NovelToon NovelToon
Suster Kesayangan CEO Lumpuh

Suster Kesayangan CEO Lumpuh

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / CEO / Cinta Seiring Waktu / Pengasuh
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Ra za

Sebuah kecelakaan tragis merenggut segalanya dari leon—kesehatan, kepercayaan diri, bahkan wanita yang dicintainya. Dulu ia adalah CEO muda paling bersinar di kotanya. Kini, ia hanya pria lumpuh yang terkurung dalam kamar, membiarkan amarah dan kesepian melumpuhkan jiwanya.

Satu demi satu perawat angkat kaki, tak sanggup menghadapi sikap Leon yang dingin, sinis, dan mudah meledak. Hingga muncullah seorang gadis muda, seorang suster baru yang lemah lembut namun penuh keteguhan hati.

Ia datang bukan hanya membawa perawatan medis, tapi juga ketulusan dan harapan.
Mampukah ia menembus dinding hati Leon yang membeku?
Atau justru akan pergi seperti yang lain, meninggalkan pria itu semakin tenggelam dalam luka dan kehilangan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ra za, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22 Tidak Terima

Pagi masih berselimut embun tipis ketika ponsel Leon berdering pelan di atas meja nakas. Dengan malas, ia meraih ponselnya dan melihat nama yang tertera di layar ternyata Rafa yang menelponnya sepagi ini.

"Leon, pagi ini ada rapat penting dengan para pemegang saham dan investor. Ini mendesak," suara Rafa terdengar serius di seberang.

Leon menghela napas dalam. Ia menduga hal seperti ini akan datang cepat atau lambat. Sudah cukup lama ia tidak muncul di kantor, dan kemarin pun ia hanya datang sebentar untuk rapat internal bersama para petinggi perusahaan. Pasti ada pihak yang merasa keberadaannya sudah tidak cukup dominan, dan mulai menyusun strategi untuk menjatuhkannya.

“Apa ini ada hubungannya dengan berita yang beredar kemarin?” tanya Leon, suaranya tenang namun dingin.

“Ya, itu juga. Ada beberapa investor yang terang-terangan mempertanyakan soal hubunganmu dengan Nayla, perawat pribadimu. Mereka merasa sikapmu tidak profesional, dan… beberapa di antaranya bahkan mengancam akan menarik saham jika tak ada penjelasan,” jawab Rafa hati-hati.

Mata Leon menyipit. “Semua investor akan hadir?”

“Ya, semua. Dan sepertinya, ayah Clarissa juga akan datang. Setidaknya, dia sudah mengirim konfirmasi.”

Leon mengangguk pelan. Nama Clarissa membawa kilasan memori yang tidak terlalu menyenangkan. “Atau mungkin saja Clarissa yang datang mewakili ayahnya…” gumamnya pelan, tapi cukup terdengar oleh Rafa.

"Benar, itu juga sangat mungkin. Jadi kita harus siap untuk kemungkinan itu," sambung Rafa.

“Baik. Siapkan semua keperluan rapat. Aku akan datang pagi ini.”

“Siap, Leon. Semoga rapat ini berjalan lancar.”

Setelah panggilan ditutup, Leon duduk sejenak di ranjangnya, merenung. Ia tahu benar apa yang akan terjadi. Para investor haus kepastian. Mereka tak ingin perusahaan dipimpin oleh seseorang yang dianggap tak stabil secara emosional—apalagi karena berita yang beredar kemarin soal kedekatannya dengan Nayla.

Lalu, sebuah ide terlintas di pikirannya. Jika mereka ingin melihat bukti bahwa dia baik-baik saja, maka dia akan menunjukkannya. Termasuk pada Clarissa… dan ayahnya.

Tak lama kemudian, Nayla masuk dengan langkah hati-hati, membawa setelan jas dan kemeja kerja Leon yang sudah disetrika rapi. Seperti biasa, tugas pagi Nayla adalah membantunya bersiap-siap, membantunya ke kamar mandi, hingga mengenakan pakaian.

Namun sebelum Nayla memulai rutinitasnya, Leon lebih dulu membuka pembicaraan.

