-siap ya, jangan sampai kalian malah ready jadi istri kedua🤭
Favoritkan dan beri bintang lima sayangku🥰
udah kmu sm shanaya aja aku dukung pake bgtttt😄
tapi jangan Leona deh orang tuanya konglomerat takut Nanti Naren nya juga minder
dan takutnya orang tua Leona ga mau menerima anak2 Naren
jadi sama shanaya aja
semoga Naya juga sayang anak2 Naren