“Nayla,” panggil Leon, dengan suara tenang tapi penuh maksud.

Nayla yang sedang menata pakaian di sofa kecil langsung menoleh, “Ya, Tuan? Ada yang bisa saya bantu?”

Leon menatap matanya dalam. “Hari ini akan ada rapat besar bersama para investor. Dan… aku ingin kau memerankan sesuatu untukku.”

“Memerankan?” alis Nayla terangkat bingung.

“Ya. Aku ingin kau… berpura-pura menjadi kekasihku.”

Nayla membelalakkan mata. “K-kekasih… Tuan?” tanyanya terbata, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

“Benar. Bukan kekasih sungguhan, hanya… peran sementara. Aku butuh kamu berakting sebagai kekasihku.

Nayla masih terpaku. Bahkan semalam saja dia masih merasa seperti sedang bermimpi karena Leon berjanji akan ikut menemui ayahnya, dan pagi ini, Leon memintanya menjadi… kekasih pura-pura?

“Kenapa harus saya?” tanyanya lirih, mencoba memahami maksud di balik permintaan itu.

“Karena salah satu investor yang hadir adalah ayah Clarissa. Dan bisa jadi Clarissa sendiri akan datang. Aku ingin mereka melihat kalau aku sudah... move on. Kalau aku tidak selemah yang mereka kira, tidak terpuruk karena masa lalu.”

Nayla mulai mengerti. Ia ingat betul bagaimana Leon begitu murka dan emosional ketika bertemu dengan Clarissa ditaman tempo hari. Jika pertemuan itu benar terjadi hari ini, Leon pasti ingin menjaga harga dirinya.

Dengan pelan, Nayla mengangguk. “Baik, Tuan. Saya mengerti.”

Leon menghela napas lega. “Bagus. Aku tak perlu menjelaskan panjang lebar lagi.”

Dan hening sejenak

“Nanti di sana… kamu akan memanggilku apa?” tanya Leon

Nayla yang masih berdiri kikuk di dekat lemari langsung tertegun. “Maksudnya?”

“Ya, tak mungkin kamu memanggilku ‘Tuan’ saat sedang berpura-pura jadi kekasihku, kan?”

Nayla mengerutkan dahi, berpikir sejenak. “Kalau... Leon saja? Atau... nama saja?”

Leon menggeleng pelan. “Terlalu biasa. Tidak ada nuansa mesranya.”

Nayla menunduk, tangannya saling menggenggam canggung. “Saya… belum pernah punya kekasih, jadi saya tidak tahu harus memanggil apa.”

Leon menatapnya dari cermin, senyumnya mengembang tipis. “Panggilan sayang pun belum pernah?”

Nayla menggeleng pelan. “Belum pernah, Tuan…”

“Hmm…” Leon menghela napas pura-pura berat. “Masalah panggilan saja susah begini.”

Kini Nayla balik bertanya dengan polos, “Kalau begitu, Tuan akan memanggil saya apa nanti?”

Leon berbalik, menatap Nayla dengan tatapan tajam penuh arti. “Hei, aku yang bertanya, bukan kamu. Jangan dibalik-balik.”

“Tapi saya bingung, Tuan. Lagian saya juga nggak ngerti soal panggilan-panggilan kekasih seperti itu…” jawab Nayla sambil menunduk dan memainkan ujung jarinya—wajahnya memerah menahan malu.

Leon mendekat, menatap Nayla dari dekat. “Baiklah… mulai sekarang, kamu akan panggil aku ‘Sayang’. Jelas?”

Mata Nayla membulat. “Sa… sayang?”

“Ya, agar terlihat nyata. Bukankah itu wajar antara kekasih?”

Nayla menelan ludah. Rasanya jantungnya berdetak jauh lebih cepat dari biasanya. Memanggil pria yang ada didepannya dengan sebutan mesra seperti itu? Bahkan meski hanya pura-pura, tetap saja membuatnya gugup setengah mati.

“Sekarang coba panggil aku,” perintah Leon.

Nayla mengangkat wajahnya perlahan, ragu-ragu.

“Tapi… Tuan…”

“Jangan lawan. Coba sekarang,” desak Leon.

Nayla menarik napas panjang, lalu pelan-pelan berkata, “S-sa… sayang…”

Leon menaikkan satu alis. “Kenapa terdengar seperti orang gagap?”

Nayla mendesah dalam hati. Idih, ini orang nyuruh orang panggil sayang, tapi gayanya nyebelin banget. Sabar Nayla, sabar…

Leon tertawa kecil melihat ekspresi Nayla. “Lagi. Ulangi tanpa gagap.”

Dengan malu-malu, Nayla mencoba lagi. Kali ini lebih mantap meski wajahnya semerah tomat. “Sayang…”

Leon mengangguk puas. “Nah, seperti itu. Simpan energi itu untuk nanti di depan mereka. Kita harus terlihat meyakinkan.”

Nayla mengangguk pelan, jantungnya masih berdetak tak karuan. Dalam hati, ia hanya bisa berharap, semoga semua ini benar-benar hanya pura-pura, dan tidak membawanya masuk lebih dalam ke dalam perasaan yang mungkin saja akan sulit dia kendalikan nantinya.

Setelah perdebatan kecil soal panggilan sayang yang membuat wajah Nayla memerah, kini keduanya sudah duduk rapi di meja makan. Hari ini, penampilan Nayla jauh lebih cantik dari biasanya. Gaun lembut bernuansa pastel membalut tubuh rampingnya, rambutnya ditata sederhana namun anggun, dan sedikit riasan membuat wajahnya terlihat segar dan bersinar.

Mama Gaby yang baru turun dari lantai atas langsung menghampiri mereka. Tatapannya langsung tertuju pada Nayla, dan senyuman hangat muncul di wajahnya.

"Nayla, kamu cantik sekali hari ini," puji Mama Gaby tulus.

Nayla tersipu. Ia hanya bisa menunduk tanpa tahu harus menjawab apa. Tidak mungkin ia mengatakan bahwa semua ini karena Leon memintanya tampil cantik sebagai kekasih pura-pura.

"Terima kasih, Nyonya…" jawabnya pelan.

Leon yang telah menghabiskan sarapannya membuka suara, “Hari ini ada rapat besar dengan para pemegang saham. Nayla harus ikut ke kantor. Dia harus selalu ada di sisiku, jadi penampilannya juga harus menarik. Aku tidak ingin orang-orang meremehkanku karena datang bersama perawat.”

Mama Gaby menatap putranya, lalu melirik Nayla. Wajahnya tenang.

“Mama ikut saja mana yang kamu anggap baik, Leon. Tapi satu permintaan Mama, kalau ada masalah, jangan libatkan Nayla. Dia hanya ingin membantu.”

Leon mengangguk mantap. “Mama tenang saja. Nayla tidak akan diseret ke dalam urusanku. Dia di sini untuk membuat segalanya lebih mudah, bukan lebih rumit.”

Setelah sarapan selesai, Leon dan Nayla bersiap ke kantor. Leon duduk di kursi roda, dan Nayla dengan sigap mendorongnya keluar rumah. Mereka memakai pakaian senada—elegan namun profesional. Nayla tampil dengan busana bermerek, semuanya telah disiapkan oleh Leon untuk memperkuat kesan bahwa Nayla bukan sekadar perawat, tapi wanita istimewa di sisinya.

Dalam perjalanan, Leon sempat menelpon Rafa, untuk memberi tahu rencananya hari ini. Ia meminta Rafa mengakui bahwa Nayla adalah kekasihnya jika ada yang bertanya.

Awalnya Rafa terdiam sejenak, kaget. Tapi kemudian ia menyadari bahwa Leon punya alasannya sendiri. Dan untuk pertama kalinya sejak kecelakaan itu, Rafa mendengar semangat di suara sahabatnya.

"Baiklah. Kalau itu bisa membantumu, aku akan mendukung," jawab Rafa.

Menjelang sampai di kantor, Leon melirik Nayla. Ia menggenggam tangan gadis itu dengan hangat.

“Kamu gugup, sayang?” tanyanya lirih, menatapnya dalam.

Nayla tersenyum kecil dan menggeleng. “Tidak. Aku baik-baik saja.”

"Bagus. Tetap seperti ini. Mainkan peranmu dengan baik, Nayla. Mereka harus percaya pada apa yang mereka lihat."

Nayla mengangguk yakin.

Begitu sampai di kantor, Rafa sudah menunggu di lobi. Ia langsung mengambil alih mendorong kursi roda Leon, sementara Nayla berjalan sejajar dengan mereka. Karyawan yang melihat mereka masuk memberikan salam hormat seperti biasa.

Leon lalu menghentikan langkah Rafa sejenak dan memperkenalkan Nayla.

“Perkenalkan, ini Nayla—kekasihku. Aku harap kalian semua menghormatinya sebagaimana kalian menghormatiku.”

Para karyawan tampak terkejut, namun segera membungkukkan badan memberi salam hormat.

Rafa menoleh dan tersenyum pada Nayla. "Selamat datang di dunia Leon Mahesa."

Mereka naik ke lantai atas, tempat rapat besar akan digelar. Leon sempat menoleh pada Nayla.

“Jangan gugup. Aku tahu kamu bisa.”

Nayla membalas dengan tenang, “Tuan juga jangan gugup. Saya yakin tuan adalah pria luar biasa, dan mereka semua akan menyadari itu.”

Kata-kata Nayla membuat Leon menatapnya lebih lama. Ada ketulusan dan kekuatan di sana. Rafa yang menyaksikan dari samping tersenyum, dalam hati berharap Nayla bisa menjadi cahaya yang dibutuhkan Leon selama ini.

Saat pintu lift terbuka, mereka langsung menuju ruang rapat. Pintu dibuka oleh salah satu staf, dan seorang wanita dengan penampilan elegan berdiri menyambut mereka.

“Selamat datang, Tuan Leon. Hari ini saya yang mewakili perusahaan, bukan papa saya,” ujar Clarissa dengan senyum ramah seolah olah tidak pernah terjadi apa-apa diantara mereka.

Leon dan Rafa sudah menduga permainan ini. Ini pasti taktik licik dari ayah Clarissa, yang tahu bahwa Leon akan goyah jika berhadapan langsung dengan mantan kekasihnya.

Tapi mereka salah.

Leon tidak lagi pria yang sama seperti dulu. Sejak Nayla datang dalam hidupnya, banyak hal telah berubah.

Clarissa lalu menoleh ke Nayla. Matanya menyipit, dan nada suaranya terdengar meremehkan.

“Dan anda siapa, ya?”

Nayla bisa merasakan aura persaingan yang tajam. Tapi dia tidak mundur. Ia melangkah anggun dan mengulurkan tangan.

“Saya Nayla. Calon istri Leonard Mahesa,” ucapnya mantap, lalu menoleh pada Leon sambil tersenyum. “Benarkan, sayang?”

Leon balas tersenyum dan menggenggam tangan Nayla. “Tentu saja, sayang. Hanya kamu yang pantas menjadi istriku.”

Clarissa menarik kembali tangannya, ekspresinya berubah seketika. Senyum palsunya menghilang, tergantikan dengan tatapan tajam penuh cemburu.

Meski dulu dia yang memutuskan Leon, hatinya tetap tak terima jika pria itu kini bisa bahagia bersama wanita lain. Terutama wanita yang tampak begitu tenang dan percaya diri seperti Nayla.

Nayla tahu betul, ini baru permulaan. Tapi satu yang pasti, dia tak akan membiarkan wanita ini, atau siapa pun. Menyakiti Leon lagi.

1
murniyati Spd
sangat bagus dan menarik untuk di baca /Good/
Guchuko
Sukses membuatku merasa seperti ikut dalam cerita!
Ververr
Masih nunggu update chapter selanjutnya dengan harap-harap cemas. Update secepatnya ya thor!
Zani: Terimakasih sudah mampir kak🥰, ditunggu update selanjutnya 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!